بسم الله الرحمن الرحيم
Terkadang, ada seorang hamba yang ingin memperbaiki dirinya dan
bertobat kepada Allah, tapi ketika dia melihat dan mengingat banyaknya
dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu, dia pun berputus asa dan
memandang dirinya sangat kotor, sehingga tidak mungkin dirinya diterima
oleh Allah.
Ini
jelas merupakan tipu daya Setan untuk memalingkan manusia dari jalan
Allah, dengan menjadikan mereka berputus asa dari rahmat-Nya, padahal
rahmat dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya sangat luas dan
agung. Rasulullah menggambarkan hal ini
dalam sabda beliau: “Sungguh Allah lebih penyayang terhadap
hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anak bayinya”[1].
Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah bersabda: “Ketika
Allah menciptakan makhluk, Dia menuliskan di sisinya di atas arsy-Nya:
sesungguhnya kasih sayang-Ku mendahului/mengalahkan kemurkaan-Ku”[2].
Khusus tentang pengampunan dosa-dosa dari-Nya bagi hamba-hamba-Nya, Allah berfirman:
{قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا
مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}
“Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” (QS az-Zumar: 53).
Ayat
yang mulia ini disebut oleh sebagian dari para ulama ahli tafsir
sebagai ayat al-Qur’an yang paling memberikan pengharapan kepada
orang-orang yang beriman[3].
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menukil[4] sebuah kisah yang menarik untuk kita jadikan renungan; dari imam besar ahlus sunnah dari kalangan Atbaa’ut taabi’iin, Fudhail bin ‘Iyaadh[5],
ketika beliau menasehati seseorang lelaki, beliau berkata kepada lelaki itu: “Berapa tahun usiamu (sekarang)?”. Lelaki itu menjawab: Enam puluh tahun. Fudhail berkata: “(Berarti) sejak enam puluh tahun (yang lalu) kamu menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu hampir sampai”.
Lelaki itu menjawab: Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali
kepada-Nya. Maka Fudhail berkata: “Apakah kamu paham arti ucapanmu?
Kamu berkata: Aku (hamba) milik Allah dan akan kembali kepada-Nya,
barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan akan
kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri
(di hadapan-Nya pada hari kiamat nanti), dan barangsiapa yang
mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya) maka hendaknya dia
mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya
selama di dunia), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia
akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya) maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya”.
Maka lelaki itu bertanya: (Kalau demikian) bagaimana caranya (untuk
menyelamatkan diri ketika itu)? Fudhail menjawab: “(Caranya) mudah”.
Leleki itu bertanya lagi: Apa itu? Fudhail berkata: “Engkau
berbuat kebaikan (amal shaleh) pada sisa umurmu (yang masih ada), maka
Allah akan mengampuni (dosa-dosamu) di masa lalu, karena jika kamu
(tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu akan di
siksa (pada hari kiamat) karena (dosa-dosamu) di masa lalu dan
(dosa-dosamu) pada sisa umurmu”.
Subhanallah!
Alangkah agung dan sempurna kasih sayang Allah terhadap
hamba-hamba-Nya, dan alangkah luas pengampunan-Nya atas dosa-dosa
mereka, sehingga dengan bertobat dan memperbaiki diri dengan beramal
shaleh, akan menjadikan dosa-dosa yang diperbuat oleh seorang hamba di
masa lalu diampuni dan dimaafkan-Nya, sebanyak apapun dosa tersebut.
Maka maha suci dan maha benar Allah yang menyifati diri-Nya dengan firman-Nya:
{إِنّ رَبَّكَ واسِعُ الْمَغْفِرَةِ}
“Sesungguhnya Rabb-mu maha luas pengampunan-Nya” (QS an-Najm: 33).
Beberapa pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah di atas:
-
Luasnya rahmat dan pengampunan Allah atas hamba-hamba-Nya, padahal
kalau sekiranya Allah mengazab mereka karena dosa-dosa mereka maka Dia
maha mampu dan maha kuasa melakukannya. Rasulullah bersabda: “Sungguh
seandainya Allah menyiksa semua makhluk yang ada di langit dan bumi maka
Dia (maha kuasa untuk) menyiksa mereka dan
dia tidak berbuat zhalim/aniaya (dengan menyiksa mereka, karena mereka
semua adalah milik-Nya), dan seandainya Dia merahmati mereka semua maka
sungguh rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal perbuatan
mereka”[6].
-
Rasulullah bersabda: “Taubat (yang benar) akan menghapuskan (semua dosa
yang dilakukan) di masa lalu”. Dalam hadits lain yang semakna, beliau
bersabda: “Orang yang telah bertaubat dari dosa-dosanya (dengan
sungguh-sungguh) adalah seperti orang yang tidak punya dosa”.
- Semakin bertambah usia
kita berarti akhir dari masa hidup kita di dunia semakin dekat dan waktu
perjumpaan dengan Allah semakin singkat. Sahabat yang mulia, Ali bin
Abi Thalib berkata:
“Sesungguhnya
dunia telah pergi meninggalkan (kita), sedangkan akhirat telah datang
di hadapan (kita), dan masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat)
memiliki pengagum, maka jadilah kamu orang yang mengagumi/mencintai
akhirat dan janganlah kamu menjadi orang yang mengagumi dunia, karena
sesungguhnya saat ini (waktunya)
beramal dan tidak ada perhitungan, adapun besok (di akhirat) adalah
(saat) perhitungan dan tidak ada (waktu lagi untuk) beramal”[7].
-
Nasehat yang disampaikan dengan hati yang ikhlas akan memberikan
pengaruh yang besar dan mudah diterima dalam hati. Oleh karena itulah,
ketika seorang penceramah mengadu kepada Imam Muhammad bin Waasi’[8] tentang
sedikitnya pengaruh ceramah yang disampaikannya dalam merubah akhlak
orang-orang yang diceramahinya, maka Muhammad bin Waasi’ berkata: “Wahai
Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian (tidak
terpengaruh dengan ceramah yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya
adalah dari dirimu sendiri, sesungguhnya peringatan (nasehat) itu jika
keluarnya (ikhlas) dari dalam hati maka (akan mudah) masuk ke dalam
hati (orang yang mendengarnya)” [9].
Demikianlah,
semoga tulisan ini bermanfaat untuk memotivasi diri kita agar selalu
bertobat dan mengisi sisa usia kita dengan kebaikan dan amal shaleh.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب
العالمين
KotaKendari, 18 Jumadal Akhir 1433 H
[1] HSR al-Bukhari (no. 5653) dan Muslim (no. 2754) dari ‘Umar bin al-Khattab t.
[2] HSR al-Bukhari (no. 7015) dan Muslim (no. 2751) dari Abu Hurairah t.
[3] Lihat “Tafsir al-Qurthubi” (15/234) dan “Fathul Qadiir” (4/667).
[4] Dalam kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal. 464) dan “Latha-iful ma’aarif” (hal. 108).
[5] Beliau adalah Fudhail bin ‘Iyaadh bin Mas’uud At Tamimi (wafat 187 H), seorang imam besar dari kalangan atba’ut tabi’in yang
sangat terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rasulullah r dan seorang
ahli ibadah (lihat kitab “Taqriibut tahdziib”, hal. 403).
[6] HR Abu Dawud (no. 4699), Ibnu
Majah (no. 77) dan Ahmad (5/182), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaadiitsish shahiihah” (no. 2439).
[7] Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dalam “Az Zuhd” (hal. 130) dan dinukil oleh Imam Ibnu
Rajab Al Hambali dalam kitab beliau “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hal.
461).
[8] Beliau
adalah Muhammad bin Waasi’ bin Jabir bin Al Akhnas Al Azdi Al Bashri
(wafat 123 H), seorang Imam dari kalangan Tabi’in ‘junior’ yang tat
beribadah dan terpercaya dalam meriwayatkan hadits, Imam Muslim
mengeluarkan hadits beliau dalam kitab “Shahih Muslim” , biografi beliau
dalam kitab “Tahdziibul kamaal” (26/576) dan “Siyaru a’laamin nubala’”
(6/119).
[9] Kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (6/122).
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer