Para ulama berbeda pendapat tentang i’tikaf di selain tiga masjid (Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha), ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Mana yang rajih (lebih kuat)?
Dijawab oleh al-Ustadz Muhammad as-Sarbini al-Makassari
Menurut
kami, yang rajih adalah pendapat yang menyatakan bahwa i’tikaf
diperbolehkan di semua masjid dan tidak terbatas hanya di tiga masjid
saja. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Janganlah kalian gauli istri-istri itu, sedangkan kalian beri’tikaf dalam masjid.” (Al-Baqarah: 187)
Kata masjid dalam ayat ini bersifat umum [1] dan tidak dibatasi
dengan sifat-sifat tertentu, sehingga ayat ini meliputi seluruh masjid
tanpa kecuali.
Akan tetapi, jika rentang waktu i’tikaf diselingi waktu shalat lima
waktu, maka bagi kaum pria yang berpendapat wajibnya shalat lima waktu
secara berjamaah -dan inilah pendapat yang benar- dipersyaratkan untuk
mereka beri’tikaf di masjid-masjid tempat ditunaikannya shalat
berjamaah. [2] Jika rentang waktu i’tikaf diselingi waktu shalat Jum’at,
yang afdhal (lebih utama) adalah mereka beri’tikaf di masjid yang
padanya ditunaikan shalat Jum’at, namun hal ini bukan syarat. [3]
Adapun kaum wanita tidak dipersyaratkan melakukannya di masjid yang
ditunaikan padanya shalat berjamaah, karena shalat berjamaah tidak wajib
atas kaum wanita. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ahmad, dan Ishaq bin
Rahawaih, serta dirajihkan oleh Ibnu Baz dan Ibnu ‘Utsaimin.
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa i’tikaf tidak sah kecuali
dilakukan di tiga masjid (Masjid Al-Haram, Masjid An-Nabawi, dan Masjid
Al-Aqsha) merupakan pendapat yang lemah,
karena sandarannya adalah hadits yang diperselisihkan keshahihannya
oleh para ulama dan ada kelemahannya, yaitu hadits Hudzaifah
radhiyallahu ‘anhu:
“Tidak ada i’tikaf kecuali di tiga masjid.”
Hadits ini diriwayatkan secara marfu’ (dinisbatkan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam) oleh Sa’id bin Manshur dalam kitab
as-Sunan dan ath-Thahawi dalam kitab Musykilul Atsar, juga diriwayatkan
secara mauquf (dinisbatkan kepada Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu sebagai
ucapannya) oleh ath-Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir, Abdur
Razzaq dalam kitab al-Mushannaf, dan Ibnu Abi Syaibah dalam kitab
Al-Mushannaf. Lafadz riwayat Abdur Razzaq adalah sebagai berikut:
Hudzaifah berkata kepada ‘Abdullah bin Mas’ud, “Engkau melihat suatu
kaum melakukan i’tikaf (di masjid) antara rumahmu dan rumah Abu Musa
al-Asy’ari dan engkau tidak melarang mereka?” Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Barangkali mereka yang benar dan engkau
yang salah, serta mereka yang hafal (sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam) dan engkau yang lupa.” Lalu Hudzaifah berkata lagi,
“Tidak ada i’tikaf kecuali di tiga masjid.”
Asy-Syaukani mengatakan bahwa riwayat mauqauf ini menunjukkan
Hudzaifah tidaklah berdalikkan dengan hadits yang diriwayatkan dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam. Riwayat ini juga menunjukkan bahwa
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menyelisihinya serta membolehkan
i’tikaf di seluruh masjid. Seandainya memang ada hadits dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, tentu Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tidak
akan menyelisihinya. Yang semakin menguatkan hal ini adalah dalam
riwayat Sa’id bin Manshur yang marft’ ada tambahan riwayat dengan
lafadz:
“… atau di masjid jamaah.”
Yakni masjid jami’ tempat ditunaikan shalat Jum’at. Maka dari itu,
asy-Syaukani mengomentari riwayat ini dengan berkata, “Demikian pula
adanya keraguan pada periwayatan itu (antara pembatasan di tiga masjid
atau di masjid jamaah) termasuk hal yang melemahkan pendalilan dengan
salah satu bagian dari hadits tersebut. Dengan ini pula Ibnu Hazm
melemahkan hadits ini. Beliau berkata, ‘Keraguan ini dari Hudzaifah
sendiri atau perawi setelahnya (yang di bawahnya). Tidak dibenarkan
memastikan bahwa hadits-hadits itu berasal dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dengan adanya keraguan pada periwayatannya. Seandainya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengucapkannya, tentu
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjaganya untuk umat ini dan tidak akan
tersisipi keraguan dalam periwayatannya.
Adapun yang menyatakan hadits ini shahih adalah asy-Syaikh
al-Albani dalam ash-Shahihah (no. 2786) dan asy-Syaikh Muhammad bin
Abdil Wahhab al-Wushabi. Namun asy-Syaikh Muhammad bin Abdil
Wahhab al-Wushabi tidak menyatakan bahwa i’tikaf hanya sah dilakukan di
tiga masjid dengan hadits ini. Beliau justru mengambil bagian kedua dari
hadits untuk berpendapat bahwa i’tikaf hanya sah dilakukan di masjid
jamaah (masjid jami’). Beliau menukilkan pula bahwa ini adalah pendapat
asy-Syaikh Muqbil al-Wadi’i. Lihat risalah beliau Idhah ad-Dalalah fi
Takhrij wa Tahqiq Hadits La I’tikaf illa fil Masjid ats-Tsalatsah.
Seandainya pun hadits Hudzaifah ini dinyatakan shahih, hadits ini
tetap tidak bisa menjadi dalil untuk membatasi bahwa i’tikaf hanya sah
dilakukan di tiga masjid. Hadits ini harus dipadukan dengan dalil-dalil lain yang menyebutkan bolehnya beri’tikaf di selain tiga masjid.
Oleh karena itu, hadits ini harus ditafsirkan dengan makna bahwa
tidaklah i’tikaf sempurna melainkan bila dilakukan di tiga masjid atau
masjid jamaah. Dengan ini, tampaklah bahwa pendapat yang kami pilih
adalah pendapat yang terbaik, insya Allah. [4] Wallahu a’lam.
Catatan kaki:
[1] Karena (alif lam) pada kata (al-masjidu) di ayat tersebut
merupakan salah satu perangkat bahasa yang digunakan untuk menunjukan
makna yang bersifat umum.
[2] Karena kewajiban menghadiri shalat berjamaah menuntutnya untuk
banyak keluar dari masjid tempat i’tikafnya serta berulang kali dalam
sehari semalam. Hal ini akan membatalkan i’tikafnya, karena bertolak
belakang dengan maksud dan tujuan i’tikaf itu sendiri.
[3] Karena kewajiban menghadiri shalat Jum’at tidak memiliki
intensitas yang sering dan hanya sekali dalam sepekan, sehingga tidak
menuntutnya sering keluar meninggalkan masjid tempat i’tikafnya, dan hal
itu tidak membatalkan i’tikaf.
[4] Lihat pembahasan ini pada kitab al-Muhalla (no. 633), Bidayah
al-Mujtahid (2/610), al-Mughni (4/461-463), al-Majmu’ (6/507-508),
Fathul Bari (dalam Kitab al-I’tikaf, Bab al-I’tikaf fi al-’Asyri
al-Awakhir), Nailul Authar (dalam Kitab al-I’tikaf penjelasan hadits
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu), asy-Syarh al-Mumti’ (6/504-507), dan
Majmu’ al-Fatawa li Ibni Baz (14/436).
Sumber: Majalah Asy Syariah, no. 63/VI/1431 H/2010, hal. 76-78.
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.
Jumlah Pengunjung
1319435
Blog Archive
-
▼
2011
(1346)
-
▼
August
(158)
- Menyatukan Hari Raya
- Fatwa-Fatwa Seputar Berhari Raya dengan Pemerintah
- Salah Memaknai Idul Fitri
- Hari Raya dan Makna Dalam Islam
- Orang Yang Berbahagia di Hari Raya
- Etika Makan ( dalam Perspektif Al Qur'an dan As Su...
- Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dalam Masalah Die...
- Jangan Biarkan Hati Menderita Karena Hasad
- Koreksi Terhadap Sebagian Adat yang Digiatkan di B...
- Keutamaan Ilmu Syar'i dan Mempelajarinya
- Berbahagialah Mengemban Amanah
- Bimbimgan Berhari Raya Idul Fitri
- Kata Mutiara dari Al Quran dan Hadist
- Peran Keluarga Dalam Pertumbuhan Anak
- Enam Keistimewaan Wanita di Surga
- Jaminan Masuk Syurga yang Mengikuti Paham Ahlus Su...
- Lupa Bernazar?????
- Bolehkah Meletakkan Musyaf di Lantai??
- Kadar Zakat Fitrah
- Penjelasan Serba Serbi Lailatul Qadar
- Saat Sholat,Kencing Keluar Sedikit
- Perbedaan Zakat Fitrah dan Zakat Fitri
- Ketika Agama Telah Mengharamkan
- Jika Mengeluarkan Mani saat Puasa Ramadhan
- Jika Membayar Fidyah tidak Boleh dengan Uang
- Lailatul Qadar untuk Wanita Haid
- Ijab Qabul Harus Satu Nafas
- Minta Fatwa pada Hatimu
- 1 Kesulitan, 2 Kemudahan
- Nasihat Syaikh Rabi’ Al-Madkhali bagi Salafiyin: J...
- Dahsyatnya Ibadah Di Kala “Kelalaian” Mendominasi ...
- Berkat Takwa bagi Orang Yang lalai
- Kemuliaan Ilmu Atas Harta
- BERHAJI DI BAWAH BIMBINGAN RASULULLAH
- Hukum Membaca Al Qur'an Melalui Komputer Atau Mush...
- Menyambut Hari Fithri
- Waktu-Waktu Terkabulnya
- Seseorang Berhubungan dengan Istrinya Waktu Siang ...
- Imunisasi Dengan Vaksinnya Dari Enzim Babi
- Penyesalan Berkepanjangan
- Seputar I’tikaf
- Bercanda Yang Syar'i
- Konsultasi Syariat: Tidak Diadzab Asal Tidak Syirik
- Pahala Kurban untuk orang yang sudah wafat
- Hukum I’tikaf di Selain Masjid yang Tiga
- Apakah Qunut Witir Hanya Dilakukan pada Setengah B...
- Bolehkah Menirukan Suara Dalam Shalat Tarawih?
- Bagaimana Ketaatan Kepada Ibu yang Beragama Katolik?
- Perlukah Membaca Basmalah Ketika Hendak Berwudhu?
- Semuanya Merugi Kecuali....
- Indahnya Pertemuan Itu
- Apa Hukum Sutrah dalam Shalat ?
- Ternyata Bukan Najis
- Fatwa-fatwa bagi Orang Sakit yang Ada di Rumah Sak...
- Pentingnya ilmu dalam pernikahan
- Adakah shalat taubat?
- Jangan salah meminta syafa'at
- Tahlilan Dalam Timbangan Islam
- Janganlah Buat Sia-Sia Puasamu
- Tugas-Tugas Seorang Mukmin di Bulan Ramadhan
- Mengenal Masjid Al Haram
- Jika Terlanjur Salah Dalam Mengeluarkan Zakat Kepa...
- Ada Apa Dengan Doaku?
- Hukum hormat bendera
- Kosakata Arab: Anggota Tubuh Manusia
- Melakukan Onani di Bulan Ramadan karena Tidak Tahu
- Kapan Harus Mulai Menghentikan Sahur?
- 7Tuduhan keji ahlul Kitab kepada para Nabi dan Rosul
- Cara Nyamuk Memilih Darah Manusia
- Fatwa Ulama Zakat Firi dalam bentuk Uang Tunai
- Waspadai studi islam di barat
- Nasehat pernikahan untuk putriku
- Aliran Sesat Disebut Menduiti
- Google Luncurkan Fitur Jadwal Waktu Salat Seluruh ...
- Apa Yang Harus Anda Lakukan Ketika Kondisi Berikut...
- Legalkah Hubungan Kami?
- Tanda Cinta Dari Sang Terkasih
- MERAIH AMPUNAN ALLAH AL-GHAFUR DI BULAN RAMADHAN Y...
- Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahab...
- Menimbang bisnis warnet
- Hal-Hal yang Dapat Mendukung Wanita untuk Mencapai...
- Ruginya Tidur Setelah Subuh
- Zakat Fitrah
- Ebook Gratis: “Mengapa Kita Shalat?” | Mengkritisi...
- Membelakangi Al-Quran, Masalah Besar
- Pacaran Saat Puasa
- Hukum Menunda Zakat sampai Ramadan
- Fidyah Tidak Boleh Diganti Uang
- Mendapat SIM Tanpa Sogok
- Ucapan “Alhamdulillah ‘ala Kulli Hal”
- Jangan Lupa Oleh-Oleh
- Kerusakan Petasan dan Kembang Api
- BOLEHKAH LAKI-LAKI MEMAKAI SUTERA “SINTETIS”? | Ba...
- Safar Maksiat
- keutamaan silaturahmi
- Menjawab Tuduhan Idahram: Siapakah Syaikh Muhammad...
- Konsumsi Obat Penghalang Haidh Ketika Ramadhan
- Hukum Shalat Sunnah Setelah Witir
- Hukum Orang Yang Tidak Mau Memaafkan
- Puasa Bagi Wanita Yang Baru Tahu Suci Setelah Subuh
-
▼
August
(158)