Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A. hafizhahullah


Alhamdulillâh, salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , keluarga dan Sahabatnya. Penindasan dan kehinaan yang diderita oleh umat Islam saat ini, menjadikan sebagian umat Islam menyerukan agar diadakan konsolidasi antara semua aliran yang ada. Hanya saja, seruan tersebut sering kali kurang direncanakan dengan baik, sehingga tidak menghasilkan apapun. Di antara upaya konsolidasi dan merapatkan barisan yang terbukti tidak efektif ialah upaya merapatkan barisan Ahlus Sunnah dengan sekte Syi’ah, dengan menutup mata dari berbagai penyelewengan sekte Syi’ah. Konsolidasi semacam ini bukannya memperkuat barisan umat Islam, namun bahkan sebaliknya, meruntuhkan seluruh keberhasilan yang telah dicapai umat Islam selama ini. Karena itu, melalui tulisan ringkas ini, saya ingin sedikit menyibak tabir yang menyelimuti sekte Syi’ah.
Dengan harapan, kita semua dapat menilai, benarkah Ahlus sunnah memerlukan konsolidasi dengan mereka?Pandangan Akidah Ahlus Sunnah dan Keyakinan Syi’ah tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sebagai seorang Muslim, Anda pasti beriman bahwa sesembahan Anda hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah Pencipta langit dan bumi beserta seluruh isinya, dan Dia pula yang mengatur semuanya. Demikianlah keyakinan umat Islam secara umum dan syariat dalam Alqurân,

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit, dan bumi seperti itu pula. Perintah Allah terus-menerus berlaku di antara alam langit dan alam bumi, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Q.S. at-Thalâq/65: 12).
Umat Islam meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mentukan takdir seluruh makhluk-Nya, sehingga tidak ada satu kejadian pun kecuali atas kehendak-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi, dan ‘Arsy-Nya berada di atas air. (H.R. Muslim).
Pada suatu hari, Sahabat Ubâdah bin Shâmit radhiallahu ‘anhu memberikan petuah kepada putranya dengan mengatakan,

Wahai anakku, sesungguhnya engkau tidak akan dapat merasakan manisnya iman hingga engkau percaya bahwa sesuatu yang (ditakdirkan) menimpamu, tidak mungkin meleset darimu. Sebaliknya, sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu. Aku mendengar Rasulullâh bersabda, ‘Sesungguhnya, pertama kali Allah menciptakan al-Qalam (Pena), Ia befirman kepadanya, ‘Tulislah.’ Mendengar perintah itu, al-Qalam berkata, ‘Wahai Rabb-ku, apa yang harus  aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu hingga kiamat tiba.’” (Lalu Sahabat Ubâdah bin Shâmit melanjutkan petuahnya dengan berkata), “Wahai anakku! aku telah mendengar Rasulullâh bersabda,’Barangsiapa mati di atas keyakinan menyelisihi keyakinan ini, maka ia tidak termasuk  dari golonganku.” (H.R. Abu Dâwud).
Demikianlah sekelumit tentang akidah umat Islam tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, tahukah Anda apa ideologi sekte Syi’ah? Simaklah ideologi mereka dari riwayat yang termaktub dalam kitab terpercaya mereka, yaitu Al-Kâfi karya al-Kulaini:
                Abu Hâsyim al-Ja’fary menuturkan, “Pada suatu hari aku berkunjung ke rumah Abul Hasan (Ali bin Muhammad-pen) ‘alaihissalâm sepeninggal putranya Abu Ja’far (Muhammad-pen). Kala itu aku berencana mengatakan, ‘Seakan kejadian yang menimpa Abu Ja’far dan Abu Muhammad  (al-Hasan bin Ali ) pada saat ini serupa dengan yang dialami oleh Abul Hasan Mûsa dan Ismâîl putra Ja’far bin Muhammad ‘alaihimussalâm.’ Kisah keduanya (Ali dan Muhammad bin Muhammad) serupa dengan kisah keduanya (Mûsa dan Ismâîl bin Ja’far), dikarenakan Abu Muhammad al-Murji menjadi imam sepeninggal Abu Ja’far ‘alaihissalâm. Tiba-tiba Abul Hasan menatapku sebelum aku sempat mengucapkan sepatah katapun, lalu ia berkata, ‘Benar, wahai Abu Hâsyim, Allah memiliki pendapat baru tentang Abu Muhammad sepeninggal Abu Ja’far yang sebelumnya tidak Dia ketahui. Sebagaimana sebelumnya muncul pendapat baru pada Mûsa (bin Ja’far) sepeninggal Ismâîl (bin Ja’far) suatu pendapat baru yang selaras dengan keadaannya. Kejadian ini  sebagaimana yang terbetik dalam jiwamu, walaupun orang-orang yang sesat tidak menyukainya.’ [Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/327]
                Demikianlah Saudaraku! sekte Syi’ah meyakini adanya perubahan pada pengetahuan dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga Ia berubah pendapat dan keinginan karena terjadi sesuatu yang di luar pengetahuan dan kehendak-Nya.
Menurut hemat Anda! Mungkinkah seorang Muslim memiliki keyakini semacam ini?
-bersambung insya Allah-
Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 12 Tahun XIII


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers