MENYATUKAN HARI RAYA
Oleh
Ustadz Armen Halim Naro
Perselisihan dalam menentukan hari raya, baik hari raya Idul Fithri
maupun hari raya Idul Adha menjadi sebuah fenomena yang seringkali
terjadi di kalangan kaum muslimin seakan-akan makna “al-id” yang
seharusnya sesuatu yang berulang dengan penuh kegembiraan dan keceriaan,
berubah menjadi sebuah permasalahan yang berulang-ulang tiap tahunnya
dengan perselisihan dan pertengkaran.
Sebagai seorang muslim, tidak ada jalan lain kecuali beramal di atas
bashirah dan ilmu yang akan menerangi jalan untuknya menuju keridhaan
Allah. Maka dalam pembahasan masalah ini, penulis berusaha untuk
memberikan pemahaman tentang sebab terjadinya perselisihan, dan kita
yang tepat dalam bersikap, sehingga kita terlepas dari jeratan
pertikaian dan termasuk orang yang berpegang teguh dengan tali Allah.
Semoga Allah memberi taufiq kebenaran kepada penulis, sehingga dijauhkan
dari kesalahan dalam penulisan dan pemahaman.
MENGAPA BERSELISIH DALAM MENENTUKAN HARI RAYA?
Perselisihan ini, tidak hanya terjadi di kalangan para ulama sebelumnya
dalam permasalahan ijtihad, akan tetapi diperparah lagi dengan masuknya
orang-orang yang tidak mengetahui agama (munafik) atau orang yang
cenderung mengikuti akalnya sendiri [1], masuk ke dalam kancah
permasalahan ini sehingga semakin memperkeruh masalah.
Perselisihan yang terjadi dalam menentukan ke dua hari raya ini, dapat kita bagi dalam beberapa permasalahan.
Pertama : Adanya silang pendapat dalam cara menentukan hari raya, dengan hisab ataukah ru’yah hilal.
Kedua : Adanya perbedaan pendapat yang menyangkut mathla’ hilal pada
setiap negeri atau tidak. Dalam arti, jika misalnya terlihat hilal di
Arab Saudi, wajibkah semua umat Islam untuk berpuasa atau berbuka?
Ataukah setiap negeri berhukum dengan mathla’ nya sendiri-sendiri?
Ketiga : Mensikapi keputusan pemerintah dalam menentukan jatuhnya hari
raya. Sebagian yang tidak sependapat dengan pemerintah mengambil
tindakan yang dianggapnya benar. Dan sebagian lagi, dalam melihat ru’yah
hilal, berkiblat kepada negara lain, dan begitu seterusnya sehingga
terjadilan kekacauan dan perselisihan di mana-mana.
RU’YAH ATAU HISAB?
Ada dua catatan penting menanggapi permasalahan di atas.
Pertama : Menggunakan hisab untuk membuat sebuah hukum dalam syari’at
dan meninggalkan ru’yah hilal, ditakutkan terkena ancaman dari ayat
Allah, yaitu orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah
datang kebenaran, dan juga jatuh ke dalam takwil Rasulullah bahwa umat
Islam akan mengikuti perjalanan umat terdahulu (tasyabbuh), baik secara
disengaja ataupun tidak.
Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah rahimahullah berkata : “Telah sampai kepada
saya, bahwa syari’at sebelum kita juga mengaitkan hukum dengan hilal.
Kemudian terjadi perubahan karena ulah tangan-tangan jahil dari para
pengikut syari’at itu sendiri, sebagaimana telah diperbuat oleh Yahudi
dalam bertemunya dua bujur, serta menjadikan sebagian hari raya mereka
dengan menggunakan tahun Masehi, sesuai dengan kejadian yang dialami
Al-Masih. Begitu juga dengan kaum Shabi’ah, Majusi dan dari kalangan
kaum musyrikin lainnya dalam penggunaan ishtillah (penanggalan). Adapun
yang dibawa oleh syari’at kita merupakan hal yang paling baik, apik,
jelas tepat dan jauh dari pertentangan” [2]
Kedua : Pembahasan penentuan hari raya dengan menggunakan ru’yah sudah
bersifat final, setelah adanya ijma’ selama tiga abad berurut-turut.
Sehingga tidak ada jalan untuk berijtihad setelah terjadinya ijma’,
sebagaimana yang telah diterangkan dalam ushul syari’ah.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Sebagaimana telah kita ketahui
dari agama Islam, bahwa menggunakan hisab untuk menentukan sesuatu
dengan cara melihat hilal, seperti ; puasa, haji, iddah, ila’ atau
lainnya, yang menyangkut permasahan hukum dengan hilal, tidaklah
dibenarkan. Nash-nash dari Nabi tentang hal ini sangatlah banyak. Dan
kaum muslimin telah ijma’ (sepakat) dengan permasalah tersebut. Sama
sekali tidak diketahui adanya perselisihan lama atau perselisihan baru,
kecuali setelah abad ketiga, yakni oleh sebagian mutaakhirin dari
kalangan ahli fiqih gadungan yang belum matang [3]. Yaitu dengan
pernyataan “Jika hilal terhalangi awan, maka ahli hisab diperbolehkan
menggunakan hisab untuk dirinya sendiri. Jika hisab (tersebut)
menunjukkan ru’yah, maka dia boleh berpuasa. Jika tidak menunjukkan
hilal, maka tidak boleh”. Pendapat ini telah didahului oleh ijma yang
mengingkarinya, meskipun hanya berlaku untuk cuaca mendung dan
dikhususkan untuk orang yang mengetahui ilmu hisab itu sendiri. Akan
tetapi, mengikuti hisab ketika cuaca cerah, atau menggantungkan hukum
untuk kalangan umum dengan hisab, maka tidak seorang muslimpun pernah
mengatakannya”. [4]
Ketika Lajnah Da’imah Lil Buhuts Ilmiah Wal Ifta Arab Saudi, ditanya
tentang hal serupa, mereka menjawab : “Sesungguhnya Allah mengetahui
yang telah dan yang akan terjadi tentang perkembangan ilmu falak dan
ilmu pengetahuan lainnya. Sekalipun begitu, Allah berfirman.
“Barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan bulan tersebut, maka hendaklah berpusa” [Al-Baqarah ; 185]
Dan Rasul-Nya menerangkan lebih jelas dengan sabdanya.
صوموا لرو يته وأفطروا لرو يته
“Berpuasalah kalian dengan melihat hilal, dan berbukalah dengan melihatnya” [5]
Maka beliau mengaitkan mulainya puasa bulan Ramadhan dan berakhirnya
Ramadhan, yaitu dengan melihat hilal dan tidak mengaitkannya dengan
hisab bintang-bintang. Sekalipun beliau mengetahui bahwa ilmu falak akan
berkembang dengan hisab bintang dan menentukan perjalannya.
Oleh karena itu, kaum muslimin wajib kembali kepada syari’at Allah
melalui lisan Nabi-Nya, dengan menggunakan ru’yah hilal dalam berpuasa
dan berhari raya. Dan ini merupakan ijma dari ahli ilmu. Barangsiapa
yang menyelisihinya dan menggunakan hisab bintang-bintang, maka
pendapatnya aneh dan tidak dapat digunakan” [Tertanda. Ketua : Abdul
Aziz, Wakil Ketua Abdur Razzaq Afifi. Anggota Abdullah bin Qu’ud] [6]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VIII/1425H/2004M,
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo –Purwodadi
Km 8 Selokaton Gondangrejo - Solo]
________
Footnote
[1]. Lihat Majmu Fatawa (25/128-130)
[2]. Majmu Fatawa (25/135)
[3]. Sebagian pendapat ini kepada Ibnu Syuraih, Mutharif bin Abdullah
dan Ibnu Qutaibah. Nisbat kepada Ibnu Syuraih dan Abdullah ini tidak
benar. Adapun Ibnu Qutaibah, pendapatnya dalam masalah ini tidak perlu
ditanggapi. Lihat Nailul Authar (4/502) Dar Ash-Shumai’i, Tharhut
Tatsrib, Al-Iraqi (2/2-112).
[4]. Majmu Fatawa (25/132-133)
[5]. HR Muslim, Kitab Shiyam, Bab Wujub Shaumi Ramadan Li Ru’yatil Hilal, Syarh Muslim (3/134-135)
[6]. Fatawa Ramadhan (1/118-19)
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
0 Komentar:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.
Jumlah Pengunjung
1319393
Blog Archive
-
▼
2011
(1346)
-
▼
August
(158)
- Menyatukan Hari Raya
- Fatwa-Fatwa Seputar Berhari Raya dengan Pemerintah
- Salah Memaknai Idul Fitri
- Hari Raya dan Makna Dalam Islam
- Orang Yang Berbahagia di Hari Raya
- Etika Makan ( dalam Perspektif Al Qur'an dan As Su...
- Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dalam Masalah Die...
- Jangan Biarkan Hati Menderita Karena Hasad
- Koreksi Terhadap Sebagian Adat yang Digiatkan di B...
- Keutamaan Ilmu Syar'i dan Mempelajarinya
- Berbahagialah Mengemban Amanah
- Bimbimgan Berhari Raya Idul Fitri
- Kata Mutiara dari Al Quran dan Hadist
- Peran Keluarga Dalam Pertumbuhan Anak
- Enam Keistimewaan Wanita di Surga
- Jaminan Masuk Syurga yang Mengikuti Paham Ahlus Su...
- Lupa Bernazar?????
- Bolehkah Meletakkan Musyaf di Lantai??
- Kadar Zakat Fitrah
- Penjelasan Serba Serbi Lailatul Qadar
- Saat Sholat,Kencing Keluar Sedikit
- Perbedaan Zakat Fitrah dan Zakat Fitri
- Ketika Agama Telah Mengharamkan
- Jika Mengeluarkan Mani saat Puasa Ramadhan
- Jika Membayar Fidyah tidak Boleh dengan Uang
- Lailatul Qadar untuk Wanita Haid
- Ijab Qabul Harus Satu Nafas
- Minta Fatwa pada Hatimu
- 1 Kesulitan, 2 Kemudahan
- Nasihat Syaikh Rabi’ Al-Madkhali bagi Salafiyin: J...
- Dahsyatnya Ibadah Di Kala “Kelalaian” Mendominasi ...
- Berkat Takwa bagi Orang Yang lalai
- Kemuliaan Ilmu Atas Harta
- BERHAJI DI BAWAH BIMBINGAN RASULULLAH
- Hukum Membaca Al Qur'an Melalui Komputer Atau Mush...
- Menyambut Hari Fithri
- Waktu-Waktu Terkabulnya
- Seseorang Berhubungan dengan Istrinya Waktu Siang ...
- Imunisasi Dengan Vaksinnya Dari Enzim Babi
- Penyesalan Berkepanjangan
- Seputar I’tikaf
- Bercanda Yang Syar'i
- Konsultasi Syariat: Tidak Diadzab Asal Tidak Syirik
- Pahala Kurban untuk orang yang sudah wafat
- Hukum I’tikaf di Selain Masjid yang Tiga
- Apakah Qunut Witir Hanya Dilakukan pada Setengah B...
- Bolehkah Menirukan Suara Dalam Shalat Tarawih?
- Bagaimana Ketaatan Kepada Ibu yang Beragama Katolik?
- Perlukah Membaca Basmalah Ketika Hendak Berwudhu?
- Semuanya Merugi Kecuali....
- Indahnya Pertemuan Itu
- Apa Hukum Sutrah dalam Shalat ?
- Ternyata Bukan Najis
- Fatwa-fatwa bagi Orang Sakit yang Ada di Rumah Sak...
- Pentingnya ilmu dalam pernikahan
- Adakah shalat taubat?
- Jangan salah meminta syafa'at
- Tahlilan Dalam Timbangan Islam
- Janganlah Buat Sia-Sia Puasamu
- Tugas-Tugas Seorang Mukmin di Bulan Ramadhan
- Mengenal Masjid Al Haram
- Jika Terlanjur Salah Dalam Mengeluarkan Zakat Kepa...
- Ada Apa Dengan Doaku?
- Hukum hormat bendera
- Kosakata Arab: Anggota Tubuh Manusia
- Melakukan Onani di Bulan Ramadan karena Tidak Tahu
- Kapan Harus Mulai Menghentikan Sahur?
- 7Tuduhan keji ahlul Kitab kepada para Nabi dan Rosul
- Cara Nyamuk Memilih Darah Manusia
- Fatwa Ulama Zakat Firi dalam bentuk Uang Tunai
- Waspadai studi islam di barat
- Nasehat pernikahan untuk putriku
- Aliran Sesat Disebut Menduiti
- Google Luncurkan Fitur Jadwal Waktu Salat Seluruh ...
- Apa Yang Harus Anda Lakukan Ketika Kondisi Berikut...
- Legalkah Hubungan Kami?
- Tanda Cinta Dari Sang Terkasih
- MERAIH AMPUNAN ALLAH AL-GHAFUR DI BULAN RAMADHAN Y...
- Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahab...
- Menimbang bisnis warnet
- Hal-Hal yang Dapat Mendukung Wanita untuk Mencapai...
- Ruginya Tidur Setelah Subuh
- Zakat Fitrah
- Ebook Gratis: “Mengapa Kita Shalat?” | Mengkritisi...
- Membelakangi Al-Quran, Masalah Besar
- Pacaran Saat Puasa
- Hukum Menunda Zakat sampai Ramadan
- Fidyah Tidak Boleh Diganti Uang
- Mendapat SIM Tanpa Sogok
- Ucapan “Alhamdulillah ‘ala Kulli Hal”
- Jangan Lupa Oleh-Oleh
- Kerusakan Petasan dan Kembang Api
- BOLEHKAH LAKI-LAKI MEMAKAI SUTERA “SINTETIS”? | Ba...
- Safar Maksiat
- keutamaan silaturahmi
- Menjawab Tuduhan Idahram: Siapakah Syaikh Muhammad...
- Konsumsi Obat Penghalang Haidh Ketika Ramadhan
- Hukum Shalat Sunnah Setelah Witir
- Hukum Orang Yang Tidak Mau Memaafkan
- Puasa Bagi Wanita Yang Baru Tahu Suci Setelah Subuh
-
▼
August
(158)