Dari: Nur
Jawaban:
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Allah Ta’ala berfirman,
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah
mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh
dengan kerelaan. Namun jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
mahar itu dengan kerelaan, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An Nisa’: 4)
Ayat ini dijadikan dalil
oleh para ulama bahwa mahar dalam pernikahan sepenuhnya menjadi hak
mempelai wanita. Siapa pun orangnya, termasuk orang tua pengantin
wanita, tidak memiliki hak sedikit pun untuk mengambil mahar anaknya.
Ibn Hazm mengatakan,
ولا
يحل لأب البكر – صغيرة كانت أو كبيرة – أو الثيب، ولا لغيره من سائر
القرابة أو غيرهم: حكم في شيء من صداق الابنة، أو القريبة، ولا لأحد ممن
ذكرنا أن يهبه، ولا شيئا منه، لا للزوج – طلق أو أمسك – ولا لغيره، فإن
فعلوا شيئا من ذلك فهو مفسوخ باطل مردود أبدا
“Tidak halal bagi ayah
seorang gadis, baik masih kecil maupun sudah besar, juga ayah seorang
janda dan anggota keluarga lainnya, menggunakan sedikit pun dari mahar
putri atau keluarganya. Dan tidak sorang pun yang kami sebutkan di atas,
berhak untuk memberikan sebagian mahar itu, tidak kepada suami baik
yang telah menceraikan ataupun belum (menceraikan), tidak pula kepada
yang lainnya. Siapa yang melakukan demikian, maka itu adalah perbuatan
yang salah dan tertolak selamanya.” (al-Muhalla, 9/115).
Namun jika mempelai wanita
mengizinkan kepada suaminya atau orang tuanya dengan penuh kerelaan
hatinya maka dibolehkan bagi suami atau orang tua untuk mengambilnya.
(Simak Tafsir Ibn Katsir, 2/150).
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer