Ketiga: Nikah Mut’ah (Kawin Kontrak)
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara (nikah muaqqot) atau nikah terputus (nikah munqothi’). Bentuk nikah ini adalah seseorang menikahi wanita pada waktu tertentu selama 10 hari, sebulan atau lebih dengan memberi biaya atau imbalan tertentu.
Nikah mut’ah di awal-awal Islam dihukumi halal lalu dinaskh (dihapus). Nikah ini menjadi haram hingga hari kiamat. Demikianlah yang menjadi pegangan jumhur (mayoritas) sahabat, tabi’in dan para ulama madzhab (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 99).
Dari Sabroh Al Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.
أَمَرَنَا
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالْمُتْعَةِ عَامَ الْفَتْحِ حِينَ
دَخَلْنَا مَكَّةَ ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ مِنْهَا حَتَّى نَهَانَا عَنْهَا.
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan
kami untuk melakukan nikah mut’ah pada saat Fathul Makkah ketika
memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami meninggalkan Makkah, beliau
pun telah melarang kami dari bentuk nikah tersebut.” (HR. Muslim no. 1406)Dalam riwayat lain dari Sabroh, ia berkata bahwa dia pernah ikut berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat penaklukan kota Mekkah. Ia berkata,
فَأَقَمْنَا
بِهَا خَمْسَ عَشْرَةَ - ثَلاَثِينَ بَيْنَ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ - فَأَذِنَ
لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى مُتْعَةِ النِّسَاءِ ...
ثُمَّ اسْتَمْتَعْتُ مِنْهَا فَلَمْ أَخْرُجْ حَتَّى حَرَّمَهَا رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Kami menetap selama 15 hari (kira-kira antara 30 malam atau 30
hari). Awalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan kami
untuk melakukan nikah mut’ah dengan wanita. ... Kemudian aku melakukan
nikah mut’ah (dengan seorang gadis). Sampai aku keluar Mekkah, turunlah
pengharaman nikah mut’ah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim no. 1406)Dalam lafazh lain disebutkan,
فَكُنَّ مَعَنَا ثَلاَثًا ثُمَّ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِفِرَاقِهِنَّ.
“Wanita-wanita tersebut bersama kami selama tiga hari, kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk
berpisah dari mereka.” (HR. Muslim no. 1406)Dalam lafazh lainnya lagi dari Sabroh Al Juhaniy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنِّى قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِى الاِسْتِمْتَاعِ مِنَ
النِّسَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Wahai sekalian manusia. Awalnya aku mengizinkan kalian untuk
melakukan nikah mut’ah dengan para wanita. Sekarang, Allah telah
mengharamkan (untuk melakukan mut’ah) hingga hari kiamat.” (HR. Muslim no. 1406)Riwayat di atas menunjukkan bahwa nikah mu’tah atau kawin kontrak adalah nikah yang fasid, tidak sah. Sehingga dari sini pasangan yang menikah dengan bentuk nikah semacam ini wajib dipisah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk dipisah dalam hadits Sabroh di atas.
Bagaimana jika tidak ada di perjanjian awal, namun hanya ada di niatan yaitu jika si pria kembali ke negerinya, ia akan mencerai istrinya? Hal ini beda dengan nikah mut’ah di awal. Yang kedua adalah nikah dengan niatan cerai, si istri awalnya tidak tahu dengan niatan ini.
Menurut kebanyakan ulama, jika seseorang menikah dan tidak membuat syarat, namun dalam hati sudah diniatkan untuk bercerai pada waktu tertentu, nikahnya tetap sah. Alasannya, karena niatan seperti itu bisa saja terwujud, bisa saja tidak. Namun ulama lainnya menganggap nikah bentuk kedua ini masih termasuk nikah mut’ah seperti pendapat Al Auza’i dan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 101).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
فَأَمَّا أَنْ
يَشْتَرِطَ التَّوْقِيتَ فَهَذَا " نِكَاحُ الْمُتْعَةِ " الَّذِي اتَّفَقَ
الْأَئِمَّةُ الْأَرْبَعَةُ وَغَيْرُهُمْ عَلَى تَحْرِيمِهِ ... وَأَمَّا
إذَا نَوَى الزَّوْجُ الْأَجَلَ وَلَمْ يُظْهِرْهُ لِلْمَرْأَةِ : فَهَذَا
فِيهِ نِزَاعٌ : يُرَخِّصُ فِيهِ أَبُو حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيُّ
وَيَكْرَهُهُ مَالِكٌ وَأَحْمَد وَغَيْرُهُمَا
“Jika nikah tersebut ditetapkan syarat hanya sampai waktu tertentu,
maka inilah yang disebut nikah mut’ah. Nikah semacam ini disepakati
haramnya oleh empat imam madzhab dan selainnya. ... Adapun jika si pria
berniat nikah sampai waktu tertentu dan tidak diberitahukan di awal
pada si wanita (nikah dengan niatan cerai, pen), status nikah semacam
ini masih diperselisihkan oleh para ulama. Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi’i memberikan keringanan pada nikah semacam ini. Sedangkan Imam
Malik, Imam Ahmad dan selainnya melarang (memakruhkan)-nya.” (Majmu’ Al
Fatawa, 32: 107-108)Dinukil dari Imam Nawawi,
قَالَ
الْقَاضِي : وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ نَكَحَ نِكَاحًا مُطْلَقًا
وَنِيَّته أَلَّا يَمْكُث مَعَهَا إِلَّا مُدَّة نَوَاهَا فَنِكَاحه صَحِيح
حَلَال ، وَلَيْسَ نِكَاح مُتْعَة ، وَإِنَّمَا نِكَاح الْمُتْعَة مَا
وَقَعَ بِالشَّرْطِ الْمَذْكُور ، وَلَكِنْ قَالَ مَالِك : لَيْسَ هَذَا
مِنْ أَخْلَاق النَّاس ، وَشَذَّ الْأَوْزَاعِيُّ فَقَالَ : هُوَ نِكَاح
مُتْعَة ، وَلَا خَيْر فِيهِ
Al Qodhi Husain berkata, “Para
ulama sepakat bahwa barangsiapa yang menikah dan niatnya hanya tinggal
bersama si wanita selama waktu tertentu (nikah dengan niatan cerai,
pen), nikah yang dilakukan sah dan halal. Nikah semacam ini tidak
termasuk nikah mut’ah. Disebut nikah mut’ah jika ada persyaratan di
awal. Namun Imam Malik mengatakan, “Melakukan nikah dengan niatan cerai bukanlah tanda orang yang memiliki akhlak yang baik.”
Al Auza’i sedikit berbeda dalam hal ini, beliau berkata, “Nikah semacam
itu tetap termasuk nikah mut’ah dan tidak ada kebaikan sama sekali.”
(Syarh Muslim, 9: 182)
Demikian sajian singkat mengenai kawin kontrak. Dari sini kita dapat
simpulkan haramnya nikah semacam itu, walau dilakukan oleh turis Arab
sekalipun. Kalau orang Arab salah, maka kita katakan salah. Karena yang
melakukan nikah semacam ini sengaja melegalkan zina, namun dikelabui
dengan merubah nama. Jika diselidiki lebih jauh tentang kelakukan turis
Arab di Bogor, ternyata para wanita yang kawin kontrak tidak jauh dari
para WTS. Nikahnya pun dilakukan tanpa izin wali atau dengan wali yang
asal comot. Pak Naib yang biasa memandu mengucapkan akad nikah tidak
tahu pula asal-usulnya. Yang jelas -setahu kami-, kawin kontrak di
negeri kita termasuk dalam tindakan pidana. Namun begitulah karena
fulus, kawin kontrak masih tetap terus menjamur.Beberapa bentuk nikah yang terlarang insya Allah akan diulas lagi pada edisi selanjutnya. Semoga bermanfaat.
Semoga Allah beri kemudahan demi kemudahan.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 2 Shofar 1433 H
www.rumaysho.com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer