Siapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah amalnya. Ini menunjukkan bahaya meninggalkan satu shalat saja.
Dari Burairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah amalannya” (HR. Bukhari no. 594).
Kata Al Muhallab, maknanya adalah meninggalkan dengan
menyia-nyiakannya dan menganggap remeh keutamaan waktunya padahal mampu
untuk menunaikannya. Lihat Syarh Al Bukhari karya Ibnu Batthol, 3: 221.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Terhapusnya amalan tidaklah ditetapkan melainkan pada amalan yang
termasuk dosa besar. Begitu shalat meninggalkan shalat Ashar lebih parah
daripada meninggalkan shalat lainnya. Karena shalat Ashar disebut
dengan shalat wustho[1]
yang dikhususkan dalam perintah untuk dijaga. Shalat Ashar ini juga
diwajibkan kepada orang sebelum kita di mana mereka melalaikan shalat
ini. Jadi, siapa saja yang menjaga shalat Ashar, maka ia mendapatkan dua
ganjaran.” (Majmu’atul Fatawa, 22: 54).
Ibnul Qayyim berkata, “Yang nampak dari hadits, meninggalkan amalan
itu ada dua macam. Pertama, meninggalkan secara total dengan tidak
pernah mengerjakan shalat sama sekali, maka ini menjadikan amalnya batal
seluruhnya. Kedua, meninggalkan pada hari tertentu, maka ini menjadikan
amalnya batal pada hari tersebut. Jadi karena meninggalkan secara umum,
maka amalnya batal secara umum. Lalu meninggalkan shalat tertentu, maka
amalnya batal pada hari tertentu.” (Ash Shalah, hal. 59).
Bagaimana amalan bisa terhapus selain menentang Islam (riddah)?
Iya, ditunjukkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan disebutkan dari para
sahabat bahwa kejelekan dapat menghapuskan amalan kebaikan. Begitu pula
kebaikan dapat menghapuskan kejelekan. Sebagaimana dalam beberapa ayat
disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima).” (QS. Al Baqarah: 264). Lihatlah amalan kebaikan bisa batal dengan kejelekan.
Dalam ayat lainnya,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ
النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ
لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara
yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian
yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari.” (QS. Al Hujurat: 2).
Amalan kejelekan dengan meninggikan suara melebihi suara nabi juga
bisa menghapuskan amalan. Ini menunjukkan bahwa mungkin saja amalan
kebaikan terhapus dengan kejelekan. (Idem, hal. 59)
Hanya Allah yang memberi taufik.
—
Akhukum fillah,
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer