Keadaan
Ummat Islam digiring ke tempat-tempat yang rawan kemusyrikan. Itu jelas
sangat membahayakan. Bahkan yang lebih menyedihkan, kemusyrikan dengan
aneka ubo rampe-nya (perangkat) dan tetek bengek-nya (aneka macamnya) itu seakan dipiara bahkan dikembang suburkan. Itupun oleh aneka pihak.
Masih
ada yang lebih memprihatinkan lagi, ketika kemusyrikan itu dipelihara
dengan menyuburkan pelacuran tanpa malu-malu dan tega pula menyebut
tempat mesum dan kemusyrikan itu sebagai tempat wisata. Ini bukan cerita
khayal, tetapi terjadi nyata di negeri yang disebut religious alias
agamis, padahal tidak bermoral dan merusak agama. Di antara contohnya
adalah apa yang terjadi di kuburan Gunung Kemukus di Jawa Tengah.
Di
zaman Presiden Soeharto, pernah Media Dakwah terbitan Dewan Dakwah
memberitakan, MUI Kabupaten Sragen meminta agar tempat mesum dan
kemusyrikan di kuburan itu Gunung Kemukus ditutup. Namun malah MUI
dibalikin (dibantah dengan membalikkan perkataan), agar MUI mengganti
retribusi yang setiap waktu diterima Pemda.
Benar-benar
memalukan. Itu keterlaluan. Bila diperbandingkan, masih agak lebih
“sopan” ketika ada seorang tetangga yang anaknya jadi pelacur, misalnya,
lalu dinasihati orang, agar menghentikan anaknya yang merusak moral
masyarakat itu. Lalu dijawab, kalau begitu, ya silahkan kamu ganti duit
yang setiap saat aku terima dari anakku yang pelacur itu.
Kenapa
lebih “sopan”, karena perusakan dari satu orang itu hanya akan menimpa
sejumlah kecil korban. Bahkan setelah dinasehati seperti itu mungkin
kemudian keluarga itu minggat atau menghilang. Tetapi kasus Gunung
Kemukus yang memalukan itu masih dipelihara sampai sekarang. Walaupun
yang dulunya beralasan seperti itu mungkin sudah dipanggil Allah Ta’ala
untuk tunggu giliran dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya, atau
sudah pension atau tidak berkuasa lagi, namun penerusnya masih
meneruskannya.
Itulah
kenyataan sengaja merusak moral masyarakat dan memporak porandakan
aqidah Ummat yang dilakukan oleh orang-orang yang mendapatkan amanat. Di
saat tempat pelacuran dapat dihapus di berbagai tempat, bahkan di
Kramat Tunggak Tanjung Priok Jakarta dapat dibredel kemudian didirikan
Masjid dengan Islamic Center, ternyata kalau pelacuran itu plus
kemusyrikan seperti di kuburan Gunung Kemukus justru diberlangsungkan.
Betapa tidak punya rasa malu, mereka itu.
Lantaran ngeyelnya para perusak masyarakat namun menduduki jabatan apa yang disebut pamong (pengasuh
rakyat), ditambah dengan aneka pihak yang sejalan dalam merusak moral
masyarakat dan agama Ummat, maka dalam rentang waktu yang baru sepuluhan
tahun-an saja kerusakannya telah sebegitu dahsyatnya. Oleh karena itu,
penulis mengungkapkan, atas pertolongan Allah Ta’ala, menyusun buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara karya Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede.
Ini adalah untuk membendung dan bahkan memberantas ketidak lurusan itu
semua. Agar Ummat Islam ini memahami betapa besar bahaya yang melanda
bagi Ummat ini. Setelah itu semoga mereka kembali ke jalan yang benar,
bertaubat, dan tidak lagi mendekati praktek-praktek yang rawan syirik.
Untuk
mengembalikan kepada ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah secara pemahaman para ulama yang mengikuti manhaj yang
selamat, buku ini diberi ulasan-ulasan mengenai hal yang menyimpang
berkaitan dengan kuburan. Ulasan itu dilandasi dengan dalil-dalil yang
jelas, sehingga para pembaca diharapkan mampu menyerapnya dengan baik.
Penguasa kebijakannya melanggar konstitusi dan sekaligus melanggar agama
Dalam
buku ini di sana sini ada nada mengharap agar pihak-pihak yang berkuasa
tidak menambahi terjerumusnya Ummat Islam kepada kesesatan bahkan
kemusyrikan berkaitan dengan kuburan. Entah dengan dalih cagar budaya,
pelestarian sejarah atau apapun, yang jelas kalau itu mendukung
kemusyrikan maka sama sekali bukan kebijakan yang mengikuti aturan, bila
melestarikannya. Karena aturan secara konstitusi justru agama ini
(Islam) dilindungi atau dijamin., Sedang membiarkan bahkan mendukung
adanya penyelewengan agama (dari tauhid kepada syirik) itu berarti bukan
melindungi agama tetapi adalah mendukung adanya penyelewengan bahkan
perusakan agama.
Jadi
dua perkara yang dilanggar oleh para penguasa bila yang terjadi seperti
itu, yakni melanggar konstitusi dan sekaligus melanggar agama.
Ketika kondisinya seperti itu, sedang semuanya diam, bahkan menganggapnya wajar, maka seakan buku ini justru dianggap aneh.
Untuk
membuktikan bahwa buku ini ibarat barang putih, sedang lakon yang
disoroti di buku ini adalah lakon yang gelap bila ditimbang dari dalil
agama (Islam), maka pembaca dipersilakan menyimak lembar demi lembar
(362 halaman). Insya Allah akan ketemu bukti-buktinya. (haji).
(Dari
bedah buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara karya Hartono Ahmad
Jaiz dan Hamzah Tede di Islamic Book Fair 2011/ 1432H di Istora Senayan,
Jakarta, Kamis 10 Maret 2011).
(nahimunkar.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer