Lihatlah di sekitar kita, sebagian besar manusia seperti telah dengan sengaja memutus urat malunya sendiri. Zina antara dua orang malah disebut “bukti cinta”, suap dan korupsi menjadi sumber harta pribadi yang dihalalkan oleh banyak orang, wanita tak segan-segan memamerkan dirinya secara gratis kepada siapa saja, perzinaan pinggir jalan dilokalisasi dalam sebuah kubangan hitam yang terlihat gemerlap, dunia semakin dikejar siang-malam, aturan agama dilemparkan ke belakang karena dianggap tak lagi sesuai perkembangan zaman.
Duhai saudariku, menutup mata rasanya tak terlalu berarti, karena ini terjadi di seluruh penjuru mata angin. Tak menutup mata pun, kita masih tetap bisa mendengar dan mencium aroma perbuatan-perbuatan setan ini.
Bagi engkau, duhai Saudari yang kucinta karena Allah, singgahlah sebentar di sini … ayat-ayat Allah akan dijelaskan kepada kita. Bagi jiwa yang fitrahnya masih suci, insya Allah nasihat ini akan benar-benar bisa diresapi.
Apakah penduduk negeri itu merasa aman?
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم
بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم
بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ
“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka
sedang tidur?” (Qs. Al-A’raf: 97)
أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ
“Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan
naik ketika mereka sedang bermain?” (Qs. Al-A’raf: 98)
أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang
yang merugi.” (Qs. Al-A’raf: 99)Pelajaran untuk kita
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Allah berfirman mengabarkan betapa sedikitnya keimanan para penduduk negeri yang menjadi tempat diutusnya para rasul. Sebagaimana firman Allah,
فَلَوْلا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلا قَوْمَ
يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ
‘Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman lalu
imannya itu bermanfaat kepadanya, selain kaum Yunus? Tatkala mereka
(kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang
menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada
mereka hingga waktu tertentu.’ (Qs. Yunus: 98)” (Tafsir Ibnu Katsir, juz 3, hlm. 450)Syekh As-Sa’di menjelaskan tafsir surat Al-A’raf:96—99 ini secara terperinci, dalam Taisir Karimir Rahman, hlm. 298. Mari kita renungi bersama.
“Ketika Allah Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang mendustakan para rasul diuji dengan kemalangan, (musibah) itu merupakan nasihat sekaligus peringatan; mereka diuji dengan kesenangan sebagai istidraj dan makar (dari Allah). Disebutkan bahwa seandainya para penduduk negeri tersebut menyimpan iman dalam hati mereka dengan penuh kejujuran, niscaya amal perbuatan mereka akan membenarkan (baca: membuktikan) kejujuran tersebut.
Allah juga menumbuhkan – untuk mereka – segala tetumbuhan dari bumi yang menjadi sumber penghasilan mereka dan menjadi sumber pakan hewan ternak mereka. Dalam tanah yang subur terdapat mata pencaharian, dalam keberlimpahan terdapat rezeki, tanpa perlu merasakan kesusahan dan keletihan, tanpa perlu bekerja keras dan tanpa mengalami kepayahan. Meski demikian, mereka tidak beriman dan tidak bertakwa.
فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
‘… Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.’ (Qs. Al-A’raf: 96)
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
‘Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, yang disebabkan
oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah membuat mereka merasakan
sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).’ (Q.s. Ar-Rum:41).”Selain penjelasan tersebut, Syekh As-Sa’di juga menyebutkan tafsir untuk beberapa penggalan dari surat Al-A’raf, ayat 96—99,
• “Tidakkah penduduk negeri itu beriman“; yang dimaksud (”penduduk negeri” dalam ayat tersebut) adalah ‘ para pendusta’, berdasarkan indikasi rangkaian kata (setelahnya) “akan datangnya siksa dari Kami“, yaitu ‘azab yang pedih’;
• “Di malam hari, saat mereka sedang tidur“, yaitu ’saat mereka lengah, terpedaya, dan sedang beristirahat’;
• “Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?”, maksudnya ‘apa gerangan hal yang membuat mereka merasa aman, padahal mereka telah melakukan berbagai faktor penyebab yang bisa mendatangkan bencana itu; mereka telah melakukan dosa-dosa yang sangat buruk, sehingga bagaimana mungkin mereka tidak diganjar dengan kebinasaan setelahnya?’;
• “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)?” maksudnya ‘ketika mereka dilenakan dari arah yang tidak mereka duga, dan Allah menyiksa mereka; sesungguhnya, tipu daya Allah begitu kuat’;
• “Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”, maksudnya ‘maka sesungguhnya, orang yang merasa aman dari makar Allah adalah orang yang tidak membenarkan adanya balasan atas amalan yang telah dikerjakan. Dia juga tidak beriman dengan penuh kesungguhan kepada para rasul. Ayat yang mula ini menakut-nakuti secara umum, agar hendaknya para hamba tidak merasa aman dengan keimanan yang dimilikinya.
Akan tetapi, mereka senantiasa takut dan khawatir jika dirinya didera ujian yang dapat memberangus imannya. Juga, hendaklah dia senantiasa berdoa dengan mengatakan, ‘Wahai Dzat yang membolak-balik hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu,’ serta hendaknya dia beramal dan berusaha dengan menempuh setiap sebab yang memungkinkan dirinya terbebas dari keburukan ketika datangnya fitnah (ujian). Oleh karena itu, seorang hamba –walau dia telah sampai pada kondisi (keimanan)-nya saat ini– tak ada kepastian bahwa dia akan selamat.
Apa itu “makar Allah”?
Syekh Khalil Harras, dalam Syarh Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, hlm. 265, menguraikan, “Sebagian salaf menafsirkan ‘makar Allah kepada hamba-Nya’ dengan arti ‘melenakan mereka (istidraj) dengan berbagai nikmat sedangkan mereka tidak mengetahui (bahwa ada azab yang menanti mereka, pen.)’. Setiap kali mereka berbuat dosa, Allah melimpahkan nikmat bagi mereka. Dalam hadis disebutkan,
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ
وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعْصِيَتِهِ ؛ فَاعْلَمْ أَنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ
اسْتِدْرَاجٌ
‘Jika engkau melihat Allah memberi kepada hamba-Nya nikmat dunia
yang dicintai jiwanya, padahal dia senantiasa bermaksiat, maka
ketahuilah bahwa itu merupakan istidraj.’ (Hr. Ahmad, Ibnu Juraij,
Ath-Thabrani, dan Ibnu Abi Hatim; diriwayatkan dari shahabat ‘Uqbah bin
‘Amir radhiallahu ‘anhu; hadis hasan; lihat Kanzul ‘Ammal, juz 11, hlm.
90).”
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال «الكبائر: الإشراك بالله ، والأمن من مكر الله ، والقنوط من رحمة الله ، واليأس من روح الله »
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu; dia berkata, “Dosa
besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah, merasa aman dari
makar Allah, putus asa terhadap rahmat Allah, dan putus harapan terhadap
kelapangan dari Allah.” (Hadis hasan sahih; diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir; lihat Majma’ Az-Zawaid, juz 1, hlm. 104)Allah tidak pernah zalim
إِنَّ اللّهَ لاَ يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئاً وَلَـكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit
pun. Akan tetapi, manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka
sendiri.” (Qs. Yunus: 44)
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala hal
yang kamu mohon kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya, manusia itu sangat
zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Qs. Ibrahim: 34)
وَأَنذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ
ظَلَمُواْ رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ
وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُواْ أَقْسَمْتُم مِّن قَبْلُ مَا
لَكُم مِّن زَوَالٍ
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang
pada waktu itu) azab datang kepada mereka, maka orang-orang yang zalim
berkata, ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke
dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi
seruan-Mu dan akan mengikuti rasul-rasul.’ (Dikatakan kepada mereka),
‘Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu
tidak akan binasa?’” (Qs. Ibrahim: 44)
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى
اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزاً حَكِيماً
“(Kami utus mereka) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan, supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Allah itu
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. An-Nisa’: 165)Wahai orang yang berani melawan Allah, lawanlah jika engkau yakin kuasa ada di tanganmu!
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ أَنَّى يُصْرَفُونَ
“Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan?” (Qs. Al-Mu’min: 69)Sungguh sayang, ternyata perlawananmu terhadap Rabb semesta alam tak ‘kan membuahkan kemenangan. Sudah banyak para pembangkang di masa lalu yang mencobanya, namun buktinya mereka selalu gagal bahkan mustahil memenangkannya.
وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِن بَعْدِ مَا اسْتُجِيبَ لَهُ
حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ وَلَهُمْ
عَذَابٌ شَدِيدٌ
“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu
diterima, bantahan mereka itu sia-sia saja di sisi Tuhan mereka. Mereka
mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras.” (Qs. Asy-Syura: 16)
وَقَوْمَ نُوحٍ لَّمَّا كَذَّبُوا الرُّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ
وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنَّاسِ آيَةً وَأَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ عَذَاباً
أَلِيماً
“Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan
rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (kisah) mereka
itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan azab yang pedih
bagi orang-orang zalim.” (Qs. Al-Furqan: 37)Betapa pendek ingatan kita
Adakah yang masih ingat suara air bah Tsunami Aceh yang meluap dan menerabas benda-benda mati dan makhluk hidup yang dilaluinya?
Adakah yang masih ingat hiruk-pikuk orang-orang yang sibuk menyelamatkan diri dari bencana meletusnya Gunung Merapi?
Adakah yang masih ingat guncangan gempa Wasior yang membuat segalanya porak-poranda? Adakah yang masih ingat keterpurukan Jepang selepas gempa yang dahsyat?
Adakah yang masih ingat ketidakberdayaan manusia melawan badai katrina dan badai irene di Amerika Serikat?
Adakah yang masih ingat hiruk-pikuk orang-orang yang sibuk menyelamatkan diri dari bencana meletusnya Gunung Merapi?
Adakah yang masih ingat guncangan gempa Wasior yang membuat segalanya porak-poranda? Adakah yang masih ingat keterpurukan Jepang selepas gempa yang dahsyat?
Adakah yang masih ingat ketidakberdayaan manusia melawan badai katrina dan badai irene di Amerika Serikat?
Sungguh sering ingatan kita yang begitu pendek membuat kita pilu bukan main di suatu saat.
Lalu, tak berselang lama setelah itu, mulailah lagi tawa kita membahana dan kelalaian kita menari-nari.
Lalu, tak berselang lama setelah itu, mulailah lagi tawa kita membahana dan kelalaian kita menari-nari.
Sungguh, hanya orang-orang yang senantiasa mengingat Allah yang selalu waspada di setiap jengkal hidupnya.
Kita takut, kita berharap
Maksud kandungan ayat tersebut (surat Al-A’raf: 96—99 diatas) adalah
bahwa seorang hamba wajib merasa takut kepada Allah, bersegera menuju
Allah dengan penuh rasa harap dan cemas. Jika dia melihat dosa-dosanya
dan ancaman Allah dan siksa-Nya yang pedih maka dia akan tunduk dan
merasa takut. Jika dia melihat sikap-sikapnya yang berlebihan, baik yang
umum maupun yang khusus, maka dia akan memohon kepada Allah –dengan
penuh harap dan sungguh berhasrat– agar semua sikapnya itu berkenaan
dimaafkan (oleh Allah, pen.). (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)Jika dia diberi taufik untuk taat dengan mengharap ridha Rabb-nya maka nikmat tersebut menjadi sempurna dengan diterimanya amalan ketaatan itu. Dirinya takut jikalau amalannya itu ditolak, dia juga takut jika amalannya itu kurang sempurna. Jika dia bermaksiat, dia menggantungkan harap agar sekiranya Rabb-nya berkenan menerima taubatnya dan berkenan menghapusnya.
Dirinya takut – karena sebab kelemahan taubatnya dan kelemahan perhatiannya akan dosa – bahwa dosa itu akan menimbulkan hukuman baginya. Adapun saat nikmat dan kemudahan datang, dia berharap kepada Allah agar mengekalkannya dan menambahnya serta melimpahkan taufik kepadanya untuk bersyukur. Dirinya pun takut jika nikmat taufik itu memudar jika dia ingkar nikmat. (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)
Di waktu ada kejadian yang tidak disukainya dan terjadi musibah yang menimpanya, dia berharap kepada Allah agar mengangkat kesukaran tersebut dan dia menanti kelapangan yang akan menguapkan kesukaran tadi. Jiwanya juga berharap Allah mengaruniakan pahala atas musibah tersebut ketika dia melaluinya dengan penuh kesabaran. Dia takut bila dua musibah (yaitu musibah di dunia dan di akhirat, pen.) berkumpul maka akan lenyaplah pahala yang begitu dicintainya serta terjadilah peristiwa yang dibenci, jika dia tidak menjalankan kesabaran yang wajib. (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)
Bagi Anda yang merasa aman dari makar Allah, hati-hatilah dari dua sebab yang membinasakan:
Pertama:berpaling dari agama dan syariat
Seorang hamba berpaling dari agama dan lalai dari mengenal Rabb-nya serta lalai dari mengetahui hak-hak orang lain atas harta yang dimilikinya, dan dia bermudah-mudah atas hal tersebut. Karenanya, dia akan senantiasa menjadi orang yang berpaling lagi lalai dan menyepelekan kewajiban, “tekun dan sabar” mengerjakan perbuatan-perbuatan haram, hingga rasa takut kepada Allah akhirnya lenyap dari hatinya dan tak ada lagi sedikit pun iman yang tersisa di hatinya, karena iman itu mengandung rasa takut kepada Allah serta takut akan azab-Nya di dunia maupun di akhirat.
Kedua: Beribadah didasari atas kebodohan
Hamba tersebut beribadah dengan bekal kejahilan, kagum terhadap dirinya, dan tertipu oleh amalannya. Sebagai akibatnya, dia senantiasa hidup dalam kejahilan hingga dia menyimpulkan sendiri baik-buruk amalannya dan sirna pula rasa takut akan hisab amal tersebut.
Menurutnya, dia memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah sehingga dia akan aman dari makar Allah, padahal sebenarnya dia benar-benar buta akan dirinya yang lemah dan hina. Berawal dari ini semua, hamba tersebut menelantarkan dirinya dan mendirikan penghalang antara dirinya dengan hidayah taufik, karena dia sendirilah yang telah berbuat dosa.
Dengan perincian ini, telah diketahui betapa agung perkara ini (rasa takut dan harap kepada Allah, pen.) untuk (menyempurnakan) tauhid seseorang. (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, jlm. 126)
Ayat-ayat Allah telah disampaikan. Semoga banyak hati yang terbuka untuk menerima kebenaran, menjauhi kelalaian, menghindari dosa dan kemaksiatan, serta sibuk menambah amalan kebajikan untuk bekal kehidupan yang tiada akan ada penghujungnya kelak.
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman?
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman?
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman?
***Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman?
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman?
Penulis: Ummu Asiyah Athirah.
Muraja’ah: Ust. Ammi Baits
Maraji’ (referensi):
Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Maktabah Asy-Syamilah.
Syarh Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, Syekh Khalil Harras, Dar Ibnul Jauzi.
Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Katsir, Maktabah Asy-Syamilah.
Taisir Karimir Rahman, Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Muassasah Ar-Risalah, Beirut.
Majma’ Az-Zawaid, Imam Al-Haitsami, Maktabah Asy-Syamilah.
Kanzul ‘Ammal, Ala’uddin Ali Al-Multaqa bin Hisamuddin Al-Hindi, Maktabah Asy-Syamilah.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer