Sejumlah jamaah umrah telah mengambil
benang kiswah menggunakan cincin dan gunting dengan harapan bahwa benang
dari penutup Ka’bah itu akan membawa keberuntungan dan berkah untuk
mereka.
Keyakinan batil itu mereka praktekkan,
disamping mengakibatkan rusaknya kiswah (selimut) Ka’bah akan merusak
pula keimanan mereka. Karena perbuatan itu bertentangan dengan keyakinan
Islam.
Di antara penyebab terjadinya tabarruk
(cari berkah) yang dilarang seperti itu adalah bodoh tentang agama,
ghuluw (ekstrim) terhadap orang shalih, menyerupai orang kafir dan
mengagungkan tempat-tempat yang dianggap bertuah atau keramat. Wal
‘iyadzu billah.
Inilah beritanya, dan di bagian bawah ada artikel tentang tabarruk (ngalap bekah, cari berkah) yang boleh dan yang dilarang.
Sejumlah Jamaah Umrah Merusak Kiswah untuk Mencari “Berkah”
Makkah– Karena
ketidakpahaman, sejumlah jamaah umrah telah mengambil benang kiswah
menggunakan cincin dan gunting dengan harapan bahwa benang dari penutup
Ka’bah itu akan membawa keberuntungan dan berkah untuk mereka.
Amalan sia-sia yang mereka lakukan itu telah mengakibatkan rusaknya kain penutup Ka’bah, lapor harian Mekkah, seperti dilansir SG pada Selasa (10/6/2014).
Direktur pabrik kiswah Ka’bah, Muhammad Bajoudah, mengatakan banyak jamaah umrah yang mengambil benang kiswah dan bahkan kemudian menelannya karena keyakinan mereka yang salah. Dia mengatakan ini adalah karena ketidaktahuan mereka akan amalan-amalan yang benar.
Para jamaah Umrah dan Haji melakukan
praktek-praktek yang bertentangan dengan ritual yang benar, di mana
mereka memotong benang kiswah hingga merusaknya.
Bajoudah mengatakan ada sebuah departemen
di pabrik kiswah yang memperbaiki bagian-bagian kiswah yang telah
dirusak jamaah yang tidak bertanggungjawab.
Dia menambahkan bahwa ada tim ahli,
spesialis dan petugas lapangan yang menangani masalah ini yang terjadi
hampir setiap hari karena pengertian yang salah dari para jamaah.
Dia pun berdoa semoga Allah membimbing mereka kembali ke jalan yang benar.
(banan/arrahmah.com) Banan Rabu, 12 Sya’ban 1435 H / 11 Juni 2014 08:30
***
Tabarruk (Ngalap Berkah) yang Boleh dan yang Dilarang
By nahimunkar.com on 26 April 2013
Tabarruk artinya mencari barakah
(ngalap berkah, Jawa). Bertabarruk dengan sesuatu artinya mencari berkah
dengan perantaraan sesuatu tersebut. (Lihat an-Nihayah fi Gharib
al-Hadits, Ibnu Atsir bab al Ba’ ma’a al Ra’, 1/120)
Tidak diragukan lagi bahwa barakah dan
kebaikan ada di tangan Allah subhanahu wata’ala. Dia terkadang
mengkhususkan pada sebagian makhluk-Nya dengan memiliki keutamaan
tertentu dan barakah. Barakah pada dasarnya adalah ungkapan untuk
sesuatu yang tetap dan terus menerus, atau sering digunakan untuk
istilah sesuatu yang tumbuh dan berkembang.
Maka yang dimaksudkan dengan barakah di antaranya adalah:
1. Tetapnya kebaikan sesuatu dan kelanggengannya.
2. Banyak dan bertambahnya kebaikan, terus-menerus sedikit demi sedikit.
3. Tabaraka, yakni lafal khusus untuk
Allah subhanahu wata’ala, yang menurut Imam Ibnul Qayyim memiliki arti
abadi keberadaan-Nya, tak terhingga kebaikan, keagungan, ketinggian,
kebesaran dan kesucian-Nya. Segala macam kebaikan datang dari sisi-Nya,
dan juga pemberian barakah dari Allah kepada sebagian makhluk-Nya.
Di antara yang memiliki berkah adalah al-Qur’anul Karim, karena
mengandung kebaikan yang tak terhingga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam juga memiliki berkah, dalam arti Allah subhanahu
wata’ala menjadikan keberkahan pada diri beliau. Barakah Rasulullah
dapat bersifat maknawi, yakni berupa risalah yang diembannya yang
membawa kebaikan dunia dan akhirat. Dan juga barakah secara fisik, yaitu
berkah dalam segala perbuatan beliau yang di antaranya berupa mukjizat,
serta berkah dari anggota badan beliau.
Kita tidak memungkiri bahwa seluruh
nabi dan para malaikat adalah membawa berkah, demikian juga orang-orang
shalih, namun kita tidak bertabarruk dengan mereka. Kita tidak
bertabarruk dengan mereka itu, semata-mata karena tidak adanya dalil
yang mensyari’atkannya hal tersebut, bukan karena memungkiri keberadaan
barakah pada mereka.
Demikiaan juga
beberapa tempat yang memiliki barakah, seperti Masjidil Haram, Masjid
Nabawi, Masjidil Aqsha kemudian masjid-masjid lain secara umum. Ada juga
sebagian waktu yang memiliki barakah seperti bulan Ramadhan, Lailatul
Qadr, Sepuluh pertama Dzulhijjah, hari Jum’at, bulan-bulan Haram,
sepertiga malam akhir dan lain sebagainya. Dan cara mencari
barakahnya pun dengan melaksanakan berbagai amalan yang disyari’atkan
pada tempat-tempat dan waktu-waktu tersebut, sedang keberkahannya tetap
dimohonkan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ada juga beberapa benda yang mengandung
berkah, seperti air zam-zam, dan juga air hujan karena dengan sebabnya
tanaman tumbuh subur, manusia dan binatang dapat minum dan menghasilkan
berbagai buah-buahan. Juga pohon zaitun, susu, kuda, domba dan kurma.
TABARRUK YANG DISYARI’ATKAN
1.Bertabarruk dengan Dzikrullah dan Membaca al-Qur’an
Mencari barakah dengan al-Qur’an bukan
dengan cara meletakkan mushaf al-Qur’an di kamar, di rumah atau di dalam
mobil agar mendatangkan keselamatan. Namun mencari barakah di sini
adalah berupa dzikir dengan hati, lisan serta mengamalkan al-Qur’an dan
as-Sunnah sesuai tuntunan. Merupakan bentuk keberkahan adalah ketenangan
dan kekuatan hati untuk melakukan ketaatan, terbebas dari berbagai
macam kerusakan, memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, ampunan dari
dosa, turunnya sakinah dan kelak al-Qur’an akan menjadi syafaat pada
hari Kiamat bagi para pembacanya.
2.Bertabarruk dengan Diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Masih Hidup.
Ini dikarenakan diri (dzat) Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mubarakah (memiliki berkah), dan
termasuk juga apa yang ada kaitannya dengan beliau. Oleh karena itu kita
dapati para sahabat bertabarruk dengan diri beliau. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu bahwa para sahabat
pernah mengambil berkah dengan cara memegang tangan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam lalu mengusapkan ke wajah-wajah mereka. Dan ternyata
tangan beliau lebih sejuk daripada salju dan lebih harum daripada minyak
misik. (riwayat al-Bukhari dalam Kitab Manaqib, bab sifat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam 4/200 no.3553).
Demikian pula diriwayatkan bahwa para
sahabat bertabarruk dengan pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ,
dengan air wudhu beliau, dengan sisa air minum beliau. Mereka juga
bertabarruk dengan benda-benda yang terpisah dari beliau misalnya,
rambut beliau dan segala sesuatu yang pernah dipakai oleh beliau seperti
baju, bejana, sandal dan lain sebagainya.
Bertabarruk dengan diri Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tidak dapat dikiaskan pada orang lain selain beliau.
Beliau tidak pernah memerintahkan kepada sahabatnya untuk melakukan itu,
dan tidak pernah ada di antara para sahabat yang saling mengambil
berkah terhadap sahabat-sahabat yang utama seperti bertabarruk dengan
Abu bakar, Umar, Utsman, Ali radhiyallahu ‘anhum dan juga sepuluh
sahabat yang dijamin masuk surga, padahal mereka adalah manusia termulia
sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam .
Dengan demikian bertabarruk dengan dzat
orang shalih dan para ulama adalah sama sekali tidak disyari’atkan.
Bertabarruk dengan mereka di antaranya dengan cara mendengarkan nasehat
mereka, minta doa mereka serta hadir dalam majlis-majlis ilmu mereka.
Dan inilah keberkahan dan kebaikan yang paling bermanfaat dan terbesar.
3.Bertabarruk dengan Meminum Air Zam-Zam
Air Zam-Zam merupakan air yang paling baik
dan utama di muka bumi, orang yang meminumnya akan merasa kenyang dan
bahkan mencukupi seseorang sekiranya dia tidak memakan makanan. Dan
meminumnya dapat diniatkan untuk mengobati penyakit, karena air tersebut
dapat memberikan manfaat sesuai dengan tujuan yang meminumnya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang air Zam-Zam,
« إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ وَشِفَاءُ سُقْمٍ ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِى الصَّحِيحِ عَنْ هَدَّابِ بْنِ خَالِدٍ.
artinya,
“Sesungguhnya dia mengandung berkah, makanan yang mengenyangkan dan obat bagi penyakit.” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya dia mengandung berkah, makanan yang mengenyangkan dan obat bagi penyakit.” (HR. Muslim)
4.Mengambil Berkah Air Hujan
Tidak diragukan lagi bahwa air hujan
adalah mubarak (diberkahi) karena Allah subhanahu wata’ala mendatangkan
keberkahan dengan hujan tersebut. Dengannya manusia dan binatang
memperoleh minum, pepohonan tumbuh subur, menghasilkan buah-buahan dan
dengannya pula Allah membuat segala sesuatu menjadi hidup.
Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah kehujanan. Anas lalu mengatakan, “Maka Rasulullah membuka
sebagian bajunya sehingga terkena air hujan.”[1]
TABARRUK YANG DILARANG
1.Bertabarruk dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Setelah Beliau Wafat.
Bertabarruk dengan diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau wafat adalah tidak diperbolehkan kecuali dalam dua hal:
· Pertama; Dengan beriman, taat dan
ittiba’ kepada beliau. Maka barang siapa yang melakukan itu semua dia
mendapatkan kebaikan yang banyak dan pahala yang besar serta mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
· Ke dua; Bertabarruk dengan peninggalan
beliau yang telah terpisah dari beliau seperti pakaian beliau, rambut
beliau, bejana atau tempat minum beliau dan lainnya yang masih terkait
dengan diri beliau.
Dan selain yang demikian itu tidaklah
disyari’atkan. Tidak boleh bertabarruk dengan kubur beliau dan melakukan
safar khusus untuk tujuan ziarah kubur beliau. Kita disunnahkan
berziarah kubur beliau jika kita memang telah berada di Madinah atau
ketika ziarah Masjid Nabawi.
Adapun cara berziarah kubur beliau yang
benar adalah; Apabila kita masuk masjid Nabi, maka shalat tahiyatul
masjid lalu menuju kubur beliau dan berdiri dengan sopan menghadap kamar
(ruang kubur) lalu dengan pelan dan sopan mengucapkan, “Assalamu’alaika
ya Rasulallah”. Tidak boleh berdoa di sisi kubur beliau, tidak boleh
meminta syafa’at, mengusap kubur dan mencium dindingnya.
Tidak boleh bertabarruk dengan tempat yang
beliau duduki, atau tempat yang pernah beliau gunakan untuk shalat,
jalan yang pernah beliau lewati, tempat turunnya wahyu, atau bertabarruk
dengan tempat beliau lahir, malam kelahirannya, malam isra’ mi’raj dan
selainnya .
2.Bertabarruk dengan Orang Shalih
Tidak boleh bertabarruk dengan orang
shalih, baik dengan dzatnya, bekasnya, tempat ibadahnya, tempat
berdirinya, kuburnya dan juga tidak boleh melakukan perjalanan jauh
untuk mengunjungi kuburnya. Tidak boleh shalat di samping kuburnya,
meminta berbagai keperluan, mengusap, dan beri’tikaf di sisinya. Juga
tidak boleh bertabarruk dengan hari atau tempat kelahiran mereka. Barang
siapa melakukan itu untuk bertaqqarrub kepada mereka dengan keyakinan
bahwa mereka dapat memberikan manfaat dan madharat, maka dia telah
berbuat syirik besar. Sedangkan yang meminta keberkahan kepada
Allah subhanahu wata’ala dengan perantaraan mereka, maka dia telah
melakuakn bid’ah yang mungkar.
3.Bertabarruk Dengan Gunung dan Tempat Tertentu
Bertabarruk seperti ini bertentangan dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan dapat menyebabkan
seseorang mengagungkan (mengeramatkan) tempat-tempat tersebut. Tidak
dibenarkan mengqiaskan dengan Hajar Aswad, Ka’bah dan mengusap rukun
Yamani, karena ini merupakan ibadah yang bersifat tauqifiyah(sebatas
mengukuti dalil). Imam Ibnul Qayyim berkata, “Tidak ada tempat di muka
bumi ini yang disyari’atkan untuk dicium dan diusap selain Hajar Aswad dan Rukun Yamani.”(Zadul Ma’ad 1/48)
Sehingga tidak dibenarkan seseorang
mencium atau mengusap dinding masjid, mencium maqam Ibrahim atau hijir
Ismail, dan tidak boleh bertabarruk dengan gua Hira’ atau jabal Nur,
sengaja shalat di sana. Tidak boleh bertabarruk dengan gua Tsur, Jabal
Arafah (jabal Rahmah), Jabal Abu Qubais, gunung Tursina dan secara umum
tidak boleh bertabarruk dengan pohon-pohon, batu-batu dan gunung-gunung
yang lainnya.
Di antara
penyebab terjadinya tabarruk yang dilarang adalah bodoh tentang agama,
ghuluw (ekstrim) terhadap orang shalih, menyerupai orang kafir dan
mengagungkan tempat-tempat yang dianggap bertuah atau keramat. Wal ‘iyadzu billah.
Diringkas dari “Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid’ah,” hal 118-133, Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani. (khalif/ Artikel Buletin An-Nur disertai matan hadits dan sedikit keterangan oleh nahimunkar.com)
Selasa, 30 Nopember 04
[1] عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ أَنَسٌ أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَطَرٌ قَالَ فَحَسَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَوْبَهُ حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ. فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا قَالَ « لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى ».
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kehujanan. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga
terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau
melakukan demikian?’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
“Karena dia baru saja Allah ciptakan.”(HR. Muslim no. 2120)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer