Oleh
Ustadz Abu Ihsan al-Atsari
http://almanhaj.or.id/content/3142/slash/0
Sekarang ini membaca koran sudah menjadi rutinitas yang nyaris tidak
bisa ditinggalkan oleh manusia. Dimana-mana tersedia bacaan yang satu
ini, di rumah, kantor, restoran, warung, bahkan sebagian orang ada yang
menyempatkan diri membaca koran di toilet. Seakan koran sudah seperti
bacaan wajib bagi mereka. Sikap yang berbeda mereka tujukan untuk
al-Qur’ân, sebuah kitab yang menjadi pedoman hidup. Al-Qur'ân nyaris
tidak tersentuh, apalagi diperhatikan. Mereka lebih hafal nama koran,
atau tokoh-tokoh dalam koran daripada nama surat-surat al-Qur’ân. Bahkan
lebih ironinya lagi, banyak dari mereka yang tampak tekun memelototi
koran, ternyata tidak bisa baca al-Qur’ân. Sebegitu pentingkah berbagai
sajian koran bagi mereka ? Sehingga rela meluangkan waktu ditengah
kesibukannya untuk membaca dan mengikuti buah tangan para wartawan.
Allâh
Azza wa Jalla telah menyediakan bacaan bagi orang-orang yang beriman.
Bacaan yang sangat berkualitas, berisi hidayah yang menunjukkan hal-hal
terbaik bagi mereka. Membacanya adalah ibadah yang berbuah pahala,
bahkan pada setiap huruf dihitung satu pahala.
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ
قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ
بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ آلم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ
وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
"Barangsiapa membaca satu huruf
dari kitabullah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan, dan satu
kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan
alif laam miim adalah satu huruf, tetapi alif itu satu huruf, laam itu
satu huruf, dan miim itu satu huruf" [1]
Al-Qur'an adalah bacaan
yang tidak ada kebohongan dan kebatilan di dalamnya, dari depan maupun
dari belakang. Sebuah bacaan yang akan mendatangkan ketenangan jiwa dan
kekhusyukan hati. Itulah al-Qur’ânul Karîm, Kalâmullâh yang diturunkan
kepada Nabi-Nya yang terakhir, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Membaca
al-Qur'ân adalah ibadah yang tidak selayaknya diremehkan apalagi
ditinggalkan oleh seorang Muslim. Membaca al-Qur'ân termasuk dzikrullâh
yang sangat agung. Allâh Subhanahu wa Ta'ala telah menjanjikan pahala
dan keutamaan yang sangat besar bagi orang yang senantiasa membaca dan
mempelajari al-Qur’ân.
Allâh Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
إِنَّ
الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا
مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن
تَبُورَ لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ
غَفُورٌ شَكُورٌ
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
kitab Allâh dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allâh
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka
dari karuniaNya. Sesungguhnya Allâh Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri". [Fâthir/35:29-30]
Dan Allâh Azza wa Jalla telah memerintahkan kita supaya membacanya dengan tartil dan sungguh-sungguh.
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
"Dan bacalah al-Qur'ân itu dengan tartil (perlahan-lahan)". [al-Muzammil/73:4].
ذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ
يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
"Orang-orang
yang telah Kami berikan al kitab kepadanya, mereka membacanya dengan
bacaan yang sebenar-benarnya". [al-Baqarah/2:121]
Yaitu membacanya dengan memperhatikan hukum-hukum tajwîd, kaidah-kaidah bacaan, mentadabburi kandungan dan mengamalkan isinya.
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah menganjurkan kita untuk
senantiasa membaca, mentadabburi, mempelajari, mengajarkan dan
memperhatikannya.
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَ عَلَّمَهُ
"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur'ân dan mengajarkannya".[2]
Bahkan kalaupun belum lancar, kita tetap dianjurkan untuk membacanya.
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
الْمَاهِرُ
بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ
الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
"Orang
yang mahir membaca al-Qur'ân akan bersama rombongan Malaikat yang mulia
lagi terpuji. Dan orang yang terbata-bata dan sulit membacanya akan
mendapatkan dua pahala". [3]
Dan dengan membaca al-Qur'ân, seorang mukmin akan terbedakan dengan fasik, Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْأُتْرُجَّةِ طَعْمُهَا
طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الَّذِي لَا يَقْرَأُ كَالتَّمْرَةِ
طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا رِيحَ لَهَا وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي يَقْرَأُ
الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ
الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلَا رِيحَ لَهَا
"Perumpamaan
seorang mukmin yang membaca al-Qur'ân adalah seperti al-utrujjah
(sejenis jeruk), aromanya harum dan rasanya enak. Dan perumpamaan
seorang mukmin yang tidak membaca al-Qur'ân adalah seperti buah kurma
yang tidak memiliki aroma tapi manis rasanya. Perumpamaan seorang fasiq
yang membaca al-Qur'ân seperti ar-raihaanah, aromanya wangi tapi rasanya
pahit dan perumpamaan seorang fasiq yang tidak membaca al-Qur'ân
seperti al-hanzhalah, rasanya pahit dan tidak memiliki aroma".[4]
Disamping
itu, al-Qur'ân juga akan menjadi pemberi syafa'at baginya pada hari
Kiamat. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
اقْرَؤُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ
"Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya". [5]
Setiap
kali membaca al-Qur'ân, seorang Mukmin akan naik derajatnya satu
tingkatan. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
يَجِيءُ
الْقُرْآنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ حَلِّهِ فَيُلْبَسُ
تَاجَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ زِدْهُ فَيُلْبَسُ حُلَّةَ
الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ ارْضَ عَنْهُ فَيَرْضَى عَنْهُ
فَيُقَالُ لَهُ اقْرَأْ وَارْقَ وَتُزَادُ بِكُلِّ آيَةٍ حَسَنَةً
"Al-Qur’an
akan datang pada hari kiamat seraya berkata, “Wahai Rabbku, hiasilah ia
(penghafal al-Qur’ân).” Maka iapun dipakaikan mahkota kemuliaan. Lalu
al-Qur'ân berkata, “Wahai Rabbku, tambahkanlah untuknya.” Maka iapun
dipakaikan jubah kemuliaan. Lalu al-Qur'ân berkata, “Wahai Rabbku,
ridhailah ia.” Maka Allâh pun meridhainya. Kemudian dikatakan kepadanya
(penghafal al-Qur’an), “Bacalah dan naiklah, untuk tiap-tiap ayat akan
ditambahkan bagimu satu pahala.". [6]
Dan masih banyak lagi
keutamaan yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
tentang keutamaan membaca al-Qur'ân. Lalu pantaskah kita ganti yang
lebih utama ini dengan sesuatu yang rendah ?
Bukankah menyibukkan diri dengan tilâwah al-Qur'ân dan menghafalnya lebih utama daripada menyibukkan diri membaca koran ?
Mengabaikan
al-Qur'ân dan beralih kepada koran akan menyebabkan kekosongan hati dan
kehampaan pikiran. Sebagian orang jahil apabila sedang kosong, ia sibuk
menelaah. Menelaah apa? Menelaah majalah, koran dan tabloid. Bukankah
lebih baik mengisi kekosongan waktu dengan membaca atau menghafal
al-Qur'ân ? Terlebih bagi seorang penuntut ilmu. Bahkan salah satu
penyebab seorang penuntut ilmu itu mengalami future (sindrom) adalah
beralih dari al-Qur'ân ke koran.
Termasuk bentuk fitnah pada hari
ini adalah promosi-promosi terselubung yang banyak sebarkan oleh
orang-orang kafir dan fasik melalui berbagi media audio visual maupun
cetak, melalui program-program radio dan televisi, majalah, koran, buku
dan selebaran-selebaran. Orang-orang jahil kembali menjadi korban dengan
mengkonsumsi barang-barang itu. Merekapun percaya, meyakini
kebenarannya, menggandrunginya dan akhirnya terpedaya. Tanpa sadar
mereka mengagumi keyakinan dan ibadah orang-orang kafir. Orang-orang
awam akan melahap semua yang ada di koran-koran itu.
Ini
merupakan bahaya besar yang dapat menerkam setiap orang jahil yang tidak
punya tameng ilmu untuk menangkis syubhat-syubhat tersebut. Sebagian
orang yang merasa berilmu beralasan bahwa kesibukannya membaca koran
adalah untuk mengetahui fiqhul waqi’, mengetahui perkembangan terkini.
Inilah syubhat mereka. Sehingga membaca koran menjadi kegiatan utama
sementara membaca al-Qur'ân menjadi kegiatan nomor sekian bahkan tidak
masuk agenda sama sekali.
Syaikh Abdul Mâlik ar-Ramadhâni
hafizhahullâh telah membantah syubhat seperti ini. Beliau hafizhahullâh
mengatakan, “Alangkah besar kejahatan para pendidik itu! Karena mereka
telah memalingkan umat dari penyakit sesungguhnya! Lalu bagaimana umat
bisa mendapatkan obatnya?! Betapa besar musibah ini! Musibah yang
memalingkan umat dari jalan Allâh Azza wa Jalla ! Memalingkan umat dari
ilmu al-Qur'ân dan as-Sunnah, dari mengangungkan keduanya dan berkumpul
di majelis-majelis Ulama kepada ilmu politik terkini dan berkumpul
mendengarkannya dari media-media informasi politik audio maupun visual
(radio dan televisi), koran-koran maupun majalah! Yang mana kejujuran
adalah suatu hal yang tabu! Bahkan berlalu tanpa acuh di hadapan para
pengikut al-Qur'ân dan as-Sunnah! Hobbi mereka adalah melihat video
(film) dan membaca majalah al-Bayân dan as-Sunnah [7]. Setiap hari,
setiap pekan bahkan setiap bulan tidak ada waktu dan kecenderungan
mendengarkan ayat al-Qur'ân! Silakan tanya sendiri, sudah berapa lama
kitab shahîhain (Shahih Bukhâri dan Muslim) nyaris tidak tersentuh
sementara tidak sesaatpun mereka lepas dari koran yang menghidangkan
berita-berita terkini dan berita-berita lalu! Semua urusan terpulang
kepada Allâh!
Jangan buru-buru menyanggah! Karena yang saya
paparkan tadi bukanlah ilmu hingga perlu dibahas, itu hanyalah kabar
tentang realita yang terjadi!
Abu Nu'aim rahimahullah
meriwayatkan dalam kitab al-Hilyah [8] dengan sanadnya dari seorang
lelaki dari Bani Asyja' ia berkata, "Orang-orang mendengar berita
kedatangan Salman al-Fârisi di masjid. Merekapun ramai-ramai mendatangi
beliau Radhiyallahu 'anhu dan berkumpul di hadapannya, jumlah yang hadir
ketika itu mencapai ribuan orang.
Ia melanjutkan, "Salman pun
bangkit dan berkata, "Duduklah, duduklah! Setelah semua hadirin duduk,
beliau Radhiyallahu 'anhu membuka majelis dengan membacakan surat Yûsuf.
Seketika saja mereka bubar dan meninggalkan majelis hingga hanya
sekitar seratusan saja yang tersisa. Melihat itu Salmân Radhiyallahu
'anhu marah. Beliau Radhiyallahu 'anhu berkata, "Apakah kata-kata manis
penuh tipuan yang kalian inginkan ? Aku bacakan ayat-ayat Allâh kepada
kalian lalu kalian bubar?!"
Barangkali Salman al-Fârisi
Radhiyallahu 'anhu sengaja memilih surat Yûsuf karena di dalamnya
terkandung anjuran qanâ'ah (mencukupkan diri) dengan kisah-kisah yang
tersebut dalam Kitâbullâh, bukan dengan kisah-kisah dan hikayat-hikayat
yang digandrungi orang banyak. Itulah yang disebutkan Allâh Azza wa
Jalla :
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ
"Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik". [Yûsuf/12:3]
Dan
karena mengikuti sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam diminta membacakan kisah-kisah,
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan kepada mereka ayat-ayat
yang diturunkan Allâh Subhanahu wa Ta'ala kepada beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam surat Yûsuf ini.
Seperti itu pulalah yang
dilakukan oleh Umar Radhiyallahu 'anhu ketika melihat orang-orang lebih
suka membaca kitab yang bercerita tentang keajaiban-keajaiban umat
terdahulu.[9]
Semoga Allâh meridhai para Salaf ! Betapa besar kesungguhan mereka dalam mengikuti sunnah nabi!”
Kemudian
beliau melanjutkan, “Umar bin al-Khathtab Radhiyallahu 'anhu serta para
sahabat lainnya telah mendengar desas-desus bahwa raja Ghassân hendak
menyerang mereka. Namun hal itu tidak menghalangi mereka untuk menuntut
ilmu dengan alasan mengikuti perkembangan ! Sangat disayangkan sekali,
bila Anda memasuki perpustakaan-perpustakaan umum yang biasa dikunjungi
oleh para pelajar, akan Anda lihat mereka lebih banyak berkumpul di
bagian majalah dan koran-koran sedang asyik mengulas berita. Padahal
perpustakaan itu dipenuhi dengan koleksi kitab-kitab tauhid, tafsir dan
hadits. Jarang sekali Anda lihat mereka menjamah kitab-kitab tersebut
kecuali bila terpaksa, misalnya untuk menulis makalah untuk meraih gelar
atau untuk mencari sesuap nasi. Kecuali segelintir pelajar saja yang
memang benar-benar berminat menimba ilmu agama! Sungguh aneh memang!
Berapa banyak diantara mereka yang tidak memiliki buku doa harian dan
dzikir nabawi. Wajar saja karena dzikir dan wirid mereka bersama
siaran-siaran radio dan televisi serta berita-berita koran ! Wallâhul
Musta'ân.
Syaikh al-Albâni rahimahullah mengkritik perkataan
Nashir al-Umar tentang referensi fiqih wâqi' yang mengatakan, "Berita
politik dan informasi dari media massa merupakan referensi terpenting
sekarang ini. Dalam bentuk media cetak (koran dan majalah) maupun audio
visual (radio dan televisi). Sebagai contoh : koran, majalah, tabloid,
bulletin, informasi dari sejumlah kantor berita internasional, siaran
radio dan televisi, kaset, piagam dan beberapa media informasi modern
lainnya"
Salah seorang hadirin bertanya kepada Syaikh al-Albâni
rahimahullah , "Bagaimana pandangan Anda tentang referensi tersebut ?"
Syaikh al-Albâni rahimahullah menjawab, "Itu musibah! Kita semua tahu
bahwa berita yang disebarkan oleh orang kafir ke negara-negara Islam
hanyalah untuk memperdaya kaum Muslimin. Lalu bagaimana mungkin
berita-berita seperti itu digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi
? Sebagai konsekuensinya, harus dibentuk tim wartawan atau reporter
Muslim yang tugasnya khusus mempelajari berita-berita itu menurut kode
etik aqidah dan agama. Tim ini harus independen, tidak boleh bergantung
kepada pihak lain sebagaimana yang Anda singgung tadi. Sumber berita
yang Anda sebutkan tadi tentu tidak sama dengan konsekuensi yang saya
sebutkan ini !"
Nashir al-Umar berusaha membela diri, ia
mengklaim telah memberi batasan-batasan dan pantangan-pantangan, ia
menyebutkan diantaranya :
"Pertama, memegang teguh kaedah-kaedah
dasar syariat, pedoman ilmiah dan logika dalam menganalisa berita,
memprediksi kemungkinan dan meramalkan masa depan.
Kedua,
mengecek kebenaran berita dan teliti dalam menyampaikannya. Saya telah
menjelaskan masalah ini sebagai berikut : Tindakan yang tepat, menjauhi
bahaya dan kesalahan serta memperhatikan batasan-batasan tersebut dalam
menerima berita."
Syaikh al-Albâni rahimahullah berkata: "Akan
tetapi hal itu tidak mungkin diwujudkan. Anda meletakkan kaedah yang
teoritis dan cuma berlaku di atas kertas saja! Hal itu tidak mungkin
diwujudkan kecuali dengan konsekuensi yang saya sebutkan tadi. Dan itu
merupakan tanggung jawab pemerintah, bukan tanggung jawab kelompok
tertentu apalagi orang-perorang. Sebagaimana yang kami ketahui, saluran
radio BBC London bukanlah milik pemerintah, namun milik perusahaan
swasta.
Syaikh rahimahullah melanjutkan: "Jadi harus ada lembaga
atau badan yang didirikan atas kesepakatan negara-negara Islam untuk
melaksanakan fardhu kifâyah ini dalam rangka membantu memahami
berita-berita tersebut. Jika pemerintah tidak sanggup -–dalam hal ini
pemerintahlah yang paling berhak dan paling kuasa melaksanakan fardhu
kifayah tersebut-- barulah badan-badan swasta yang ditangani oleh kaum
Muslimin yang punya kepedulian dalam masalah ini yang melaksanakannya.
Mereka harus menugaskan pekerja-pekerjanya untuk menukil berita-berita
itu, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Jika hal itu
terlaksana barulah kita tidak lagi bergantung kepada pihak lain dalam
mengolah berita musuh dan seteru kita. Kemudian barulah kita coba
menerapkan batasan-batasan yang Anda sebutkan tadi. Sebab, tidak
seorangpun dapat memastikan kebenaran berita-berita itu selama masih
bersumber dari orang-orang kafir. Sama halnya bila kita ingin memastikan
kebenaran sejumlah berita dalam Taurat dan Injil, manakah yang benar
dan mana yang salah. Hal itu hanya dapat dilakukan setelah
membandingkannya dengan berita orang yang terpercaya lagi
tsiqah.....Jika mereka itu tidak ada, maka putuslah mata rantai
orang-orang yang ingin menyelami fiqh waqi' dan hanya bersandar kepada
berita-berita yang datang dari negera kafir dan sesat serta
berita-berita dari orang fasik dan jahat. Maka tidaklah mungkin
merealisasikan gagasan-gagasan Anda itu. Oleh sebab itu, fiqh waqi'
seperti yang Anda sebutkan itu hanyalah teori belaka, tidak mungkin
diwujudkan di alam nyata. Kecuali dengan mendirikan suatu badan yang
menugaskan beberapa orang untuk menukil berita lewat jalur terpercaya
sebagaimana halnya proses pengolahan berita yang tertuang dalam ilmu
mushtalah hadits."
al-Umar berkata, "Bagaimana jika kita menunggu sampai hal itu ada, wahai Syaikh?"
Syaik al-Albâni rahimahullah menanggapi, "Hal itu sangat sulit diwujudkan!"
al-Umar berkata, "Bukankah kita boleh mengambil faedah dari sebagian orang, wahai Syaikh...."
Syaikh
al-Albâni rahimahullah menjawab: "Semoga Allâh memberkati Anda,
berhubung melimpahnya berita dan banyaknya sumber berita dari kalangan
kaum kafir, maka akibatnya seseorang akan tenggelam ditelan gelombang
berita tersebut. Hal itu sangat sulit terealisasi sekarang ini !"[10]
Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata, "Apa sandaran fiqih yang
mereka sebut fiqh waqi' itu ? Apakah koran, majalah dan siaran-siaran
radio ? Bukankah berita-berita koran, majalah dan radio itu banyak
bohongnya ? Media-media informasi cetak maupun eletronik sekarang ini
tidak bisa dijadikan sandaran. Boleh jadi beberapa rancangan terdahulu
sudah basi karena keadaan ternyata berubah! Bilamana seorang yang
berakal memperhatikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu
dua puluh tahun terakhir ini tentu ia dapat mengetahui bahwa seluruh
prediksi yang mereka sebutkan itu tidak lagi riil. Oleh sebab itu
menurut kami memalingkan para pemuda dari menuntut ilmu agama dan
mengalihkannya kepada berita-berita fiqih waqi' itu, membolak-balik
majalah, koran dan mendengar siaran-siaran berita merupakan penyimpangan
manhaj!"[11]
Itulah nasihat dari para ulama rabbani kepada umat
khususnya kepada para pemuda dan kalangan penuntut ilmu. Janganlah
terpedaya dengan syubhat-syubhat yang menyesatkan, sehingga kita
terpalingkan dari kebenaran dan hidayah, wallahul musta’ân.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi, 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1].
HR at-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, dan
dishahihkan oleh al-Albâni rahimahullah dalam Silsilah Shahihah (3327).
[2]. HR Bukhâri dari Utsmân bin Affân Radhiyallahu 'anhu.
[3]. HR Bukhâri dan Muslim dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha.
[4]. HR Bukhâri dan Muslim Abu Musa al-Asy’âri Radhiyallahu 'anha.
[5]. HR Muslim dari Abu Umâmah Radhiyallahu 'anhu
[6]. HR Tirmidzi dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dan dihasankan oleh al-Albâni dalam Shahihul Jâmi’ (8030).
[7].
Majalah al-Bayân dan as-Sunnah yang diterbitkan oleh Yayasan Muntada
Islami Birmingham London UK yang dikepalai oleh Muhammad Surur! Bukan
majalah as-Sunnah kita ini, seperti yang dikira oleh sebagian penyebar
fitnah berusaha melakukan kebohongan publik dan fitnah keji, wallahul
musta’aan.
[8]. Hilyatul Auliyâ', I/203
[9]. Diriwayatkan oleh
Ibnul Dharis dalam Fadhâilul Qur'ân (88) dan al-Khathib dalam al-Jâmi'
(1490), dicantumkan juga oleh Ibnul Jauji dalam kitab Tarikh Umar, hlm.
145.
[10]. Dinukil dari kaset Silsilatul Huda wan Nûr bertajuk Fiqhul
Waqi', berisi rekaman dialog antara Syaikh al-Albâni rahimahullah
dengan Nashir al-Umar pada tahun 1412 H.
[11]. Dinukil dari kaset bertajuk: "Dialog Syeikh Abul Hasan Al-Ma'ribi dengan Syeikh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin"
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.
Jumlah Pengunjung
Blog Archive
-
▼
2012
(753)
-
▼
July
(49)
- Al Kautsar dan Kenikmatan yang Banyak
- Kultum Tarawih Menurut Al Albani
- Adakah Do’a Khataman Al Qur’an?
- Tahlilan dalam Pandangan NU, Muhammadiyah, PERSIS ...
- Tahlilan dalam Pandangan NU, Muhammadiyah, PERSIS ...
- Lahn (Kesalahan) dalam Membaca Alquran
- Hal-Hal yang Dianggap Membatalkan Puasa
- Kenapa makin banyak wanita mengumbar aurat, inilah...
- Hukum Makan Ketika Adzan Shubuh
- Download: Al-Quran Digital AYAT plus Tajwid, Terje...
- Niat Puasa
- Amalan Sunnah Tatkala Berbuka Puasa
- Jangan Baca Koran terus,Tadabburilah Alqur'an
- Dahulukan puasa daripad pekerjaan yang melelahkan
- Mencium Istri Sampai Keluar Mani Saat Puasa
- Mengantuk Waktu Pagi sampai Siang Hari
- Hukum Puasa Hari Syakk
- Download Audio: Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Id...
- Mengorbankan Harta Demi Belajar
- Mual-mual Setelah Makan
- Ramadhan
- NABI MENGANJURKAN BERBUKA PUASA DENGAN KURMA
- Hari syakk haram puasa, tapi An-Nadzir di Gowa dan...
- Inilah yang Wajib Puasa Ramadhan
- KESALAHAN TAREKAT SUFI : “Saya tidak beribadah ke...
- Puasa dan Berhari Raya Bersama Pemerintah
- PENGAKUAN MANTAN MISIONARIS KRISTEN DAN BUKTI KEBE...
- Ketetapan Syari’at Islam dalam Cara Penentuan Rama...
- Matahari Terbit Di Kampung Laut ” Sepenggal Kisah ...
- Obat Batuk Karena Perubahan Cuaca
- Mengucapkan Salam pada Wanita Non Mahrom
- Menjelang Ramadhan
- Tawakal Kepada Allah dalam Mencari Rezeki
- Antara Iman dan Percaya
- Nasehat Menjelang Ramadhan oleh Syaikh Abdul Aziz ...
- Kesibukan Orang-Orang Shalih di Bulan Ramadhan
- kunci surga
- Shalat dan Puasa di Daerah yang Waktu Siang Sangat...
- Adat yang Rawan Bid’ah dan Kemusyrikan
- Menyambut Kedatangan Ramadhan
- Benarkah Nabi Idris, Nabi Ilyas, Nabi Khidir dan N...
- KUMPULAN BAIT SYA’IR ARAB & ARTINYA : “Syair Arab ...
- Sesungguhnya Mereka Bersaudara
- Sarung “Balapan” Ala Salafi
- Puasa kontemporer
- (BAGUS) CONTOH TEKS/NASKAH KULTUM, PIDATO, CERAMAH...
- Minum Dengan Tangan Kiri Dan Tangan Kanan Diletakk...
- Jilbab wanita
- DO'A MALAIKAT KEPADA ORANG YANG DUDUK MENUNGGU SHALAT
-
▼
July
(49)