Ustadz, saya anak tunggal, bapak sudah lama meninggal dan ibu baru 1 bulan meninggal. Setelah ibu meninggal, saya dengan suami membongkar lemari untuk mencari semua dokumen. Saya kaget karena ternyata saya bukan anak kandung orang tua saya, karena ditemukan dokumen tentang adopsi saya. Orang tua saya berikut saudara saya tidak ada yang memberitahukan dari kecil sampai orang tua meninggal.
Empat hari setelah ibu meninggal, datang Fulanah, yang mengaku bahwa ia adalah ibu kandung saya (biasanya sebelum lebaran, ia selalu datang tiap tahun) dan selama ini ibu angkat saya bilang bahwa Fulanah adalah bekas pembantu, sehingga terjalin hubungan yang baik. Tapi yang membuat suami saya agak marah, beliau menanyakan tentang rumah, mobil, motor dan lain-lain. Suami saya marah karena ia anggap kurang etis, berhubung ibu barusan meninggal, namun sudah menanyakan warisan.
Akhirnya saya tanyakan kepada bibi saya dan bibi membenarkan bahwa ibu kandung saya adalah Fulanah. Saya diadopsi dari bayi umur kurang dari 6 bulan tanpa ada tuntutan dari ibu kandung saya. Menurut bulik, sesuai syariat saya dianggap sebagai anak asli dari ibu asuh karena ia yang membesarkan saya. Sedangkan Fulanah cukup dihormati dan sekadar tahu kalau ia adalah ibu yang melahirkan saya. Pertanyaan saya ustadz:
1. Bagaimana saya harus bersikap terhadap Fulanah, saya takut ia akan menuntut macam-macam terhadap saya dan saya juga tidak enak dengan suami dan keluarganya.
2. Benarkah perkataan bulik saya?
Atas saran dan jawaban yang ustadz berikan, saya ucapkan terima kasih.
*ti*****@yahoo.com
Jawaban:
Alhamdulillah, was shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillah…
Semoga Allah membimbing kita untuk meniti jalan kebenaran, meskipun pahit rasanya.
Pertama-tama, kami nasihatkan agar Anda selalu bersabar dan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. banyak memohon bimbingan kepada Allah, semoga Allah memberikan solusi terbaik bagi setiap masalah yang kita alami
Selanjutnya, dalam setiap permasalahan yang kita tidak ketahui pemecahan dan rincian hukumnya, hendaknya kita tergesa-gesa dalam memutuskannya, sebelum merujuk pada keterangan Al Quran dan sunnah. Hal ini bisa dilakukan dengan meminta bimbingan kepada ahlinya, maksud saya: orang yang paham Al Quran dan Sunnah.
Juga, jangan mudah mengambil keputusan hanya berdasarkan usulan dan saran orang lain yang sama sekali tidak ada dasarnya. Lebih-lebih jika usulan tersebut lebih mengedepankan perasaan. Terkait dengan permasalahan Anda, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Siapakah Ibu kita? Ibu adalah wanita yang melahirkan kita. Bahkan dalam hukum fikih, termasuk ibu adalah wanita yang melahirkan anak meskipun dari hasil hubungan zina. Nasab dan hubungan warisnya dinisbahkan kepada ibunya bukan bapaknya. (lihat al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah). Apapun yang terjadi, wanita yang melahirkan kita adalah ibu kita, meskipun kita sudah diadopsi orang lain, bahkan mungkin sejak kita dilahirkan.
2. Orang tua asuh bukan orang tua kita. Dia hanya sebatas orang tua asuh, yang telah berjasa mendidik kita. bahkan anggapan bahwa orang tua asuh (pengadopsi) adalah orang tua aslinya adalah prinsip masyarakat kafir jahiliyah. Sebagaimana dijelaskan para ulama ketika menafsirkan surat al Ahzab ayat 37. Dan hukum ini telah dihapus dengan datangnya Islam.
3. Karena orang yang mengadopsi bukan orang tua kita, maka tidak ada hukum waris dan hukum lainnya, terkait hubungan antara orang tua dan anak. Dengan demikian, secara syariat Anda (termasuk ibu kandung Anda) tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkat. Harta peninggalannya diserahkan kepada ahli waris keluarganya dan dibagi sesuai hukum waris islam.
Sebagai bahan renungan, berikut kami sebutkan beberapa dalil terkait masalah ini:
1. Islam mengharamkan seseorang untuk menasabkan dirinya kepada selain orang tuanya.
لَيْسَ مِن رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهْوَ يَعْلَمُهُ إِلاَّ كَفَرَ
“Siapa saja yang mengaku anak orang lain (bukan bapaknnya) dan dia tahu (itu bukan orang tuanya) maka dia telah kafir.” (Riwayat al Bukhari – Muslim)
Maksud telah kafir dalam hadis di atas adalah kufur nikmat. Artinya, si anak tidak tahu terima kasih kepada bapaknya. Bisa juga dimaknai kafir yang mengeluarkan dari islam, jika orang ini meyakini bolehnya menasabkan diri kepada selain orang tuanya. Maka, jika seseorang diharamkan menasabkan diri kepada selain bapaknya, demikian juga diharamkan untuk menasabkan diri kepada selain ibunya.
2. Islam menganjurkan agar seseorang berbakti kepada orang tuanya. bahkan Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – mendoakan keburukan bagi orang yang tidak bisa berbakti kepada orang tuanya.
Dari Abu Hurairah, Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda, “Celakalah orang, yang ketemu dengan kedua orang tuanya atau salah satunya di usia tua, namun pertemuannya dengan orang tuanya tidak bisa memasukkan dirinya ke dalam surga. Kemudian Nabi dan para sahabat mengucapkan ‘amin’.” (Riwayat at Turmudzi, al Bazzar & dishahihkan al Albani – rohimahulloh -)
Sungguh, kesempatan Anda bertemu dengan ibu Anda adalah satu nikmat yang besar. Sangat disayangkan jika itu disia-siakan. Setelah sekian lama, tidakkah Anda ingin bisa berbakti kepada orang tua Anda? Sesungguhnya, kemuliaan anak adalah ketika dia bisa berbakti kepada orang tuanya.
3. Siapapun ibu kandung kita, dia memiliki jasa sangat besar kepada kita.
Suatu hari, Ibnu Umar bin Khattab melihat seorang yang menggendong ibunya sambil thawaf di Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Diambil dari kitab al-Kabair karya adz-Dzahabi – rohimahulloh -)
Kita tidak pernah tahu bagaimana sakitnya Ibu kita ketika melahirkan kita, sanggupkah kita membalas jasanya? Padahal dengan menggendong ibu sambil thawaf saja tidak bisa menggantikan satu rintihan kesakitannya saat melahirkan kita.
Jika Fulanah betul-betul ibu Anda, beliau yang lebih layak mendapatkan bakti Anda dari pada orang lain yang bukan orang tua anda. Adapun orang tua asuh, kita hormati beliau sebatas jasanya. Dan sekali lagi, haram hukumnya menganggap bahwa mereka adalah orang tua kandung kita.
Selanjutnya, Anda dudukkan masalah ini di hadapan suami dan bibi dari ibu angkat Anda. Selayaknya sebagai suami yang baik, dia menghormati orang tua kandung istrinya. Juga, agar suami dan bibi Anda bisa memahami perkara ini sesuai dengan hukum islam. Sehingga, tidak ada sengketa antara suami & bibi dengan ibu Anda. semoga Allah memberi taufik kepada kita semua…
Allahu a’lam
Rubrik Konsultasi Syariah, Majalah Nikah Sakinah, Vol. 9 No. 10


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers