Para ulama ketika
membahas hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad
yang jayyid, Nabi bersabda ketika ada salah seorang shahabat yang
mengatakan, “Aku mencintai fulan”, “Apakah Engkau telah memberitahukan
rasa cintamu kepadanya?” “Belum”, jawab orang tersebut.
“Jika demikian pergi dan temui orang tersebut dan sampaikan rasa cintamu kepadanya”, sabda Nabi.
Akhirnya orang tersebut pergi dan menemui orang yang
dimaksudkan lantas mengungkapkan rasa cinta [baca: simpatinya]
kepadanya. Setelah itu dia kembali menemui Nabi dan menceritakan jawaban
orang tersebut manakala mendengar ungkapan cinta yaitu
“Ahabbakallahulladzi ahbabtani fihi” yang artinya semoga Allah zat yang
menjadikanmu mencintaku karena mencinta dirimu.
Nabi menyalahkan pengungkapan rasa cinta dan jawabannya.
Sejumlah ulama yang men-syarah hadits ini menegaskan bahwa
hal ini hanya berlaku untuk sesama jenis dan tidak berlaku jika beda
jenis. Artinya hanya berlaku untuk laki laki dengan laki laki, perempuan
dengan perempuan.
Sedangkan laki laki dengan perempuan atau perempuan dengan
laki laki mengatakan “aku mencintaimu karena Allah” sebagaimana fonemena
yang bisa kita saksikan dan sering kita dengar diucapkan oleh penanya
kepada ulama yang menyampaikan pengajian live di berbagai channel
televisi di KSA, perbuatan semacam ini sebenarnya tidaklah diperbolehkan
berdasarkan zhahir perkataan para ulama peneliti karena perbuatan
semacam ini mengandung unsur ‘mencurigakan’ dan menyebabkan adanya
sangkaan yang tidak tidak, sedangkan diantara prinsip syariat adalah
menutup pintu keburukan dan menjauhinya.
Oleh karena itu kupesankan kepada seluruh kaum muslimin
baik laki-laki maupun perempuan untuk bersikap hati hati dalam masalah
semisal ini.
Tidaklah terdapat dalam satu pun hadits, Nabi mengatakan
kepada seorang shahabiah “aku mencintamu karena Allah” atau pun seorang
shahabiah yang mengucapkan kata kata semacam ini kepada Nabi. Padahal
mencintai Nabi adalah ibadah dan bernilai sebagai amal ketaatan. Setiap
orang yang beriman memiliki kewajiban untuk mencintai Nabi.
Intinya, yang terbaik adalah meninggalkan hal ini meski
sebenarnya sejumlah ulama membolehkan hal ini jika tidak disertai adanya
hal-hal yang mencurigakan sebagaimana fatwa yang dinukil dari sebagaian
ulama besar zaman ini namun yang lebih tepat ucapan semacam ini hanya
berlaku untuk sesama jenis saja. Inilah pendapat yang paling mendekati
kebenaran.
Uraian di atas adalah penjelasan Syaikh Dr Khalid al
Mushlih, murid senior sekaligus menantu Syaikh Ibnu Utsaimin yang versi
arabnya bisa disimak di sini:
http://www.safeshare.tv/w/tdOAGmrmSC
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer