Oleh: Ust. Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Salah satu keistimewaan hari Jum'at
karena di dalamnya terdapat shalat Jum'at. Shalat Jum'at harus
dikerjakan secara berjama'ah dan diawali dengan khutbah. Bahkan para
Malaikat, ketika imam naik mimbar, akan menutup buku catatannya guna
mendengarkan khutbah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Maka apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (Muttafaq 'alaih; al Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)
Yakni, para malaikat menutup buku
catatan mereka dan tidak mencatat tambahan pahala bagi orang-orang yang
datang dan masuk ke masjid setelah imam naik mimbar.
Masih dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا
كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ
الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا
جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Apabila hari Jum'at tiba, pada
pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang
datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup
buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah,
"Saat pertama dimulai, sejak naiknya matahari. Karena orang yang akan
mengerjakan shalat Jum'at dianjurkan duduk di masjid setelah shalat
Shubuh sampai terbit matahari." (Dituturkan oleh DR. Sa'id bin Ali al
Qahthahi dalam Shalah al Mukmin: 3/351)
. . . Para malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak mencatat tambahan pahala bagi orang-orang yang datang dan masuk ke masjid setelah imam naik mimbar. . .
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Ghalib, Abu Umamah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
"Para Malaikat duduk pada hari Jum'at di depan pintu masjid dengan
membawa buku catatan untuk mencatat (orang-orang yang masuk masjid).
Jika imam keluar (dari rumahnya untuk shalat Jum'at), maka buku catatan
itu dilipat."
Kemudian Abu Ghalib bertanya, "Wahai Abu
Umamah, bukankah orang yang datang sesudah imam keluar mendapat Jum'at?
Ia menjawab, "tentu, tetapi ia tidak termasuk golongan yang dicatat
dalam buku catatan." (Dihasankan oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih al Targhib, no. 710)
Maka kondisi terbaik ketika imam
menyampaikan khutbah Jum'at adalah diam dan mendengarkan dengan seksama.
Tidak boleh melakukan hal-hal yang bisa memalingkan konsentrasi dari
mendengarkan khutbah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ
تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ
وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ
ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
"Barangsiapa berwudlu, lalu
memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum'at
dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan
diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai
dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya.
Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim)
Imam Al-Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim,
"dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan
lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya
terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk
mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'Aaihi Wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "Diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih, lafadz milik al Bukhari)
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari berkata, "dalam hadits ini, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menetapkan bahwa memerintahkan diam saat khutbah adalah bentuk lahwun,
walaupun bentuknya perintah yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari
mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. Dan bila ingin memerintahkan diam
orang yang bicara, dengan isyarat."
. . . menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. . .
Beliau menambahkan, “Hadits di atas
dijadikan dalil larangan terhadap seluruh macam perkataan pada saat
khutbah, dan demikian itu pendapat mayoritas ulama terhadap orang yang
mendengarkan khutbah.”
Sedangkan makna laghauta,
menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam, ". . . makna yang paling
mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak
memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan
(pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.”
Dari Ibnu 'Abbas Radliyallah 'Anhu bercerita, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ
تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ
الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ
لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ
"Siapa yang berbicara pada hari
Jum'at, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang
membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya,
'diamlah!', tidak ada Jum'at baginya." (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).
Maksud dari penyerupaan orang yang
berbicara saat imam berkhutbah dengan keledai yang membawa kitab yang
tebal-tebal adalah karena dia tidak mendapat manfaat yang besar, padahal
dia telah susah-susah datang dan capek untuk sampai ke masjid.
Sedangkan Makna "tidak ada Jum'atan
baginya" berarti dia tidak mendapatkan Jum'at secara sempurna. Nilai
Shalat Jum'atnya seperti shalat Dzuhur. (lihat Fathul Baari: II/184 dan
Subulus Salam: III/172)
. . . Makna "tidak ada Jum'atan baginya" berarti dia tidak mendapatkan Jum'at secara sempurna. Nilai Shalat Jum'atnya seperti shalat Dzuhur. . .
Mengedarkan kotak infak saat Imam berkhutbah
Dari ulasan di atas, sangat jelas sikap
yang harus dilakukan oleh Jama'ah Jum'ah, yaitu diam dan mendengarkan
khutbah yang disampaikan imam dengan seksama. Sehingga dia bisa
mengambil manfaat dari khutbah yang disampaikan. Jangan dia berbicara
kepada kawannya atau melakukan perbuatan yang bisa mengganggu dari
mendengarkan dan memperhatikan khutbah.
Realitas berbeda sering ditemukan di
kebanyakan masjid, kotak amal/kotak infaq diedarkan saat imam naik
mimbar dan khutbah sedang berlangsung. Ini adalah kesalahan besar,
karena mengganggu kekhusyu'an dalam mendengarkan khutbah.
Di sebagian masjid, kotak amal diedarkan
oleh petugas. Ia berdiri saat khutbah kedua untuk menjalankan kotak
amal kepada Jama'ah, shaf demi shaf. Maka ia telah melakukan kesalahan
besar, tapi merasa telah berbuat kebaikan.
Dalam hal ini, kesalahan bukan hanya
dilakukan oleh petugas tadi. Orang yang berinfaq juga melakukan
kesalahan, karena melakukan kegiatan yang menyibukkan dari memperhatikan
khutbah. Ia memasukkan tangannya ke saku, mengeluarkan uang, dan
memasukkannya ke kotak amal. Ini adalah perbuatan sia-sia yang dilarang
pada saat imam berkhutbah.
. . . Barangsiapa yang ingin berinfak, hendaknya melakukannya sebelum dimulainya khutbah Jum'at atau sesudah pelaksanaan shalat. . .
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengusap-usap kerikil, maka ia telah melakukan yang sia-sia."
Jika sekedar mengusap-ngusap kerikil
atau tikarnya saja dinilai sia-sia, lalu bagaimana dengan orang yang
berdiri mengedarkan kotak infak atau sibuk memindahkan atau
menjalankannya ke sampingnya? Lalu bagaimana juga dengan kondisi orang
yang sibuk mengambil uang di sakunya, mengeluarkannya, lalu memasukkan
ke kotak amal? Tentu jauh lebih dianggap sia-sia. (Syaikh Wahid Abdul
Salam Bali dalam Al Kalimaat al Naafi'ah fi Akhtha' al Sya-i'ah -diterjemahkan dengan 474 Kesalahan Umum dalam akidah dan Ibadah beserta koreksinya- hal. 349)
Jadi, memutar kotak amal pada saat
shalat jum’at di saat imam berkutbah hukumnya tidak boleh, karena
mengganggu seseorang dari mendengarkan dan memperhatikan khutbah.
Akibatnya, orang yang melakukan kesalahan ini akan kehilangan keutamaan
shalat Jum'at. Ibadah Jum'atnya seperti melaksanakan shalat dzuhur.
Sebagai gantinya, kotak amal bisa
diletakkan di samping pintu sehingga setiap orang yang ingin bersedekah
bisa memanfaatkannya, baik sebelum khutbah dimulai atau sesudah shalat.
Wallahu Ta'ala A'lam.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer