Oleh
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi
http://almanhaj.or.id/content/3289/slash/0

Di antara orang yang berbahagia dengan permohonan ampun dan do’a para
Malaikat adalah seorang hamba yang duduk di masjid untuk menunggu
shalat dalam keadaan berwudhu’.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَحَدُكُمْ مَا قَعَدَ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ فِيْ صَلاَةٍ مَا لَمْ
يُحْدِثْ تَدْعُوْ لَهُ الْمَلاَئِكَةُ :اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ."

“Tidaklah seseorang di antara kalian duduk menunggu shalat, selama ia
berada dalam keadaan suci, melainkan para Malaikat akan mendo’akannya:
‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’” [1]


Imam Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab
Shahiihnya dan memberinya judul: “Bab Keutamaan Duduk di Masjid dalam
Rangka Menunggu Shalat, Shalawat Malaikat dan Do’a Malaikat kepadanya,
Selama Ia Tidak Mengganggu Orang Lain dan Selama Wudhu’nya Tidak
Batal.” [2]

Allaahu Akbar! Sungguh sebuah amal yang sangat mudah dilakukan, tetapi
pahalanya sangatlah besar. Seseorang duduk dalam keadaan berwudhu’
untuk menunggu datangnya waktu shalat, maka seakan-akan ia berada
dalam shalat dan para Malaikat mendo’akannya agar ia mendapatkan
ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kasih sayang -Nya.

Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami, saudara-saudara kami,
juga anak-anak kami dari amal yang sangat mulia dan penuh keberkahan
ini. Kabulkanlah, wahai Rabb Yang Mahaagung lagi Mahamulia.

Para ulama Salaf kita sangat gigih melakukan amal yang sangat mulia
ini, dan di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Imam Ibnul Mubarak, dari ‘Atha' bin as-Sa-ib,
beliau berkata: “Kami datang kepada Abu ‘Abdirrahman as-Sulami -ia
adalah ‘Abdullah bin Hubaib- yang menunggu wafatnya di masjid. Lalu
kami berkata: ‘Alangkah baiknya jika engkau pindah ke tempat tidur,
karena di sana autsar (lebih nyaman).’”

Al-Husain -salah satu perawi- berkata, “Autsar maknanya adalah lebih nyaman.”

Beliau berkata: “Fulan meriwayatkan kepadaku, sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِيْ صَلاَةٍ مَا دَامَ فِيْ مُصَلاَّهُ
يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ.

‘Senantiasa salah seorang di antara kalian mendapatkan pahala shalat
selama ia berada di masjid tempat ia shalat untuk menunggu shalat.’”
[3]

Di dalam riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan: “Para Malaikat berkata: ‘Ya
Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia.’”

Beliau (Abu ‘Abdirrahman as-Sulami) berkata: “Aku ingin mati ketika
aku berada di dalam masjid.” [4]

Ya Allah, sayangilah hamba-Mu ini, dan jadikanlah kami sebagai orang
yang menempuh jalan yang telah ditempuhnya. Kabulkanlah ya Allah,
wahai Yang Mahahidup lagi Mahaberdiri sendiri.

Keutamaan lain yang akan didapat oleh orang yang duduk menunggu shalat
-dengan keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala-, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberikan kabar gembira bahwasanya orang yang
berdo’a di antara waktu adzan dan iqamat, niscaya do’anya itu tidak
akan ditolak. Para Imam (yaitu Imam Ahmad, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam
Ibnu Hibban dan Imam Dhi-ya-uddin al-Maqdisi) meriwayatkan dari Anas
Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ، فَادْعُوْا.

‘Sesungguhnya do’a (yang dipanjatkan) di antara adzan dan iqamat tidak
akan pernah ditolak, karena itu berdo’alah.’” [5]

Imam Ibnu Khuzaimah membuat bab pada hadits ini dengan judul: “Bab
Dianjurkannya Berdo’a Antara Adzan dan Iqamat dengan Harapan bahwa
Do’anya Tersebut Tidak Ditolak.”

Ya Allah, jadikanlah do’a tersebut sebagai karunia-Mu yang besar
kepada kami. Kabulkanlah semua permohonan kami, wahai Rabb semesta
alam.

[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man
Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Penerbit
Idarah Turjuman al-Islami-Pakistan, Cetakan Pertama, 1420 H - 2000 M,
Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Di Do'aka Malaikat,
Penerjemah Beni Sarbeni]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, kitab al-Masaajid wa Mawaadhi’ush Shalaah bab
Fadhlu Shalaatil Jamaa’ah wa Intizhaarish Shalaah (I/460 no. 469
(276)).
[2]. Shahiih Ibni Khuzaimah, kitab al-Imaamah fish Shalaah (II/ 376).
[3]. Kitab az-Zuhd, bab Fadhlul Masyi' ilash Shalaah wal Juluus fil
Masjid Dzaalika, no. 420, hal. 141-142.
[4]. Ath-Thabaqaatul Kubra (VI/174-175).
[5]. Al-Musnad (XXI/247 no. 13668 cet. Mu-assasah ar-Risalah), dengan
lafazh dari beliau. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab
ash-Shalaah (I/222 no. 427), al-Ihsaan fii Taqriibi Shahiih Ibni
Hibban kitab ash-Shalaah bab al-Adzan (IV/593-594 no. 1696),
al-Ahaadiits al-Mukhtaarah, bagian Musnad Anas bin Malik z (IV/392-393
no. 1562). Syaikh Syu’aib al-Arna-uth dan rekan-rekannya berkata dalam
catatan pinggir kitab al-Musnad (XXI/247): “Sanadnya shahih.”

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

6 Komentar:

  • Assalamu'alaikum.... mau nanya:
    aq tuh kdg sering suudhon ma Allah, aq mrs knp Allah ngasih aq cobaan atau ujian di luar batas kmampuan q?
    boleh di bilang aq mungkin protes ma Allah
    dan hal ini bikin hatiku jd ga ridho dg smua yg erjadi...
    gmn solusinya tad?

  • Assalamu'alaikum.. ustad ana udah lama mninggalkn sholat wajib di sengaja krn ana sering brburuk sangka pd Allah...
    sholat di lakukan se maunya ana, slm ini aq fikir knp Alah ga adil ma q? knp Allah kasih ujian pd q bgitu amat sgt berattt di luar batas kmampuan q?

    ana kdg sering protes pd Nya... tp hal ini mmbwt hati tdk tenang..dan smakin mnderita. hal ini jg mmbwt ana sering brmksiat tanpa rasa malu atau takut pd Allah...


    mohon gmn solusinya gar ana di kluarkn dr kmelut hidup ini... gar hidup ana ke depan bs bhagia n lebih baik dr kmarin... mohon jwb nya ustad... terimakasih

  • wa'alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh..
    hendaknya antum bersabar ketika mendapat musibah sehingga terhidnar yag namanya su'udzon. sungguh buruknya su'udzan sebagaimana dalam Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
    “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)

    Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah yang ada. Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah zhan yang diperingatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/191)
    Bahaya Su’u zhan

    Zhan atau prasangka secara bahasa memiliki dua makna, yakin dan prasangka (dugaan). Zhan bermakna yakin seperti dalam firman Allah, artinya, “Yaitu orang-orang yang meyakini (يَظُنُّوْنَ), bahwa mereka akan menemui Rabb (Tuhan) mereka, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS.al-Baqarah: 46)

    Zhan bermakna prasangka seperti firman-Nya, artinya, “Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak akan menolongnya (Muhammad) di Dunia dan Akhirat…”(QS. al-Hajj: 15)

    Secara istilah, zhan adalah mengetahui sesuatu, disertai kemungkinan yang kecil kalau pengetahuan dia itu salah. (Syaikh al-Utsaimin)

  • Zhan menurut para ulama ada tiga:

    Zhan yang diharamkan, yaitu su’u zhan (prasangka buruk). Su’u zhan yaitu meyakini sisi buruk seseorang dan lebih menguatkannya dibanding sisi baiknya, dalam hal-hal yang mengandung dua kemungkinan (baik ataupun buruk).

    Zhan yang diperbolehkan, yaitu seseorang yang ragu-ragu dalam jumlah raka’at shalat, maka dia boleh mengikuti zhannya (dugaannya) atau mengikuti keyakinannya. Demikian juga prasangka yang boleh adalah yang muncul di hati seorang muslim terhadap saudaranya disebabkan sesuatu yang menimbulkan kecurigaan/keraguan yang ia lakukan.

    Zhan yang dianjurkan atau diperintahkan, seperti menyangka benar persaksian saksi yang adil, mengikuti zhan yang berlandaskan pada dalil dalam masalah fikih, berbaik sangka kepada Allah, dan kepada kaum muslimin yang adil dan lain-lain.

    Bahaya Su’u zhan
    Imam Ibnu Hajar al-Haitami memasukkan su’u zhan terhadap sesama muslim ke dalam golongan dosa besar yang tersembunyi (batin). Beliau berkata, “Dan dosa besar ini adalah salah satu dosa besar yang wajib diketahui oleh setiap mukallaf (hamba) supaya dia berusaha menghilangkannya. Karena barangsiapa yang hatinya ada sebagian penyakit ini, tidak akan bertemu Allah –wal‘iyadzu Billah- dengan qalbun salim (hati yang selamat).”(az-Zawajir ‘an Iqtiraafil Kabair)

    Su’u zhan meliputi su’u zhan terhadap Allah, dan terhadap kaum muslimin yang adil. Su’u zhan terhadap Allah hukumnya haram. Para ulama menyebutkan bahwa su’u zhan bertentangan dengan tauhid dan kesempurnaannya.

    Syaikh Shalih al-Fauzan berkata dalam I’anatul Mustafid, “Sesungguhnya su’u zhan terhadap Allah bertolak belakang dengan tauhid atau bertentangan dengan kesempurnaannya. Ia bertolak belakang dengan pokok tauhid jika ia bertambah, banyak dan terus-menerus ada pada seseorang. Atau, ia bertolak belakang dengan kesempurnaan tauhid jika ia adalah sesuatu yang datang tiba-tiba atau sesuatu yang sedikit atau hanya terbesit dalam hati saja dan ia belum mengucapkan dengan lisannya. Adapun jika dia sudah mengucapkan dengan lisannya, maka menjadi sesuatu yang bertolak belakang dengan tauhid.”

    Di antara bentuk su’u zhan kepada Allah adalah putus asa dari rahmat Allah, tidak menerima takdir, menganggap Allah tidak adil, doanya tidak akan dikabulkan, dosanya tidak diampuni, kaum Muslimin akan tetap dalam keadaan kalah dan kemenangan akan selama-lamanya berada di tangan orang-orang kafir dan lain-lain.

  • Ibnu ‘Abbas berkata, “Sikap penakut, kikir, tamak dan seluruh watak buruk, kesemuanya adalah termasuk prasangka buruk terhadap Allah.”(Adabusy Syar’iyyah: 47)

    Dan di antara bentuk su’u zhan terhadap kaum muslimin yang adil adalah menuduh mereka dengan perbuatan buruk hanya dengan berdasarkan prasangka belaka, bukan berdasarkan pengetahuan dan bukti yang jelas.

    Seorang yang adil adalah yang taat kepada Allah, mengikuti perintah-perintah-Nya, dan menghindari larangan-larangan-Nya, dan tidak bermaksiat kepada Allah, tidak terjatuh ke dalam perbuatan dosa besar dan sebagian dosa kecil.

    Dan bukanlah yang dimaksud dengan adil, orang yang sama sekali terlepas dari seluruh dosa, tetapi seseorang yang secara umum adalah orang yang berpegang teguh dengan agama, bersungguh-sungguh dalam ketaatan. Sa’id bin al-Musayyib berkata, “Tidak ada seorang terhormat pun, atau pun orang berilmu dan tidak juga penguasa melainkan dia pasti memiliki aib. Namun sebagian manusia ada aibnya yang tidak harus disebutkan, barangsiapa kelebihannya lebih banyak dari kekurangannya, maka kekurangannya itu dianggap sebagai kelebihan.” (al-Kifayah: 79, dan al-Bidayah wan Nihayah: 9/100)

    Imam al-Ghazali berkata dalam Ihya Ulumuddin (3/150), “Ketahuilah bahwa prasangka buruk (su’u zhan) adalah haram seperti halnya ucapan yang buruk. Sebagaimana haram atasmu membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain, maka tidak boleh juga membicarakannya kepada dirimu (hatimu) sendiri dan engkau berprasangka buruk terhadap saudaramu. Dan yang aku maksudkan adalah keyakinan hati terhadap orang lain dengan keburukan. Adapun apa yang terlintas dan bisikan hati maka hal itu dimaafkan, bahkan keraguan juga. Akan tetapi yang dilarang adalah menyangka, dan prasangka adalah kata lain dari sesuatu yang dijadikan sandaran yang hati condong kepadanya.

    Allah berfirman, artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan prasangka, (karena) sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.”(QS. al-Hujurat:12)

    Dan sebab pengharamannya adalah bahwa rahasia hati tidak ada yang mengetahui kecuali Dzat Yang Maha Tahu tentang hal yang ghaib. Tidak ada hak bagimu untuk meyakini keburukan orang lain, kecuali jika nampak jelas dengan mata, yang tidak menerima takwil (tafsiran), maka saat itu tidak ada hal lain bagimu selain meyakini apa yang engkau ketahui dan engkau lihat. Dan apa-apa yang tidak engkau lihat dengan mata, dan tidak engkau dengar dengan telinga, tetapi muncul dalam benakmu, maka sesungguhnya setanlah yang telah melontarkan prasangka itu kepada- mu, engkau harus mendustakannya, karena sesunggguhnya setan adalah makhluk yang paling fasik. Allah telah berfirman, artinya, “Wahai orang yang beriman, jika orang fasik membawa berita kepadamu maka periksalah.” (QS. al-Hujurat: 6)

  • Su’u zhan terhadap sesama muslim, juga termasuk salah satu dosa besar. Hal itu dikarenakan ia akan dipengaruhi oleh setan untuk meremehkan seseorang, tidak menunaikan hak-haknya, kurang memuliakannya, dan mengumbar lisan, melecehkan kehormatannya. Dan semua ini adalah hal-hal yang membinasakan.

    Dan setiap orang yang berprasangka buruk kepada orang lain, menunjukkan aib orang lain, maka ketahuilah bahwa hal itu disebabkan buruknya batin dan watak. Karena seseorang yang beriman mencari udzur-udzur (alasan-alasan positif kenapa orang lain itu melakukan perbuatan tersebut) dan karena selamatnya hati mereka, sedangkan orang munafik, mencari-cari aib seseorang karena buruknya batin mereka.

    Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata, “Tidak boleh engkau berprasangka buruk kepada saudaramu sesama muslim, kecuali jika terlihat sesuatu yang tidak mungkin lagi untuk ditakwil (dicari-cari alasannya). Jika seseorang yang adil mengabarkan kepadamu tentang hal itu, lalu hatimu condong untuk membenarkan maka engkau tidak bersalah. Karena jika engkau mendustakan, berarti engkau telah berburuk sangka terhadap orang yang mengabarkannya. Tidak pantas engkau berbaik sangka terhadap seseorang dan berburuk sangka terhadap orang lain, akan tetapi hendaknya engkau mencari tahu, apakah di antara keduanya ada permusuhan atau kedengkian. ”(Mukhtashor Minhajil Qashidin: 172)

    Obat Buruk Sangka
    Untuk mengobatinya Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata, “Setiap kali terbesit dalam hatimu sesuatu yang buruk terhadap sesama muslim, maka hendaknya engkau menambah perhatianmu kepadanya, dan doakan dia dengan kebaikan. Sungguh hal itu mengurangi pengaruh setan dan mengusirnya darimu. Dan jika terbukti kekeliruan (ketergelinciran) seorang muslim, maka nasihatilah dia dengan rahasia (empat mata). Dan ketahuilah sesungguhnya salah satu buah dari buruk sangka adalah sikap memata-matai, yang dapat merusak tirai penutup kaum muslimin.” semoga allah memberikan hidayah kepda kita semua untuk istiqomah di atas dienul islam yang haq

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers