PENIPUAN TERHADAP UMAT ISLAM INDONESIA
Penipuan besar-besaran telah dilakukan
oleh Nur Hasan Ubaidah (pendiri sekte Isalam Jama’ah) kepada umat Islam
di Indonesia. Nur Hasan Ubaidah tiba-tiba datang di Indonesia dengan
mengaku-ngaku membawa sanad mangkul hingga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas menyatakan bahwa orang yang Islamnya tidak
bersanad (tidak mangkul) maka islamnya diragukan.
Ternyata… Nur Hasan Ubaidah ini
mengaku-ngaku telah mengambil sanad dari kota Mekah negerinya kaum
Wahabi. Jadi rupanya Nur Hasan Ubaidah ini mengambil sanad dari kaum
wahabi !!???. Akan tetapi anehnya tidak seorangpun ulama di Kerajaan
Arab Saudi yang berpemikiran ngawur seperti Nur Hasan Ubaidah ini.
Hingga sekarang Islam Jama’ah masih
berusaha mengirim murid-muridnya ke Ma’had al-Harom di Mekah untuk
berusaha menyambung sanad (karena konon isnad yang dibawa oleh Nur Hasan
Ubaidah telah hilang atau kurang lengkap). Lagi-lagi Islam Jama’ah
menguber-nguber sanad dari kaum Wahabi.
Berkembanglah pemikiran sesat sekte
Islam Jama’ah ini di tanah air yang dibangun di atas kedustaaan
besar-besaran dan penipuan besar-besaran terhadap kaum muslimin di
Indonesia, bahwasanya siapa saja yang Islamnya tidak bersanad maka
diragukan keabsahannya.
Anehnya… yang mau menerima doktrin Nur
Hasan Ubaidah ini hanyalah sebagian masyarakat muslim Indonesia. Kalau
seandainya doktrin dan propaganda Nur Hasan Ubaidah ini dilontarkan di
Negara-negara Arab maka tentunya Nur Hasan Ubaidah ini akan dianggap
sebagai badut pemain sirkus yang pintar melawak !!!!
MIRIP TAPI TAK SAMA !!
Habib Munzir Al-Musaawa…. dengan
mudahnya mencela para ulama wahabi (seperti syaikh Bin Baaz, Ibnu
Al-’Utsaimiin, dan Syaikh Al-Albani) dengan berhujjah : ULAMA WAHABI TIDAK BERSANAD !!!!
Sehingga murid-murid sang habib dan para
pengagumnya menyerukan sebagaimana seruan sang Habib…: “Para ulama
wahabi tidak bersanad !!!”, sehingga ilmu mereka diragukan…!!!, ilmu
hadits mereka dangkal..!!!, Fatwa mereka batil dan tertolak…!!!
Dan tuduhan-tuduhan dan olok-olokan yang lainnya yang keluar dari mulut sang Habib beserta para pengagumnya.
Kalau dipikir-pikir pemikiran Habib
Munzir agak mirip dengan doktrin Nur Hasan ‘Ubaidah pendiri sekte Islam
Jama’ah, akan tetapi setelah direnungkan ternyata tidak sama.
Berikut saya sebutkan dua kesimpulan dari perkataan-perkataan Sang Habib tentang ulama yang tidak bersanad.
PERTAMA : Habib Munzir menuduh ulama wahabi tidak punya sanad. Bahkan dengan berani Habib Munzir menantang dan berkata :
“Saudaraku, maaf, tunjukkan satu saja seorang ulama wahabi yg punya sanad kepada Muhadditsin?,
atau sanad guru yg muttashil kepada Rasulullah saw, kami ahlussunnah
waljamaah berbicara hadits kami mempunyai sanad kepada kutubussittah dan
muhadditsin, kami bukan menukil dan menggunting gunting ucapan ulama lalu berfatwa semaunya.
tiada ilmu tanpa sanad, maka fatwa tanpa sanad adalah batil.
(lihat : http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=9654#9654)
Bahkan Habib Munzir menuduh bahwasanya tidak ada satu orang wahabipun yang hafal 10 hadits beserta sanadnya.
“…Wahabi dan kelompoknya yg mereka itu tak hafal 10 hadits pun berikut sanad dan hukum matannya.
hafal hadits berikut sanad dan matannya adalah hafal haditsnya, dan
nama nama periwayatnya sampai ke Rasul saw berikut riwayat hidup mereka,
guru mereka, akhlak mereka, kedudukan mereka yg ditetapkan para
Muhadditsin, dan lainnya.
namun wahabi cuma menukil dari
buku sisa sisa yg masih ada saat ini, buku buku hadits yg ada saat ini
hanya mencapai sekitar 80 ribu hadits, dan tak ada kitab yg menjelaskan semua periwayat berikut sejarahnya kecuali sebagian kecil hadit saja,.
maka fatwa para penukil ini batil tanpa perlu dijawab, (lihat : http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=23856#23856)
KEDUA : Habib Munzir memvonis bahwa fatwa siapa saja yang tidak memiliki sanad adalah fatwa yang batil. Habib Munzir berkata, “tiada ilmu tanpa sanad, maka fatwa tanpa sanad adalah batil“,
apalagi yang berfatwa adalah para wahabi maka fatwa mereka otomatis
batil dan tidak perlu dijawab, sebagaimana dalam perkataan Habib Munzir,
“maka fatwa para penukil ini batil tanpa perlu dijawab“.
Karenanya begitu dengan mudahnya Habib
Munzir membatilkan fatwa-fatwa Syaikh Utsaimin dengan hanya berdalih
bahwa Syaikh Utsaimin tidak bersanad.
Habib Munzir berkata :
“Mengenai Utsaimin, ia bukan ulama hadits, ia tak mempunyai sanad dalam ilmu hadits, tidak mempunyai sanad kepada para muhadditsin, maka pendapatnya batil dan tak bisa dijadikan pegangan, mengenai hadits tsb”.
Demikian juga Habib Munzir menuduh
Syaikh Albani tidak bersanad, dan dituduh hanya menipu umat sehingga
umat hancur, dan dituduh sebagai tong kosong.
Habib Munzir berkata :
“Beliau (*Albani) itu bukan Muhaddits,
karena Muhaddits adalah orang yg mengumpulkan hadits dan menerima hadits
dari para peiwayat hadits, albani tidak hidup di masa itu, ia hanya
menukil nukil dari sisa buku buku hadits yg ada masa kini…”.
Habib Munzir berkata lagi :
“Sedangkan Albani tak punya satupun sanad hadits yg muttashil. berkata para Muhadditsin, “Tiada ilmu tanpa sanad” maksudnya semua ilmu hadits, fiqih, tauhid, alqur;an, mestilah ada jalur gurunya kepada Rasulullah saw,
atau kepada sahabat, atau kepada Tabiin, atau kepada para Imam Imam,
maka jika ada seorang mengaku pakar hadits dan berfatwa namun ia tak
punya sanad guru, maka fatwanya mardud (tertolak), dan ucapannya dhoif, dan tak bisa dijadikan dalil untuk diikuti, karena sanadnya Maqtu’.
apa pendapat anda dengan seorang manusia
muncul di abad ini lalu menukil nukil sisa sisa hadits yg tidak
mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, lalu berfatwa ini dhoif, itu
dhoif.
Saya sebenarnya tak suka bicara mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat karenatipuan seorang tong kosong. (lihat :
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=22466#22466)
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=22466#22466)
Inilah senjata Habib Munzir yang
dianggap sangat ampuh dan sakti oleh para pengagumnya, sehingga untuk
membantah para ulama wahabi tidak perlu adu argumen dalil, akan tetapi
cukup dengan berkata “Para ulama wahabi tidak punya sanad maka fatwa
mereka batil dan tertolak”.
PERIHAL SANAD
Sebelum saya menyanggah penipuan Habib
Munzir ini saya akan menjelaskan tentang hakekat sanad yang selalu
dijadikan senjata oleh Habib Munzir untuk membatilkan perkataan para
ulama wahabi.
Sanad/isnad merupakan kekhususan umat
Islam. Al-Qur’an telah diriwayatkan kepada kita oleh para perawi dengan
sanad yang mutawatir. Demikian pula telah sampai kepada kita
hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sanad-sanad yang
shahih. Berbeda dengan kitab Injil dan Taurat yang ada pada kaum
Nashrani dan Yahudi tanpa sanad yang bersambung dan shahih, sehingga
sangat diragukan keabsahan kedua kitab tersebut.
Isnad hadits adalah silsilah para perawi yang meriwayatkan matan (sabda) hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ahli hadits telah memberikan
kriteria yang ketat agar suatu hadits dinilai sebagai hadits yang
shahih, mereka ketat dalam menilai para perawi hadits tersebut.
Karenanya mereka (para ahli hadits) mendefinisikan hadits shahih dengan
definisi berikut :
مَا اتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ
“Yaitu hadits yang sanadnya bersambung
dengan penukilan perawi yang ‘adil dan dhoobith (kuat hafalannya) dari
yang semisalnya hingga kepuncaknya tanpa adanya syadz dan penyakit
(‘illah)”.
Yaitu para perawinya dari bawah hingga
ke atas seluruhnya harus tsiqoh dan memiliki kredibilitas hafalan yang
sempurna (lihat Nuzhatun Nadzor hal 58), serta sanad tersebut harus
bersambung dan tidak ada ‘illahnya (penyakit) yang bisa merusak
keshahihan suatu hadits.Oleh karenanya dari sini nampaklah urgensinya
pengecekan kevalidan isnad suatu hadits.
Ibnu Siiriin berkata :
لَمْ يَكُوْنُوا يَسْأَلُوْنَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا : سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ
“Mereka dahulu tidak bertanya tentang isnad, akan tetapi tatkala terjadi fitnah maka mereka berkata : “Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian“,
maka dilihatlah Ahlus sunnah dan diambilah periwayatan hadits mereka
dan dilihatlah ahlul bid’ah maka tidak diambil periwayatan hadits
mereka”
Perkataan Ibnu Siiriin rahimahullah ini
dibawakan oleh Imam Muslim dalam muqoodimah shahihnya hal 15 di bawah
sebuah bab yang berjudul :
بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ
“Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian
dari agama, dan bahwasanya riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi
yang tsiqoh, dan bahwasanya menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang
sesuai ada pada mereka- diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal
ini bukanlah ghibah yang diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan
terhadap syari’at yang mulia”.
Salah faham
Sebagian orang salah faham dengan perkataan Ibnul Mubaarok rahimahullah :
الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Isnad adalah bagian dari agama, kalau
bukan karena isnad maka setiap orang yang berkeinginan akan mengucapkan
apa yang ia kehendaki”
Mereka memahami bahwasanya : “Perkataan
Ibnul Mubarok ini menunjukkan bahwasanya orang yang tidak punya isnad
bicaranya akan ngawur, dan sebaliknya orang yang punya isnad maka
bicaranya pasti lurus”
Akan tetapi bukan demikian maksud
perkataan Ibnul Mubaarok rahimahullah. Maksud perkataan beliau adalah :
Tidak sembarang orang bisa menyampaikan hadits dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, akan tetapi menyampaikan hadits Nabiharus ada sanadnya. Dan jika sudah ada sanadnya maka HARUS diperiksa para perawinya sehingga bisa ketahuan haditsnya shahih ataukah lemah. Yang menunjukkan akan hal ini tiga perkara berikut :
Pertama : Perkataan Ibnul Mubaarok ini dibawakan oleh Imam Muslim di bawah bab
بَابُ بَيَانِ أَنَّ الإِسْنَادَ مِنَ الدِّيْنِ وَأَنَّ الرِّوَايَةَ لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ عَنِ الثِّقَاتِ وَأَنَّ جَرْحَ الرُّوَاةِ بِمَا هُوَ فِيْهِمْ جَائِزٌ بَلْ وَاجِبٌ وَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْغِيْبَةِ الْمُحَرَّمَةِ بَلْ مِنَ الذَّبِّ عَنِ الشَّرِيْعَةِ الْمُكَرَّمَةِ
“Bab penjelasan bahwasanya isnad bagian
dari agama, dan bahwasanya riwayat tidak boleh kecuali dari para perawi
yang tsiqoh, dan bahwasanya menjarh (*menjelaskan aib) para perawi -yang
sesuai ada pada mereka- diperbolehkan, bahkan wajib (hukumnya) dan hal
ini bukanlah ghibah yang diharamkan, bahkan merupakan bentuk pembelaan
terhadap syari’at yang mulia”.
Kedua : Persis sebelum
menyampaikan perkataan ibnul Mubarok ini, Imam Muslim menyampaikan
perkataan Sa’ad bin Ibrahim yang menjelaskan tentang kewajiban hanya
meriwayatkan dari para perawi yang tsiqoh.
Imam Muslim berkata :
عن مسعر قال سمعت سعد بن إبراهيم يقول لا يحدث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا الثقات وحدثني محمد بن عبد الله بن قهزاذ من أهل مرو قال سمعت عبدان بن عثمان يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Dari Mus’ir berkata : Saya mendengar Sa’d bin Ibraahim berkata : Tidaklah meriwayatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali para perawi yang tsiqoh….dari
‘Abdaan bin ‘Utsmaan berkata : Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok
berkata : Isnad merupakan bagian dari agama, jika bukan karena isnad
maka orang yang berkeinginan akan mengucapkan apa saja yang ia
kehendaki”
Dan sebelumnya lagi Imum Muslim juga menyebutkan perkatan Ibnu Siiriin di atas “Sebutkanlah nama-nama para perawi kalian“
Ketiga : Setelah itu Imam Muslim juga membawakan praktek Ibnul Mubaarok yang mengecek para perawi dalam sebuah sanad.
Imam Muslim berkata :
قلت لعبد الله بن المبارك يا أبا عبد الرحمن الحديث الذي جاء إن من البر بعد البر أن تصلي لأبويك مع صلاتك وتصوم لهما مع صومك قال فقال عبد الله يا أبا إسحاق عمن هذا قال قلت له هذا من حديث شهاب بن خراش فقال ثقة عمن قال قلت عن الحجاج بن دينار قال ثقة عمن قال قلت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قال يا أبا إسحاق إن بين الحجاج بن دينار وبين النبي صلى الله عليه وسلم مفاوز تنقطع فيها أعناق المطي ولكن ليس في الصدقة اختلاف وقال محمد سمعت علي بن شقيق يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول على رؤوس الناس دعوا حديث عمرو بن ثابت فإنه كان يسب السلف
“Abu Ishaaq bin ”Isa berkata : Aku
berkata kepada Abdullah bin Al-Mubaarok, Wahai Abu Abdirrahman, hadits
yang datang bahwasanya : ((Diantara berbakti setelah berbakti adalah
engkau sholat untuk kedua orangtuamu beserta sholatmu dan engkau
berpuasa untuk kedua orangtuamu bersama puasamu)). Beliau berkata :
Wahai Abu Ishaaq, dari manakah hadits ini?. Aku berkata, “Ini dari
periwayatan Syihaab bin Khiroosy”. Ibnul Mubaarok berkata : “Ia tsiqoh,
lalu ia meriwayatkan dari siapa?”.
Aku berkata, “Dari Al-Hajjaaj bin Diinaar”. Beliau berkata : “Ia tsiqoh, lalu Hajjaj meriwayatkan dari siapa?”
Aku berkata, “(langsung) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”. Beliau berkata, “Wahai Abu
Ishaaq antara Hajjaaj bin Diinaar dan Nabi ada padang pasir yang besar,
butuh banyak onta untuk bisa menempuhnya. Akan tetapi tidak ada
perbedaan pendapat tentang bersedekah (atas nama kedua orang tua)”…
Ali bin Syaqiiq berkata : “Aku mendengar
Abdullah bin Al-Mubaarok berkata di hadapan khalayak manusia :
Tinggalkanlah periwayatan ‘Amr bin Tsaabit karena ia mencela para salaf”
(Lihat Muqoddimah Shahih Muslim hal 16)
Dari sini kita faham bahwasanya
perkataan Ibnul Mubaarok di atas semakin menguatkan akan urgensinya
memeriksa kredibilitas para perawi dalam sebuah sanad. Dan perkataan
Ibnul Mubaarok ini sama sekali tidak berkaitan dengan persangkaan Habib
Munzir ; “Orang yang tidak bersanad maka fatwanya batil”
Praktek al-jarh wa at-ta’diil
Untuk menerapkan kriteria ini (yaitu
pengecekan kedudukan dan kredibilitas para perawi hadits) maka para
ulama ahli hadits menulis buku-buku al-jarh wa at-ta’diil yang
menyebutkan tentang biografi para perawi, dengan menjelaskan kedudukan
para perawi tersebut apakah tsiqoh ataukah dho’iif??.
Berbagai macam buku yang ditulis oleh para ulama,- Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang tsiqoh.
- Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang dho’if dan majruuh.
- Ada kitab-kitab yang menggabungkan antara para perawi yang tsiqoh dan dho’iif.
- Ada kitab-kitab yang berkaitan dengan para perawi yang menempati kota tertentu, seperti Taariikh Baghdaad, Taariikh Dimasq, Taariikh Waasith, dll.
- Ada kitab-kitab yang menjelaskan tentang para perawi kitab-kitab hadits tertentu, seperti ada kitab yang khusus menjelaskan para perawi dalam kitab Muwaatho’ Imam Malik, ada kitab yang khusus menjelaskan tentang para perawi Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, ada kitab yang khusus menjelaskan tentang kedudukan para perawi al-kutub as-sittah.
- Dan jenis-jenis kitab yang lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam buku-buku al-jarh wa at-ta’diil atau ‘ilmu ar-rijaal.
Karenanya dengan meneliti kedudukan para
perawi tersebut –berdasarkan kaidah al jarh wa at-ta’diil yang
diletakkan oleh para ahli hadits- maka akan jelas apakan sanad suatu
hadits shahih ataukah lemah atau maudhuu’ (palsu).
Alhamdulillah para ulama telah
mengumpulkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
banyak kitab-kitab hadits sebagaimana yang masyhuur diantaranya :
Muwatthho’ al-Imam Maalik, Musnad Al-Imam Ahmad, Shahih Al-Bukhari,
Shahih Muslim, Shahih Ibnu Hibbaan, Shahih ibnu Khuziamah, Sunan Abi
Dawud, Sunan At-Thirmidzi, Sunan An-Nasaai, Sunan Ibni Maajah,
Mu’jam-mu’jam At-Thobrooni, Sunan Al-Baihaqi, dan kitab-kitab hadits
yang laiinya. Yang seluruh penulis kitab-kitab tersebut meriwayatkan
hadits dengan menyebutkan sanad mereka dari jalur mereka hingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga dengan penerapan
kaidah ilmu mustholah al-hadits dan ilmu al-jarh wa at-t’adiil terhadap
para perawi yang terdapat dalam sanad-sanad hadits maka bisa dinilai
apakah suatu hadits dari kitab-kitab tersebut shahih ataukah dhoiif.
Karenanya untuk mengecek keabsahan
hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab di atas adalah dengan
mengecek para perawi yang termaktub dalam isnad-isnad dari para penulis
kitab-kitab tersebut.
Sebagai contoh untuk mengecek shahih
tidaknya sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Thirimidzi dalam
kitab “sunan” beliau maka kita mengecek para perawi di atas Imam
At-Thirimidzi (dalam hal ini adalah guru imam At-Thirmidzi) hingga
keatas sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SANAD ZAMAN SEKARANG ??
Di zaman kita sekarang ini masih banyak
ahli hadits atau para syaikh atau para penuntut ilmu yang masih
melestarikan kebiasaan para ahli hadits dalam meriwayatkan hadits dengan
sanad. Sehingga banyak diantara mereka yang meriwayatkan hadits dengan
beberapa model sanad hadits, diantaranya:
Pertama :
sanad yang bersambung kepada salah satu dari para penulis hadits. Ada
sanad di zaman sekarang ini yang bersambung hingga Al-Imam Al-Bukhari
atau kepada At-Thirmidzi, atau kepada Abu Dawud, atau
Kedua :
Sanad yang bertemu di guru-guru para penulis tersebut, atau bertemu di
para perawi yang lebih di atasnya lagi (para guru dari para guru dari
para penulis), atau
Ketiga :
Sanad yang melalui jalur lain hingga kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tanpa melalui jalur para penulis kitab-kitab tersebut.
Dari sini jelas bahwasanya fungsi sanad
di zaman ini (jika berkaitan dengan sanad hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam) maka kurang bermanfaat dari dua sisi:
Pertama : Karena para perawi
yang dibawah para penulis kitab-kitab hadits tersebut hingga perawi di
zaman kita sekarang ini tidak bisa diperiksa kredibilitasnya karena
biografi mereka tidak diperhatikan oleh para ulama dan tidak termaktub
dalam kitab-kitab al-jarh wa at-ta’diil
Kedua : Kalaupun jika seluruh
para perawi tersebut (dari zaman kita hingga ke penulis kitab) kita
anggap tsiqoh maka kembali lagi kita harus mengecek para perawi dari
zaman gurunya para penulis kitab-kitab hadits tersebut hingga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka seakan-akan kita ngecek langsung
para perawi yang terdapat dalam sanad-sanad yang terdapat dalam
kitab-kitab hadits tersebut.
Jadi keberadaan isnad dari zaman
sekarang hingga nyambung ke para penulis kitab-kitab hadits tersebut
kurang bermanfaat, itu kalau tidak mau dikatakan tidak ada faedahnya !!!
Adapun jenis isnad yang ketiga, yaitu
periwayatan hadits yang diriwayatakan oleh seseorang di zaman sekarang
hingga zaman Rasulullah –tanpa melalui jalur para penulis kitab-kitab
hadits diatas- maka tentunya kita akan mendapatkan minimal sekitar 20
orang perawi. Dan 20 orang perawi tersebut tidak mungkin kita cek
kredibilitas mereka karena tidak adanya kitab-kitab al-jarh wa at-tadiil
yang menjelaskan biografi mereka.
Dari sebab-sebab inilah maka terlalu
banyak para penuntut ilmu yang berpaling dari mencari sanad
hadits-hadits Nabi di zaman sekarang ini karena tidak ada faedah besar
yang bisa diperoleh. Namun meskipun demikian masih saja ada para
penuntut ilmu dan para ulama yang masih melestarikan periwayatan hadits
dengan sanad-sanad tersebut untuk melestarikan adatnya para ahli hadits.
Akan tetapi sama sekali tujuan mereka bukan untuk dijadikan senjata
sebagaimana senjata yang digunakan oleh Habib Munzir dan para
pengagumnya.
PEMBODOHAN MASYARAKAT MUSLIM INDONESIA
Habib Munzir sering menyebutkan kalau ia
memiliki sanad, sehingga mengesankan bahwa ilmu yang dia peroleh
nyambung hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal inilah
yang dikenal dalam sekte Islam Jam’ah dengan istilah “MANGKUL“.
Kemudian untuk mendukung aksinya ini maka Habib Munzir menuduh bahwa
para ulama wahabi tidak seorangpun memiliki sanad…!!, bahkan tidak
seorangpun yang hafal 10 hadits beserta sanadnya !!!. sungguh ini
merupakan kedustaan dan pembodohan terhadap masyarakat Indonesia.
Jadilah pembodohan ini menjadikan para pengagum Habib Munzir memahami bahwasanya :
- Seluruh ilmu tanpa sanad tidak bisa diterima.
- Orang yang memiliki sanad seakan-akan maksum (terjaga dari kesalahan) karena ilmunya mangkul, yaitu sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun hal ini mungkin saja tidak terucap secara lisan, akan tetapi sikap mereka dan pembelaan mereka terhadap Habib Munzir menunjukan akan hal itu.
- Orang yang memiliki sanad hingga ke Imam As-Syafii seakan-akan paling paham tentang perkataan Imam As-Syafii karena ilmunya mangkul/sampai kepada Imam Asy-Syafi’i.
SANGGAHAN
Sanggahan terhadap propaganda Habib Munzir ini dari banyak sisi
PERTAMA :
Tuduhan Habib Munzir bahwa para ulama Wahabi tidak memiliki sanad
merupakan tuduhan yang sangat dusta. Jangankan para ulama besar Wahabi,
teman-teman saya (ustadz-ustadz yang ada di Indonesia) saja banyak yang
memiliki sanad. Jadi jangan sampai Habib Munzir ini merasa ia adalah
pendekar sanad satu-satunya, karena pendekar-pendekar junior wahabi
ternyata sudah banyak yang memiliki sanad.
KEDUA :
Terkhususkan tuduhan Habib Munzir terhadap As-Syaikh Albani bahwa
beliau tidak memiliki sanad dan hanya seperti tong kosong yang menipu
umat, maka ini merupakan tuduhan dusta dan sangat keji.
Syaikh Albani punya isnad, dan ini
merupakan perkara yang ma’ruuf, beliau memiliki ijazah hadits dari
‘Allamah Syaikh Muhammad Raghib at-Thobbaakh Al-Halabi yang kepadanyalah
beliau mempelajari ilmu hadits, dan mendapatkan hak untuk menyampaikan
hadits darinya. (silahkan lihat Hayaat Al-Albaani wa Aaatsaaruhu wa
ats-Tsanaa’ al-’Ulamaa ‘alaihi karya Muhammad Ibrahim As-Syaibaani hal
45-46). As-Syaikh Al-Albani pun telah menegaskan hal ini dalam beberapa
kitabnya seperti dalam kitab Tahdziir As-Saajid hal 84-85 dan juga kita
Mukhtshor Al-’Uluw hal hal 74
Dan sebagian murid Syaikh Albani –seperti Abu Ishaaq Al-Huwaini- mengambil sanad dari As-Syaikh Al-Albani (silahkan lihat juga http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=18495).
Dan sebagian murid Syaikh Albani –seperti Abu Ishaaq Al-Huwaini- mengambil sanad dari As-Syaikh Al-Albani (silahkan lihat juga http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=18495).
Kemudian kenapa begitu berani Habib Munzir mensifati Syaikh Al-Albani dengan TONG KOSONG !!!, bahkan Habib Munzir mengkhawatirkan hancurnya umat karena tipuan Tong Kosong !!!, Subhaanallah…tipuan
apa yang telah dilancarkan oleh Syaikh Al-Albani wahai Habib Munzir…!!!
ataukah anda yang sedang melancarkan tipuan kepada umat bahwa yang
tidak punya sanad fatwanya batil???
KETIGA : Kaum muslimin telah faham bahwasanya sumber hukum mereka adalah Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, demikian juga ijmaa’ para ulama. Dan tatkala terjadi perselisihan maka Allah memerintahkan kita untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
KETIGA : Kaum muslimin telah faham bahwasanya sumber hukum mereka adalah Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, demikian juga ijmaa’ para ulama. Dan tatkala terjadi perselisihan maka Allah memerintahkan kita untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah berfirman :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Jika kalian berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(QS An-Nisaa : 59)
Allah tidak pernah mengatakan “Kembalilah kalian kepada orang yang bersanad”
Alhamdulillah Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih telah dijaga oleh Allah.
KEEMPAT :
Propaganda Habib Munzir ini sama sekali tidak pernah dilakukan oleh
para ulama dari madzhab manapun, baik dari madzhab Imam Abu Hanifah,
atau madzhab Imam Malik, atau Madzhab Imam Ahmad, atau madzhab
Dzohiriyah. Bahkan tidak seorangpun dari ulama madzhab Syafi’iyah yang
mengigau dengan propaganda Habib Munzir ini.
Silahkan buka kitab fiqih dari madzhab
manapun…, atau kitab aqidah dari madzhab manapun…, atau kitab hadits
dari madzhab manapun…, atau kitab ushul al-fiqh dari madzhab
manapun….tidak seorangpun dari para ulama pernah berkata : “Fatwa anda tertolak karena anda tidak bersanad !!”
Sering terjadi perdebatan dalam masalah
fikih dikalangan para ulama madzhab…namun tidak seorangpun dari mereka
tatkala membantah yang lain dengan berdalih “Pendapat anda batil karena anda tidak bersanad !!!”
Bahkan tatkala ulama ahlus sunnah
berdebat dengan para ahlul bid’ah dalam masalah aqidah maka para ulama
ahlus sunnah membantah dengan cara menyebutkan dalil-dalil dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sama sekali mereka tidak pernah berkata kepada
Ahlul Bid’ah “Kalian di atas kebatilan karena tidak bersanad !!!”
Karenanya propaganda Habib Munzir ini
merupakan hal yang sangat lucu dan konyol…tidak seorangpun yang pernah
menelaah kitab-kitab para ulama akan terpedaya dengan propaganda ini.
Yang terpedaya hanyalah orang awam yang tidak mengerti kitab-kitab para
ulama, yang tidak mengerti tentang ilmu hadits dan ilmu sanad,
sebagaimana Nur Hasan ‘Ubaidah berhasil menipu dan membodohi banyak
orang-orang awam yang jahil sehingga terperangkap dalam jaringan sekte
Islam Jama’ah. Wallahul Musta’aan.
KELIMA :
Kalaupun kita menerima sanad yang dimiliki Habib Munzir maka kita harus
mengecek para perawi yang terdapat dalam sanad tersebut, mulai dari
Habib Munzir, gurunya, lalu guru dari guru Habib Munzir dst. Tentunya
kita tidak akan mendapatkan perkataan para imam al-jarh wa at-ta’diil
(seperti Syu’bah bin Hajjaaj, Al-Bukhari, Al-Imam Ahmad, Yahya bin
Sa’iid, dll) tentang guru-guru Habib Munzir. Maka para perawi tersebut
(guru-guru habib Munzir) dalam ilmu hadits dihukumi sebagai para perawi majhuul.
Demikian juga kita harus mengecek
kredibiltas hafalan dan ketsiqohan Habib Munzir sebagai perawi dan salah
satu mata rantai sanad yang ia miliki. Apakah Habib Munzir Al-Musawa
adalah seorang perawi yang tsiqoh yang kredibilitas hafalannya baik dan
tinggi, ataukah malah sebaliknya sering pelupa dan tidak memiliki
hafalan?. Kemudian dinilai juga dari kejujuran dalam bertutur kata?.
Karena jika kita menerapkan kaidah para ahli hadits, maka jika ketahuan
seorang perawi pernah berdusta sekali saja –bukan pada hadits Nabi
shallalllahu ‘alaihi wa sallam- akan tetapi dusta pada perkara yang lain
maka perawi ini dihukumimuttaham bil kadzib (tertuduh dusta),
dan periwayatannya tertolak atau tidak diterima. Bagaimana lagi jika
ketahuan sang perawi telah berdusta berkali-kali !!!, bagaimana lagi
jika kedustaannya tersebut dalam rangka untuk menjatuhkan para ulama ??
KEENAM :
Sebagaimana Habib Munzir memiliki sanad ternyata terlalu banyak para
penuntut ilmu wahabi yang juga memiliki sanad…!!!, maka fatwa siapakah
yang diterima?, apakah fatwa Habib Munzir ataukah fatwa para penuntut
ilmu wahabi tersebut??!!
Hanya saja Habib Munzir mengesankan
kepada murid-mudirnya bahwa para wahabi tidak bersanad !!!, ini
merupakan kedustaan yang sangat nyata seperti terangnya matahari di
siang bolong.
KETUJUH :
Ngomong-ngomong manakah yang kita ikuti…Islam Jama’ah ala Nur Hasan
‘Ubaidah yang lebih dahulu punya sanad daripada Habib Munzir puluhan
tahun yang lalu? Ataukah kita mengikuti Habib Munzir yang baru-baru saja
memiliki sanad??!!.
KEDELAPAN :
Bukankah sering dua orang yang sama-sama memiliki sanad ternyata saling
berselisih??. Lihat saja bagaimana para ulama saling berselisih
pemahaman dalam banyak permasalahan agama sehingga timbulah
madzhab-madzhab yang berbeda-beda. Bukankah para ulama besar pengikut
madzhab As-Syafii memiliki sanad akan tetapi sering berselisih dengan
para ulama pengikut madzhab Hanafi yang juga memiliki sanad??
Bukankah Imam Ibnu Hazm yang bermadzhab
Dzohiriah –yang beliau banyak meriwayatkan hadits dengan sanadnya dalam
kitab beliau Al-Muhalla- ternyata banyak menyelisihi para ualama empat
madzhab yang juga memiliki sanad?
Bahkan… bukankah Imam As-Syafii yang
memiliki sanad yang pernah berguru kepada Imam Malik yang juga memiliki
sanad ternyata masing-masing dari mereka berdua memiliki madzhab
tersendiri??, demikian juga halnya antara Imam Ahmad yang berguru kepada
Imam As-Syafii??
Dari sini jelas bahwa isnad tidak
melazimkan satu pemahaman, bahkan orang yang memiliki satu isnad bisa
berselisih faham, bahkan bisa jadi murid menyelisihi guru. Lantas
bagaimana bisa dianalogikan jika Habib Munzir memiliki sanad lantas
secara otomatis lebih faham tentang agama??!!
KESEMBILAN :
Orang yang memiliki sanad yang shahih dalam periwayatan hadits tidak
mesti lebih faham tentang agama daripada orang yang sama sekali tidak
memiliki sanad, maka bagaimana lagi orang yang memiliki sanad yang dhoif
karena banyak perawi yang majhuul??
Al-Imam Al-Bukhari telah membuat sebuah bab dengan judul :
بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Bab sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : Betapa sering orang yang disampaikan lebih faham dari yang mendengarkan”.
Lalu Al-Imam Al-Bukhari membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مْنِهُ
“Hendaknya yang hadir menyampaikan
kepada yang tidak hadir, karena bisa jadi yang hadir menyampaikan kepada
orang yang lebih faham daripada dia” (HR Al-Bukhari no 67)
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :
وَالْمُرَادُ رُبَّ مُبَلَّغٍ عَنِّي أَوْعَى أَيْ أَفْهَمُ لِمَا أَقُوْلُ مِنْ سَامِعٍ مِنِّي
“Maksudnya yaitu bisa jadi orang yang
disampaikan sabdaku lebih menguasai yaitu lebih faham tentang sabdaku
dari pada yang mendengarkan (langsung) dariku” (Fathul Baari 1/158)
Rasulullah juga bersabda :
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga Allah menerangi wajah seseorang
yang mendengar sebuah hadits dariku lalu ia menghafalkannya hingga
menyampaikannya. Bisa jadi seorang membawa fiqih (ilmu) lalu ia
sampaikan kepada yang lebih faqih daripadanya, dan bisa jadi seseorang
membawa fiqih (ilmu) akan tetapi ia bukanlah seorang yang faqih” (HR Abu
Dawud no 3662, At-Thirmidzi no 2656, Ibnu Maajah no 230)
Hadits ini menjelaskan bahwasanya bisa
jadi seseorang memiliki riwayat hadits akan tetapi tidak faham dengan
isi dari hadits tersebut, serta tidak bisa mengambil dan mengeluarkan
huku-hukum dari hadits tersebut.
Al-Munaawi As-Syafii berkata :
“Betapa banyak pembawa fiqih (ilmu)
namun tidak faqiih, yaitu tidak mengambil (menggali) ilmu hukum-hukum
dengan cara pendalilan, akan tetapi ia membawa riwayat tanpa memiliki
sisi pendalilan dan pengeluaran hukum” (Faidul Qodiir 4/17)
Karenanya ilmu dan kefaqihan bukanlah
dengan banyaknya riwayat dan banyaknya sanad, karena bisa jadi ada
seseorang yang memiliki banyak riwayat dan sanad akan tetapi tidak faham
atau kurang faham dengan isi dari hadits-hadits yang ia riwayatkan.
Ibnu Bathool rahimahullah berkata :
“Nabi ‘alaihis salaam sungguh telah
menafikan ilmu dari orang yang tidak memiliki pemahaman, sebagaimana
dalam sabda beliau “Betapa banyak orang yang membawa fiqih/ilmu akan
tetapi tidak memiliki kefaqihan”
Imam Malik berkata : “Bukanlah ilmu
dengan banyaknya periwayatan, akan tetapi ilmu adalah cahaya yang Allah
letakan dalam hati”. Maksud Imam Malik adalah memahami makna-maknanya
dan istinbaathnya (pengambilan hukum darinya)” (Syarh Shahih Al-Bukhaari
karya Ibnu Batthool 1/157)
Kesimpulan dari hadits ini :
Pertama : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat atau sanad akan tetapi tidak faham dengan kandungan dari hadits yang ia riwayatkan.
Kedua : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat dan sanad akan tetapi orang yang membaca hadits yang ia riwayatkan lebih faham dengan isi hadits daripada yang memiliki sanad.
KESEPULUH : Sungguh sangat menyedihkan jika kita dapati seseorang memiliki sanad akan tetapi tidak mengerti ilmu hadits….sanadnya itu hanya sebagai topeng yang melindungi kebodohannya dalam ilmu hadits, sehingga tatkala lisannya mulai berbicara tentang ilmu hadits akhirnya ngawur.
Apalagi murid-murid dan para pengagum Habib Munzir yang begitu mudahnya diberikan ijaazah oleh Habib Munzir. Silahkan perhatikan yang dibawah ini :
Pengagum Habib Munzir berkata :
“Dengan hormat saya hendak belajar kepada Habib walau sementara baru sebatas lewat internet.
Pertama : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat atau sanad akan tetapi tidak faham dengan kandungan dari hadits yang ia riwayatkan.
Kedua : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat dan sanad akan tetapi orang yang membaca hadits yang ia riwayatkan lebih faham dengan isi hadits daripada yang memiliki sanad.
KESEPULUH : Sungguh sangat menyedihkan jika kita dapati seseorang memiliki sanad akan tetapi tidak mengerti ilmu hadits….sanadnya itu hanya sebagai topeng yang melindungi kebodohannya dalam ilmu hadits, sehingga tatkala lisannya mulai berbicara tentang ilmu hadits akhirnya ngawur.
Apalagi murid-murid dan para pengagum Habib Munzir yang begitu mudahnya diberikan ijaazah oleh Habib Munzir. Silahkan perhatikan yang dibawah ini :
Pengagum Habib Munzir berkata :
“Dengan hormat saya hendak belajar kepada Habib walau sementara baru sebatas lewat internet.
- Mohon izin belajar kepada Habib yang bersanad keguruan sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
- Mohon ijazah untuk pengamalan amalan ahluh sunah wal jamaah…
Habib Munzir menjawab :
“Saudaraku yg kumuliakan, selamat datang di web para pecinta Rasul saw, kita bersaudara dalam kemuliaan
“Saudaraku yg kumuliakan, selamat datang di web para pecinta Rasul saw, kita bersaudara dalam kemuliaan
- Saudaraku tercinta, saya belum pantas menjadi murid yg baik, bagaimana saya menjadi guru, kita bersaudara dan saling menasihati karena Allah, namun sanad keguruan anda telah berpadu dg sanad keguruan saya hingga kepada Rasul saw.
- Saya Ijazahkan pada anda sanad keguruan saya kepada anda, yg bersambung sanadnya kepada Guru Mulia kita, hingga Rasulullah saw, ia adalah bagai rantai emas terkuat yg tak bisa diputus dunia dan akhirat, jika bergerak satu mata rantai maka bergerak seluruh mata rantai hingga ujungnya, yaitu Rasulullah saw, semoga Allah swt selalu menguatkan kita dalam keluhuran dunia dan akhirat bersama guru guru kita hingga Rasul saw.
Saya ijazahkan seluruh dzikir
salafusshalih, semua doa Rijaalussanad dan semua doa dan dzikir dari
seluruh para wali dan shalihin, munajat dan dzikir para
Ahlusshiddiqiyyatul Kubra, kepada anda, Ijazah sempurna yg saya terima
dari Guru Mulia kita Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin hafidh yg
sanadnya muttashil (bersambung) pada segenap para ulama, muhaddits, para
wali dan shalihin. Ijazah ini mencakup seluruh surat dalam Alqur’an,
wirid, dzikir, amalan sunnah, dan doa Nabi Muhammad saw dan doa para
Nabi dan Doa seluruh Ummat Muhammad saw, dan seluruh Hamba Allah yg
shalih. semoga anda selalu dalam kemuliaan Dzikir dan Cahya Munajat
mereka. Amiin
Saya Ijazahkan kepada anda sanad
Alqur’anulkarim dalam tujuh Qira’ah, seluruh sanad hadits riwayat
Imamussab’ah, seluruh sanad hadist riwayat Muhadditsin lainnya, seluruh
fatwa dan kitab syariah dari empat Madzhab yaitu Syafii, Maliki, Hambali
dan Hanafi, dan seluruh cabang ilmu islam, yg semua itu saya terima
sanad ijazahnya dari Guru Mulia Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin
Hafidh, yg bersambung sanadnya kepada guru guru dan Imam Imam pada
Madzhab Syafii dan lainnya, dan berakhir pada Rasulullah saw…
Gampangnya Habib Munzir memberikan sanad
ijazah kepada orang-orang awam tanpa persyaratan dan bahkan hanya
sekedar melalui internet sering beliau lakukan.
Silahkan lihat : (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=25448#25448), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=22111#22111), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=21894#21894), dll
Perhatikanlah wahai para pembaca…dengan begitu mudahnya Habib Munzir memberi ijazah kepada seseorang yang meminta isnadnya hanya melalui internet ?!!
Lantas apakah jika orang tersebut telah diberi ijazah oleh Habib Munzir berarti ia telah menguasai seluruh qiro’ah sab’ah al-qur’aan dan juga menguasai seluruh fatwa dari empat madzhab, seluruh riwayat hadits dari imam saba’ah??!!! . Sementara orang yang meminta tersebut siapakah dia?, seorang alimkah dia?!! Belajar di mana?? Tahu nawhu shorof atau tidak?, menguasai ilmu ushul fiqh atau tidak?, menguasai ilmu mustolah hadits atau tidak?, menguasai fikih empat madzhab atau tidak??
Habib Munzir sendiri apakah menguasai seluruh ilmu yang ia ijazahkan?, menguasai tujuh qiroo’ah?, menguasai seluruh hadits-hadits yang diriwayatkan oleh imam sab’ah?, menguasai seluruh fatwa dan kitab-kitab syari’ah empat madzhab??!!! Sunnguh sangat a’lim Habib Munzir ini?, bahkan ana rasa mungkin tidak ada seorang yang lebih ‘alim dari Habib Munzir di zaman ini.
Pantas saja jika beliau digelari dengan al-’Allaamah al-Fahhaamah (silahkan lihat http://assajjad.wordpress.com/2009/03/05/biografi-habib-munzir-al-musawa/)
Bisa jadi seseorang tidak memiliki sanad akan tetapi ia adalah seorang yang ‘alim. Sebaliknya….
Silahkan lihat : (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=25448#25448), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=22111#22111), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=21894#21894), dll
Perhatikanlah wahai para pembaca…dengan begitu mudahnya Habib Munzir memberi ijazah kepada seseorang yang meminta isnadnya hanya melalui internet ?!!
Lantas apakah jika orang tersebut telah diberi ijazah oleh Habib Munzir berarti ia telah menguasai seluruh qiro’ah sab’ah al-qur’aan dan juga menguasai seluruh fatwa dari empat madzhab, seluruh riwayat hadits dari imam saba’ah??!!! . Sementara orang yang meminta tersebut siapakah dia?, seorang alimkah dia?!! Belajar di mana?? Tahu nawhu shorof atau tidak?, menguasai ilmu ushul fiqh atau tidak?, menguasai ilmu mustolah hadits atau tidak?, menguasai fikih empat madzhab atau tidak??
Habib Munzir sendiri apakah menguasai seluruh ilmu yang ia ijazahkan?, menguasai tujuh qiroo’ah?, menguasai seluruh hadits-hadits yang diriwayatkan oleh imam sab’ah?, menguasai seluruh fatwa dan kitab-kitab syari’ah empat madzhab??!!! Sunnguh sangat a’lim Habib Munzir ini?, bahkan ana rasa mungkin tidak ada seorang yang lebih ‘alim dari Habib Munzir di zaman ini.
Pantas saja jika beliau digelari dengan al-’Allaamah al-Fahhaamah (silahkan lihat http://assajjad.wordpress.com/2009/03/05/biografi-habib-munzir-al-musawa/)
Bisa jadi seseorang tidak memiliki sanad akan tetapi ia adalah seorang yang ‘alim. Sebaliknya….
- Percuma punya banyak sanad jika masih saja meriwayatkan hadits-hadits yang lemah, apalagi tidak mengerti tentang ilmu takhriij.
- Percuma punya isnad sampai Imam As-Syafii tapi berdusta atas nama Imam As-Syafii dan juga berdusta atas nama Ibnu Hajar
- Percuma punya isnad kalau membolehkan kesyirikan beristighootsah kepada mayat
- Percuma punya banyak isnad kalau sering keliru dalam membicarakan ilmu hadits
- Percuma punya banyak isnad kalau tukang mencela para ulama, karena ini bukan akhlaknya orang yang mempunyai sanad.
- Percuma punya banyak isnad kalau menuduh para ulama sebagai pendusta tukang menggunting perkataan ulama (padahal dia sendiri yang tukang gunting)
- Percuma punya banyak isnad kalau menuduh para ulama wahabi tidak punya isnad (yang ini merupakan kedustaan yang sangat nyata..!!!!)
KESEBELAS :
Tidak semua orang yang memiliki sanad dan meriwayatkan hadits maka
otomatis aqidahnya merupakan aqidah yang lurus. Ini merupakan perkara
yang sangat mendasar dan diketahui oleh semua orang yang baru belajar
ilmu mustholah al-hadits.
Karenanya para ulama ahli al-jarh wa
at-ta’diil menyebutkan (dalam kitab-kitab Ad-Du’afaa’ dan kitab-kitab
yang secara spesifikasi membicarakan tentang para perawi yang lemah)
bahwasanya banyak perawi hadits yang memiliki pemahaman bid’ah, baik
bid’ah khawarij, bid’ah syi’ah, bid’ah irjaa’, bid’ah qodariyah dan
lain-lain yang menyebabkan riwayat para perawi tersebut tertolak. Dan
masih banyak sebab-sebab lain yang menyebabkan periwayatan seseorang
yang memiliki sanad tertolak
Sementara kesan yang dibangun oleh Habib Munzir bahwasanya jika seseorang telah memiliki sanad yang bersambung kepada Nabi maka melazimkan seakan-akan ia adalah orang yang ma’sum yang tentunya aqidahnya lurus. Tentu hal ini merupakan kelaziman yang tidak lazim.
Sementara kesan yang dibangun oleh Habib Munzir bahwasanya jika seseorang telah memiliki sanad yang bersambung kepada Nabi maka melazimkan seakan-akan ia adalah orang yang ma’sum yang tentunya aqidahnya lurus. Tentu hal ini merupakan kelaziman yang tidak lazim.
KEDUA BELAS :
Kelaziman dari hal ini, maka seluruh dai dan ulama yang tidak bersanad
tidak diterima perkataan dan fatwa mereka, dan fatwa mereka dihukumi
sebagai fatwa yang batil. Saya rasa sebaiknya Habib Munzir memberi
masukan kepada Majelis Ulama Indonesia yang selama ini tatkala berfatwa
tidak mencantumkan sanad mereka !!! yang menunjukkan bahwa fatwa-fatwa
mereka selama ini adalah fatwa yang batil.
Demikian juga masukan kepada ribuan dai yang di Indonesia, bahkan masukan kepada jutaan dai yang ada di dunia agar berhenti berdakwah dan hendaknya mencari sanad dahulu agar perkataan dan fatwa mereka bisa diterima dan tidak bernilai batil !!!
Dari dua belas sisi bantahan di atas maka jelas bahwasanya perkataan Habib Munzir : “Orang yang tidak bersanad fatwanya batil dan tertolak” adalah kesalahan yang fatal !!!
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 24-12-1432 H / 20 November2011 M
Demikian juga masukan kepada ribuan dai yang di Indonesia, bahkan masukan kepada jutaan dai yang ada di dunia agar berhenti berdakwah dan hendaknya mencari sanad dahulu agar perkataan dan fatwa mereka bisa diterima dan tidak bernilai batil !!!
Dari dua belas sisi bantahan di atas maka jelas bahwasanya perkataan Habib Munzir : “Orang yang tidak bersanad fatwanya batil dan tertolak” adalah kesalahan yang fatal !!!
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 24-12-1432 H / 20 November2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
SUNDAY, 20 NOVEMBER 2011 17:37 ADMINISTRATOR
www.firanda.com
(nahimunkar.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer