Tanya:
Mo tanya: Kapan waktu berhubungan intim yang sesuai ajaran islam. Trim’s. Itu saja.
Dari: Gedang sobo
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama,
ada keadaan dimana seorang suami dianjurkan untuk mendatangi istrinya.
Keadaan itu adalah ketika suami tidak sengaja melihat wanita dan dia
terpikat dengannya. Anjuran ini berdasarkan hadis dari Jabir bin
Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
الْمَرْأَةَ إِذَا أَقْبَلَتْ، أَقْبَلَتْ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا
رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ
مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
Wanita
itu, ketika dilihat seperti setan (punya kekuatan menggoda). Karena
itu, jika ada lelaki melihat wanita yang membuatnya terpikat, hendaknya
dia segera mendatangi istrinya. Karena apa yang ada pada istrinya juga
ada pada wanita itu. (HR. Turmudzi 1158, Ibnu Hibban 5572,
ad-Darimi dalam Sunannya 2261, dan yang lainnya. Sanad hadis ini dinilai
shahih oleh Syuaib al-Arnauth).
Dalam riwayat lain di shahih Muslim, dari sahabat Jabir, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
إِذَا
أَحَدُكُمْ أَعْجَبَتْهُ الْمَرْأَةُ، فَوَقَعَتْ فِي قَلْبِهِ،
فَلْيَعْمِدْ إِلَى امْرَأَتِهِ فَلْيُوَاقِعْهَا، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ
مَا فِي نَفْسِهِ
”Jika
ada lelaki yang terpikat dengan seorang wanita, hingga membuat dia
jatuh cinta, hendaknya dia segera mendatangi istrinya dan melakukan
hubungan dengannya. Dengan ini akan menghilangkan perasaan cinta dalam
hatinya.” (HR. Muslim 1403).
An-Nawawi mengatakan,
ومعنى
الحديث أنه يستحب لمن رأى امرأة فتحركت شهوته أن يأتي امرأته أو جاريته إن
كانت له فليواقعها ليدفع شهوته وتسكن نفسه ويجمع قلبه على ما هو بصدده
Makna hadis, bahwa dianjurkan bagi lelaki yang melihat wanita,
kemudian syahwatnya naik, agar dia segera mendatangi istrinya atau
budaknya, jika dia punya budak, hingga dia melakukan hubungan badan
dengannya. Agar bisa menahan syahwatnya dan jiwanya menjadi tenang,
sehingga hatinya bisa kembali konsentrasi dengan tugasnya. (Syarh Shahih
Muslim an-Nawawi, 9/178)
Kedua, mengenai waktu khusus yang berisi anjuran
untuk melakukan hubungan badan, kami tidak menjumpai adanya dalil yang
menjelaskan hal ini. Namun terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan
bagaimana kebiasaan orang soleh masa silam dalam memilih waktu untuk
melakukan hubungan badan.
Berikut diantaranya,
1. Tiga waktu aurat
Yang dimaksud tiga waktu aurat adalah sebelum subuh, siang hari waktu dzuhur, dan setelah isya.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ
يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ
الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ
صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا
عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ
Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita)
yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu,
meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum
shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di waktu dzuhur
dan sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga waktu aurat bagi kamu. tidak ada
dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. (QS. An-Nur: 58).
Diriwayatkan dari Muqatil bin Hayan, beliau menceritakan sebab turunnya ayat ini,
Ada pasangan suami istri di kalangan anshar, yang dia sering membuatkan makanan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Suatu ketika budaknya masuk ke kamar menemui mereka tanpa izin di waktu
yang mereka tidak sukai untuk ditemui. Sang istripun melaporkan kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يا رسول الله، ما أقبح هذا! إنه ليدخل على المرأة وزوجها وهما في ثوب واحد
”Wahai Rasulullah, betapa
buruknya sikap orang ini. Dia menemui seorang wanita ketika dia sedang
berduaan bersama suaminya dalam satu selimut.” Kemudian Allah menurunkan
ayat di atas. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).
Allah menurunkan syariat
agar anak yang belum baligh, atau budak yang tinggal bersama tuannya,
untuk tidak masuk ke kamar pribadi orang tuanya atau kamar tuannya pada
tiga waktu khusus tanpa izin. Tiga waktu itu Allah sebut sebagai waktu
aurat, karena umumnya, mereka sedang membuka aurat di tiga waktu itu.
Ibnu Katsir menyebutkan keterangan dari as-Sudi,
كان أناس من الصحابة، رضي الله عنهم، يحبون
أن يُوَاقعوا نساءهم في هذه الساعات ليغتسلوا ثم يخرجوا إلى الصلاة، فأمرهم
الله أن يأمروا المملوكين والغلمان ألا يدخلوا عليهم في تلك الساعات إلا
بإذن
”Dulu para sahabat
radhiyallahu ‘anhum, mereka terbiasa melakukan hubungan badan dengan
istri mereka di tiga waktu tersebut. Kemudian mereka mandi dan berangkat
shalat. Kemudian Allah perintahkan agar mereka mendidik para budak dan
anak yang belum baligh, untuk tidak masuk ke kamar pribadi mereka di
tiga waktu tersebut, tanpa izin. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).
2. Setelah Tahajud
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memiliki kebiasaan tidur di awal malam, untuk bisa bangun di
pertengahan atau sepertiga malam terakhir, melakukan shalat tahajud.
Aisyah menceritakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekati
istrinya setelah tahajud. Dari al-Aswad bin Yazid, bahwa beliau pernah
bertanya kepada A’isyah radhiyallahu ‘anha tentang kebiasaan shalat
malamnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keterangan A’isyah radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ
يَنَامُ أَوَّلَ اللَّيْلِ ثُمَّ يَقُومُ، فَإِذَا كَانَ مِنَ السَّحَرِ
أَوْتَرَ، ثُمَّ أَتَى فِرَاشَهُ، فَإِذَا كَانَ لَهُ حَاجَةٌ أَلَمَّ
بِأَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الْأَذَانَ وَثَبَ، فَإِنْ كَانَ جُنُبًا
أَفَاضَ عَلَيْهِ مِنَ الْمَاءِ، وَإِلَّا تَوَضَّأَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى
الصَّلَاةِ
”Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur di awal malam, kemudian bangun
tahajud. Jika sudah memasuki waktu sahur, beliau shalat witir. Kemudian
kembali ke tempat tidur. Jika beliau ada keinginan, beliau mendatangi
istrinya. Apabila beliau mendengar adzan, beliau langsung bangun. Jika
dalam kondisi junub, beliau mandi besar. Jika tidak junub, beliau hanya
berwudhu kemudian keluar menuju shalat jamaah. (HR. an-Nasai 1680 dan dishahihkan al-Albani)
Berdasarkan keterangan
A’isyah di atas, sebagian ulama lebih menganjurkan agar hubungan badan
dilakukan di akhir malam, setelah tahajud, dengan pertimbangan,
- Mendahulukan hak Allah, dengan beribadah kepadanya dalam kondisi masih kuat.
- Menghindari tidur ketika junub, karena bisa langsung mandi untuk shalat subuh.
- Di awal malam umumnya pikiran penuh, dan di akhir malam umumnya pikiran dalam keadaan kosong.
Ketika menjelaskan hadis ini, Mula Ali Qori mengutip keterangn Ibnu Hajar yang menjelaskan,
تأخير
الوطء إلى آخر الليل أولى؛ لأن أول الليل قد يكون ممتلئا ، والجماع على
الامتلاء مضر بالإجماع على أنه قد لا يتيسر له الغسل فينام على جنابة وهو
مكروه
Mengakhirkan hubungan badan
hingga akhir malam itu lebih baik. Karena di awal malam terkadang
pikiran orang itu penuh. Dan melakukan jima di saat pikiran penuh, bisa
jadi membahayakan dengan sepakat para ahli, karena bisa jadi dia tidak
bisa mandi, sehingga dia tidur dalam kondisi junub, dan itu hukumnya
makruh. (Mirqah al-Mashabih, 4/345).
Semua keterangan di atas
hanya menyebutkan kebiasaan mereka. Dan semata tradisi yang terkait adat
atau kebutuhan fisik seseorang, tidak bisa dijadikan acuan bahwa itu
sunah atau dianjurkan. Karena itu, pertimbangan yang disebutkan oleh
Ibnu Hajar hanya pertimbangan terkait dampak baik ketika hubungan badan
diakhirkan hingga mendekati sahur. Dengan demikian, kesimpulan yang bisa
kita berikan, bahwa dalam masalah ini tidak ada acuan baku, sehingga
dikembalikan kepada kebutuhan dan kebiasaan masyarakat.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembinawww.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer