Wahhâbi dalam versi orang-orang yang tak paham ini
adalah gelar yang disematkan kepada para pengikut dakwah Syaikh Muhammad
bin Abdul-Wahhâb –rahimahullâh–, padahal beliau –rahimahullâh–
tidak pernah mendeklarasikan penamaan itu. Nama itu disematkan oleh
orang-orang yang tidak suka dengan dakwah beliau, sepertinya ada tujuan
yang kurang baik, sebab jika tujuannya menisbatkan apa yang beliau
ajarkan kepada beliau, mestinya dinisbahkan kenama beliau, bukan
Wahhâbi.
Berbagai tuduhan diarahkan kepada beliau –rahimahullâh–. Misalnya, beliau –rahimahullâh–
dituduh tidak memiliki guru, tidak mencintai Rasûlullâh shallallâhu
'alaihi wa sallam dan ahlul bait, tidak mencintai orang-orang shâlih.
Bahkan ada yang menggambarkan Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhâb –rahimahullâh– sebagai pribadi yang haus darah, mudah mengkafirkan kaum Muslimin yang tidak sependapat dengan beliau –rahimahullâh–. Dan yang lebih menyeramkan lagi, ada yang mengaitkan beliau –rahimahullâh–
dengan dajjal, hanya dikarenakan tempat kelahiran beliau yang dianggap
sama dengan tempat kemunculan dajjal. Orang yang mengikuti dakwah beliau
–rahimahullâh– juga mengalami hal yang tidak jauh beda dengan beliau –rahimahullâh–.
Di antara alasan penolakan para penentang dakwahnya adalah karena mereka menganggap Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhâb –rahimahullâh–
tidak mencintai Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan ahlul
bait. Apakah tuduhan ini benar? Berbicara tentang cinta, itu adalah
urusan hati yang keberadaan dan kadarnya tidak bisa diketahui orang
lain. Hanya Allâh Ta'âla dan kemudian si pelakunya yang mengetahui.
Adapun orang lain, dia akan mengetahuimya setelah diberi tahu atau
melihat indikasi yang nampak dari si pelaku dalam menunjukkan
kecintaannya itu. Indikasi mencintai Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa
sallam adalah mengikuti ajaran Beliau.
Allâh Ta'âla berfirman, yang artinya: Katakanlah
(wahai Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, ikutilah
aku, niscaya Allâh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” -QS Ali Imrân/3
ayat 31- dan demikian itu juga yang dilakukan para Sahabat dalam
membuktikan cinta mereka kepada beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam.
Abdullâh Ibnu Umar –radhiyallâhu 'anhuma–
misalnya, beliau terus berusaha mengikuti semua tindakan yang pernah
dilakukan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, baik saat berada di
Madinah maupun ketika beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam
perjalanan. Semestinya indikasi ini menjadi perhatian kita untuk
mengukur kadar dan bukti kecintaan tersebut; ada cinta dalam hati
ataukah tidak? Ataukah hanya sekedar pengakuan kosong? Dan ternyata
fakta di lapangan, para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhâb
–rahimahullâh– sangat antusias menjalankan Sunnah meski
ditentang banyak orang. Fakta ini, mestinya mendorong kita untuk
husnuzhan dan tidak mencurigai mereka, apalagi menuduhnya dengan tuduhan
keji.
Permasalahan penting lain yang dituduhkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhâb –rahimahullâh–
dan para penyambut dakwahnya yaitu mudah menjatuhkan vonis kafir kepada
kaum Muslimin. Tuduhan ini tentu perlu pembuktian, karena ini merupakan
permasalahan berat dan penting. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa
sallam menjelaskan:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا
Jika ada seseorang yang mengatakan kepada saudaranya “wahai orang kafir” maka ucapan itu akan kembali kepada salah satunya.(HR al-Bukhâri)
Jika anggapan itu sesuai dengan kenyataan, maka
yang mengatakannya selamat. Sebaliknya, jika anggapan itu tidak sesuai,
maka yang mengatakannya akan menanggung akibat yang sangat buruk.
Sedangkan Syaikh Muhammad bin Abdil-Wahhâb –rahimahullâh–,
sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul-Lathîf bin Abdirrahmân Âlu
Syaikh, termasuk orang yang paling menjaga dan menahan diri dalam
menjatuhkan vonis kafir, bahkan beliau –rahimahullâh– tidak
berani memastikan kafirnya orang yang berdoa kepada selain Allâh Ta'âla
karena jahil, (misalnya berdoa kepada, Red.) penghuni kubur atau
lainnya, jika tidak ada orang yang mengingatkannya. Begitu pula dengan
Pemerintah Arab Saudi yang meneruskan dakwah Syaikh Muhammad bin
Abdil-Wahhâb –rahimahullâh– ternyata tidak mengkafirkan para
jama’ah haji yang berjuta-juta, bahkan justru terus meningkatkan
pelayanan kepada para jama’ah haji ini. Dan masih banyak lagi tuduhan
yang diarahkan, namun tidak sejalan dengan fakta.
Semoga Allâh Ta'âla membuka hati kita dan kaum
Muslimin untuk senantiasa menerima kebenaran, meskipun berbeda dengan
kebiasaan kita.
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVII)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer