Assalamualaikum
wr.wb. di kampung saya ada sebagian org melakukan sholat sunat dengan
duduk padahal dia melakukan sholat wajib dengan berdiri dan masih sehat
dan kuat berdiri. mereka melakukan sholat sunat dengan duduk ketika
sholat sunat saja. apa hukumnya? terima kasih.
wassalamualaikumwarohmatullohiwabarokatuh
Dari: Rahmat Taufik
Jawaban:
Wa alaikumus salam warohmatullohiwabarokatuh
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat beberapa aturan tentang berdiri dalam shalat,
Pertama, Berdiri ketika shalat fardhu (wajib) merupakan bagian dari rukun shalat. Allah berfirman,
حافظوا على الصَلَوات والصلاة الوسطى وقوموا لله قانتين
Peliharalah semua
shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat asar). Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. (QS. Al-Baqarah: 238).
Kedua,
Orang yang mampu dengan mudah untuk berdiri (baik sakit maupun sehat
selama mudah untuk berdiri) tidak bolehshalat fardhu sambil duduk. Orang
yang shalat fardhu sambil duduk, padahal dia mampu berdiri maka
shalatnya batal dan harus diulangi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang seseorang yang sakit wasir, sehingga sulit berdiri ketika shalat. Beliau menasehatkan,
صَلِّ قائماً، فإِن لم تستطع فقاعداً، فإِن لم تستطع فعلى جَنب
“Shalatlah sambil berdiri, jika kamu tidak mampu sambil duduk, dan jika kamu tidak mampu, sambil berbaring miring.” (HR. Bukhari 1117).
Ketiga, Orang sakit yang masih mampu berdiri namun dengan susah payah, boleh shalat sambil duduk. Tetapi jika berusaha untuk shalat sambil berdiri maka pahalanya dua kali dari pahala shalat sambil duduk ketika sakit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من صلى قائماً فهو أفضل، ومن صلّى قاعداً فله نصف أجر القائم، ومن صلى نائماً فله نصف أجر القاعد
“Orang yang shalat
sambil berdiri adalah yang paling baik. Orang yang shalat sambil duduk
mendapat pahala separo dari yang berdiri. Orang yang shalat sambil
berbaring mendapat pahala separo dari yang duduk.” (HR. Bukhari 1116 dan Muslim 735).
Keempat, shalat sunah boleh dilakukan sambil berdiri maupun duduk, meskipun dia sehat dan mampu berdiri.
Diantara kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menaiki kendaraan (onta), beliau melakukan shalat sunah di atas punggung tunggangannya. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي فِى السَّفَرِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ يُومِئُ إِيمَاءً
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat ketika safar di atas kendaraan, mengikuti arah kendaraannya.
Beliau bergerak (sujud-rukuk) dengan isyarat. (HR. Bukhari 955)
Ibnu Qudamah mengatakan, ulama sepakat, boleh shalat sunah sambil
duduk, meskipun mampu berdiri. Dalam kitabnya al-Mughni, beliau
menegaskan,
”
لا نعلم خلافاً في إباحة التطوع جالساً ، وأنه في القيام أفضل ، وقد قال
النبي صلى الله عليه وسلم : ( مَنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ ،
وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ ) متفق عليه
“Kami tidak mengetahui
adanya perbedaan pendapat tentang bolehnya shalat sunah sambil duduk.
Hanya saja, berdiri lebih utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang shalat sambil berdiri, itu yang paling baik. Siapa yang
shalat sambil duduk, dia mendapat pahala setengah dari pahala yang
shalat berdiri.” Riwayat Bukhari-Muslim. (al-Mughni, 2/105)
Kelima,
Orang yang shalat sunah sambil duduk, padahal dia mampu berdiri, dia
mendapatkan pahala setengah jika dia mengerjakannya sambil berdiri.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من صلى قائماً فهو أفضل، ومن صلّى قاعداً فله نصف أجر القائم، ومن صلى نائماً فله نصف أجر القاعد
“Orang
yang shalat sambil berdiri adalah yang paling baik. Orang yang shalat
sambil duduk mendapat pahala separo dari yang berdiri. Orang yang shalat
sambil berbaring mendapat pahala separo dari yang duduk.” (HR. Bukhari 1116 & Muslim 735).
Keenam, Bagi yang tidak kuat untuk berdiri lama ketika shalat, dibolehkan untuk duduk di tengah-tengah shalat.
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي
جَالِسًا، فَيَقْرَأُ وَهُوَ جَالِسٌ، فَإِذَا بَقِيَ مِنْ قِرَاءَتِهِ
نَحْوٌ مِنْ ثَلاَثِينَ – أَوْ أَرْبَعِينَ – آيَةً قَامَ فَقَرَأَهَا
وَهُوَ قَائِمٌ، ثُمَّ يَرْكَعُ، ثُمَّ سَجَدَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat malam sambil duduk. Beliau membaca al-Fatihah dan surat sambil
duduk. Ketika yang beliau baca tinggal 30 atau 40 ayat, beliau berdiri.
Lalu beliau melanjutkan bacaan shalat sambil berdiri. Kemudian beliau
rukuk, kemudian sujud. (HR. Bukhari 1119 dan Muslim 731).
Ketujuh,
orang yang shalat sambil duduk dan tidak bisa untuk sujud di tanah, maka
rukuk dan sujudnya dilakukan dengan isyarat gerakan punggung. Dimana
posisi punggung aketika sujud lebih rendah dari pada ketika rukuk.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي فِى السَّفَرِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ يُومِئُ إِيمَاءً
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat ketika safar di atas kendaraan, mengikuti arah kendaraannya.
Beliau bergerak (sujud-rukuk) dengan isyarat. (HR. Bukhari 955)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer