Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari dan Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa
Kunyah adalah nama yang dimulai dengan kata “abu” (bapak) bila yang diberi kunyah itu laki-laki dan dimulai dengan “ummu” (ibu) bila yang diberi kunyah itu perempuan, misalnya Abu Muhammad (bapaknya Muhammad) dan Ummu Muhammad (ibunya Muhammad). Demikian pula kunyah dengan memakai kata “ibnu” (putra) dan “ibnatu” atau “bintu” (putri), seperti Ibnu `Umar dan bintu Rasulillah shallallahu `alaihi wa sallam. Memberi kunyah ini merupakan perkara yang sunnah, namun sayangnya banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin.
Kunyah dapat pula diberikan kepada anak kecil, sebagaimana Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pernah memanggil seorang anak kecil dengan kunyahnya bukan dengan namanya, beliau bersabda:
“Wahai Abu `Umair, apa yang dilakukan burung kecil itu?” (Al-Hadits, diriwayatkan oleh Bukhari 6203 – Fathul Bari, Muslim 2150 – Syarhun Nawawi, Abu Daud 4969, Tirmidzi 1989 dan selainnya)
`Ali bin Abi Thalib berkata kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:

“Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu apabila lahir untukku seorang anak laki-laki sepeninggalmu lalu aku namakan ia Muhammad dan aku beri kunyah dengan kunyahmu?” Beliau menjawab: “Ya (boleh).” `Ali berkata: “Pembolehan itu adalah rukhshah (keringanan) untukku (yakni tidak untuk selain `Ali -pent).” (HSR. Abu Daud 4967, Tirmidzi 2843, Ahmad 1/95, Baihaqi 9/301 dan Bukhari dalam Adabul Mufrad 843)
Imam Bukhari membuat bab tersendiri tentang masalah ini dan beliau namakan bab “Memberi Kunyah untuk Anak Kecil dan untuk Laki-laki yang Belum Memiliki Anak.”
Pemberian kunyah itu tidak memutlakkan bahwa yang diberi kunyah sudah memiliki anak.
Telah lama kita ketahui bahwasanya `Umar bin Al-Khaththab radliallahu `anhu memiliki kunyah Abu Hafsh padahal tidak ada di antara putranya yang bernama Hafsh, demikian juga Abu Bakr radliallahu `anhu tidak ada putranya yang bernama Bakr. Dari kalangan wanita, telah ma’ruf bahwasanya `Aisyah radliallahu `anha memiliki kunyah Ummu `Abdillah padahal `Aisyah tidak memiliki seorang anakpun.
Setelah Kelahiran Anak Pertama Kedua Orang Tuanya Disunnahkan untuk Berkunyah dengan Namanya (Nama Anak tersebut)
Hal ini ditunjukkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasa’i dari Abu Syuraih bahwasanya dulu ia dinamakan Abul Hakam, maka bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam kepadanya:
“Sesungguhnya Allah adalah Al-Hakam dan kepada-Nyalah berhukum.” Abu Syuraih berkata: “Sesungguhnya kaumku bila mereka berselisih dalam suatu perkara mereka datang kepadaku agar aku memutuskan di antara mereka, maka menjadi ridlalah kedua pihak dengan keputusanku.” Beliau bersabda: “Alangkah bagusnya yang demikian! Siapa saja nama anak-anakmu?” Aku menjawab: “Syuraih, Muslim dan `Abdullah.” Beliau bersabda: “Siapa yang tertua di antara mereka?” Aku menjawab: “Syuraih.” “Kalau begitu engkau adalah Abu Syuraih,” sabda beliau. (Hadits shahih. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud juz 3 no. 4145)
Dari sini dapat dipahami bahwasanya seorang ayah hendaknya berkunyah dengan putranya yang terbesar, kalau tidak memiliki putra maka hendaknya ia berkunyah dengan putri yang terbesar, demikian pula seorang ibu.
Dari hadits di atas juga dipahami bahwasanya dilarang berkunyah dengan salah satu dari nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala seperti Abul Hakam, Abul A’la dan semisalnya. Wallahu a’lam.
(Sumber: Majalah Salafy Muslimah/Edisi XX/1418/1997, Keluarga Sakinah, Judul: Berhias dengan Nama Syar’i (Syarat, Hukum dan Adab-adabnya); tentang sunnahnya memakai kunyah, hal. 18-19)
Sumber URL :  http://groups.yahoo.com/group/Salafi-Indonesia/message/1175
* * *

MARI MEMAKAI KUNYAH…!

إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله،
أما بعد :
Kunyah…, apakah itu? Kunyah merupakan salah satu “Adabun Islaamiyyun” (adab dalam Islam) dari sekian banyak adab yang disunnahkan Rasulullah Shalallahu`alaihi wasallam untuk kita hidupkan. Kata “kunyah” bila kita artikan secara bahasa lebih kurang sama dengan “panggilan”, “sapaan”, ataupun sebutan penghormatan pada seseorang. Biasanya “kunyah” dinisbahkan kepada nama anak ataupun kepada nama bapaknya. Misalnya bila si fulan memiliki anak bernama `Abdurrohman maka ia bisa memakai kunyah yakni “Abu `Abdurrohman”. Atau bila si fulan mempunyai orang tua bernama ‘Usman maka ia bisa memakai kunyah yakni “Ibnu `Usman” dan sebagainya.
Mungkin bagi sebagian ikhwah thullabul ilmiy yang baru memperdalam Islam, istilah ini mungkin masih asing di telinga. Namun sebenarnya hal ini sudah ma’ruf di tengah kita bahkan sudah disyari`atkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sejak dahulu, yakni ketika Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam memberi kunyah kepada Ummul Mu`miniin `Aaisyah radhiallahu `anha yaitu “Ummu `Abdillah,” sebagaimana sabda Beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam di bawah ini:
( اكتني [ بابنك عبد الله، يعني ابن الزبير] أنت أم عبد الله ).
Artinya : “Berkunyahlah kamu dengan anakmu `Abdullah, maksudnya Ibnuz Zubeiir, kamu adalah Ummu `Abdillah.”
[ Lihat : “Silsilatul Ahaadist As Shohiihah” (205-207, no. 132) ].
Hadith di atas sekaligus mematahkan pendapat da`i-da`i sururiyyin dan hizbiyyin yang menganggap bahwa kunyah itu tidak perlu, bahwa kunyah itu hanyalah tradisi dan budaya orang Arab saja serta tidak termasuk yang disyari`atkan Rasulullah Shalallahu`alaihi wasallam, dan sebagainya, sebagaimana perkataan yang pernah disampaikan dengan panjang lebar oleh salah seorang da`i dari kalangan mereka di hadapan jama`ahnya yakni Armen Halim dari Yayasan Al~`Ubudiyah, Pekanbaru dimana saat itu ia menyatakan bahwa sunnah ini tidak disyari`atkan dan menyindir kunyah “Abul Mundzir”.yang dipakai `Ustadz Dzul Akmal, Lc.
الله المستعان…..
Allahulmusta`an…. Sangat disayangkan apa yang telah mereka sampaikan.
Allah Subhaana wa Ta`aalaa berfirman :
ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا)). الإسراء 36.
Artinya : “Janganlah kamu mengikuti (mengatakan) apa apa yang kamu tidak mempunyai `ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, keseluruhannya itu akan diminta pertanggung jawabannya.” Al Israa`: 36.
Ini merupakan musibah yang besar bagi da’wah ini. Suatu musibah yang mana mereka dalam berdakwah mengatasnamakan Salaf dan mengklaim diri mereka Salafiy, namun nyatanya merusak apa yang didakwahi para a-immatis Salaf rahimahumullahu Ta`aalaa.
Bila kita mengutip sebuah syi`ir, di sana dikatakan:
وإن كنت لا تدري فتلك مصيبة
وإن كنت تدري فالمصيبة أعظم.
Arinya : “Apabila kamu tidak tahu maka itu mushibah
Kalau seandainya kamu tahu maka mushibahnya lebih besar.”

KUNYAH DISYARI`ATKAN WALAU SESEORANG TIDAK PERNAH NIKAH

Bila kita membaca sirah para a-immatis Salaf rahimahumullahu Ta`aalaa, masing-masing mereka semua mempunyai kunyah. Bahkan `ulama yang tidak pernah nikah saja mempunyai kunyah, seperti;
# Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-kunyah beliau adalah Abbul `Abbaas, (“Al Waasithiyyah,” hal. 21),
# Al Imam An Nawawiy-kunyahnya adalah Abu Zakariya. “Dan tidak ada Zakariya baginya,” kata As Syaikh Saliim Al Hilaaliy, (“Bahjatun Naazhiriin,” 1/8),
# Al Imam Muhammad bin Jariir bin Yaziid At Thobariy-kunyanya Abu Ja`far-Ibnu Jariir termasuk Al `Ulama Al `Uzzaab-tidak pernah nikah dan tidak pernah sempat beliau untuk itu, bahkan saking terjaganya beliau dari perbuatan ma`shiyat beliau berkata :
“Tidak pernah saya melorotkan celana saya pada yang halal dan juga pada yang haram sama sekali.”
Para Thullabul-ilmiy dan jamaa`ah sekalian rahimaniy wa rahimakumullah `Azza wa Jalla, demikian juga Al Imam Abu Daawuud dalam “Sunan-nya” menjelaskan kepada kita tentang disyari`atkannya memakai kunyah, kata beliau dalam: “Bab yang menjelaskan tentang seorang lelaki yang tidak mempunyai anak memakai kunyah.”
Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam:
عن أنس بن مالك، قال : كان رسول الله يدخل علينا ولي أخ صغير يكنى أبا عمير، وكان له نغر يلعب به، فمات، فدخل عليه النبي صلىالله عليه وسلم ذات يوم فرآه حزينا، فقال : “ماشأنه”؟ قالوا :مات نغره، فقال : “يا أبا عمير، ما فعل النغير؟”
Artinya :
Dari Anas bin Maalik, berkata dia : Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah masuk ke rumah kami dan saya mempunyai yang kecil yang berkunyah Aba `Umeiir. Dia memiliki seekor burung kecil dan dia bermain dengannya. Pada suatu hari datang lagi An Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam ke rumahnya dan beliau melihatnya dalam keadaan sedih, maka berkatalah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :
“Kenapa dia?”
Mereka menjawab: “Telah mati burungnya yang kecil itu.”
Lantas Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : “Ya Aba `Umeiir, apa yang terjadi dengan an nugeiir?”
[ Hadist dikeluarkan oleh : Al Imam Al Bukhariy (7/133 no. 6129, dan hal. 155 no. 6203)-
“Baab Al Kunyah Lisshobiy wa Qabla An Yuulad Lirrajuli”
(Bab kunyah bagi anak yang masih kecil dan sebelum dilahirkan bagi seorang lelaki tersebut),
Muslim (3/1692 no. 2150),
Abu Daawuud (5/251-252 no. 4969),
At Tirmidziy (2/154 no. 333 dan 4/314 no. 1989),
berkata Abu `Iisaa : “Hadist Anas hadist hasan shohih,” Ibnu Maajah (2/1226 no. 3720).
Berkata Al Imam Al Khatthaabiy rahimahullahu Ta`aalaa ketika beliau menerangkan diantara fiqhi hadist ini adalah : “Bahwa Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam memanggil kunyahnya, sedangkan dia tidak mempunyai anak, maka hal ini bukanlah termasuk dalam bab dusta.

KUNYAH DISYARI`ATKAN WALAU SESEORANG TIDAK PUNYA ANAK

Imam Ahlus Sunnah wal Jamaa`ah dan Mujaddid pada abad ini, As Syaikh Muhammad Naashiruddiin Al Albaaniy rahimahullahu Ta`aalaa telah menjelaskan tentang “Masyruu`iyyatut Takannaa” di dalam kitab beliau “as shohiihah” dengan judul :
“At~Takannaa Mimman laisa lahu Walad.”
Artinya: (Berkunyah, disyari`atkannya memakai kunyah bagi seseorang walaupun dia tidak ada anak).
Berkata As Syaikh Al Albaaniy rahimahullahu Ta`aalaa bahwa hadith di awal pembahasan di atas menunjukkan bahwa kunyah disyariatkan juga bagi mereka yang sudah menikah namun tidak memiliki anak:
“Dan hadist ini menunjukan akan “masyruu`iyyatut Takannaa” (disyari`atkan memakai kunyah) walaupun bagi seseorang yang tidak mempunyai anak. Dan ini merupakan adabun islaamiyyun (adab islam) yang tidak ada pada ummat ummat yang lainnya sepanjang pengetahuan saya, maka atas kaum muslimiin hendaklah mereka berpegang teguh dengannya, baik dari kalangan kaum lelaki maupun kaum wanita, kemudian hendaklah mereka meninggalkan segala bentuk adat istiadat orang orang kuffar yang telah menyelusup, seperti “Al Beiik,” “Al Afandiy,” “Al Baasyaa,”dan selainnya.”
Thullabul-ilmiy hafizhakumullah Tabaaraka wa Ta`aalaa….
Hadist Nabi kita Shollallahu `alaihi wa Sallam di atas, yang telah memberi kunyah kepada Ummul Mu`miniin `Aaisyah radhiallahu `anha yaitu “Ummu `Abdillah,” merupakan dalil bahwa kunyah disyari`atkan juga bagi seseorag yang tidak memiliki anak, karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa `Aaisyah radhiallahu `anha tidak mempunyai anak sama sekali, namun Nabi Shalallahu`alaihi wasallam memberinya kunyah yakni Ummu `Abdillah.
Demikian juga yang telah dijelaskan oleh As Syaikh Al Baaniy di atas.
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد أن لا إله إلا أنت
أستغفرك وأتوب إليك

http://www.thullabul-ilmiy.or.id/blog/?p=17#more-17

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers