Kita sudah mengetahui bahwa khutbah Jum’at terdapat dua kali khutbah dan imam akan duduk di antara dua khutbah tersebut. Kita sering saksikan pula bahwa ketika imam duduk, sebagian jama’ah mengangkat tangan dan berdo’a. Namun mungkin sebagian orang yang melakukannya tidak mengetahui dalil akan hal ini. Bagaimana tinjauan Islam, apakah mengangkat tangan seperti itu dalam rangka berdo’a benar dituntunkan?
Dalil bahwsanya shalat Jum’at memiliki dua khutbah ditunjukkan dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Beliau berkhutbah dua kali di mimbar dan memisahkan dengan duduk yang singkat. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَخْطُبُ خُطْبَتَيْنِ يَقْعُدُ بَيْنَهُمَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu berkhutbah dua kali dan duduk antara keduanya.” (HR. Bukhari no. 928)Do’a Mustajab di Hari Jum’at
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jum’at, lantas beliau bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ
لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ
اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di hari Jum’at terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba
muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas ia memanjatkan suatu
do’a pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan
memberi apa yang ia minta.” (HR. Bukhari no. 935 dan Muslim no. 852)Ada hadits lain yang secara sanad shahih menyebutkan tentang kapan waktu mustajab di hari Jum’at yang dimaksud. Hadits tersebut adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
« يَوْمُ
الْجُمُعَةِ ثِنْتَا عَشْرَةَ ». يُرِيدُ سَاعَةً « لاَ يُوجَدُ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ ».
“(Waktu siang) di hari Jum’at ada 12 (jam). Jika seorang muslim
memohon pada Allah ‘azza wa jalla sesuatu (di suatu waktu di hari
Jum’at) pasti Allah ‘azza wa jalla akan mengabulkannya. Carilah waktu
tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah ‘Ashar.”[1]
Kata Syaikh Musthofa, “Walaupun sanadnya shahih, namun hadits tersebut
memiliki ‘illah (cacat)”. Karena hadits dikatakan shahih tidak
semata-mata dilihat dari sanadnya yang selamat, namun juga dilihat
adakah ‘illah (cacat) dalam hadits tersebut ataukah tidak. Demikianlah
yang dapat dipahami dari ilmu mustholah hadits.Pendapat yang disebut dari hadits terakhir, itulah yang lebih mendekati tentang maksud waktu di hari Jum’at. Kata Syaikh Musthofa Al ‘Adawi rahimahullah, “Namun demikian, sudah sepantasnya seorang muslim berusaha untuk memperbanyak do’a di hari Jum’at di waktu-waktu yang ada secara umum.”
Jadi secara ringkas, berdo’a di hari Jum’at tidak khusus saat imam duduk di antara dua khutbah.
Baca secara lengkap pembahasan: Do’a di Hari Jum’at.
Bagaimana hukum berdo’a di antara dua khutbah saat imam duduk?
قال الشيخ عبد الله بن عبد الرحمن أبا بطين رحمه الله :
" الدعاء حال جلوسه بين الخطبتين – ما - علمت فيه شيئا ، ولا ينكر على فاعله الذي يتحرى الساعة المذكورة في يوم الجمعة " انتهى.
"رسائل وفتاوى الشيخ عبد الله أبا بطين" (ص/163).
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Aba Bathin rahimahullah berkata,
“Do’a ketika duduk antara dua khutbah, aku tidak tahu sama sekali
tentang ajaran tersebut. Namun jangan mengingkari orang yang melakukan
hal itu karena boleh jadi ia sengaja mencari waktu mustajabnya do’a di
hari Jum’at.” (Rosail wa Fatawa Asy Syaikh ‘Abdullah Aba Bathin, hal.
163)." الدعاء حال جلوسه بين الخطبتين – ما - علمت فيه شيئا ، ولا ينكر على فاعله الذي يتحرى الساعة المذكورة في يوم الجمعة " انتهى.
"رسائل وفتاوى الشيخ عبد الله أبا بطين" (ص/163).
وقال الشيخ محمد رشيد رضا رحمه الله :
" أما رفع اليدين والأصوات بالدعاء عند جلوس الخطيب بين الخطبتين فلا نعرف له سنة تؤيده ، ولا بأس به لولا التشويش ، وأنهم جعلوه سنة متبعة بغير دليل .
والمأثور : طلب السكوت إذا صعد الإمام المِنبر ، وإنما السكوت للسماع ؛ لذلك نقول : لا بأس بالدعاء في غير وقت السماع ، ولكن يدعو خُفية ، لا يؤذي غيره بدعائه ، ولا يرفع كل الناس أيديهم ، فيكون ذلك شعارًا من شعائر الجمعة بغير هداية من السنة فيه ؛ بل إنهم يخالفون صريح السنة ؛ إذ يقوم الإمام ويشرع في الخطبة الثانية وهم مستمرون على دعائهم ، فأَولى لهم سماع وتدبر وقت الخطبة ، وفكر وتأثر وقت الاستراحة ، وأهون فعلهم هذا أن يكون بدعة مكروهة . والله أعلم " انتهى.
"مجلة المنار" (6/792).
Syaikh Muhammad Rosyid Ridho rahimahullah berkata, “Adapun
mengangkat kedua tangan dan bersuara saat berdo’a ketika imam duduk di
antara dua khutbah, aku sendiri tidak mengetahui bahwa hal itu bagian
dari ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tidak
mengapa jika ia berdo’a dengan syarat tidak memberikan was-was pada
jama’ah yang lain dan do’a pada waktu tersebut tidak dijadikan
rutinitas." أما رفع اليدين والأصوات بالدعاء عند جلوس الخطيب بين الخطبتين فلا نعرف له سنة تؤيده ، ولا بأس به لولا التشويش ، وأنهم جعلوه سنة متبعة بغير دليل .
والمأثور : طلب السكوت إذا صعد الإمام المِنبر ، وإنما السكوت للسماع ؛ لذلك نقول : لا بأس بالدعاء في غير وقت السماع ، ولكن يدعو خُفية ، لا يؤذي غيره بدعائه ، ولا يرفع كل الناس أيديهم ، فيكون ذلك شعارًا من شعائر الجمعة بغير هداية من السنة فيه ؛ بل إنهم يخالفون صريح السنة ؛ إذ يقوم الإمام ويشرع في الخطبة الثانية وهم مستمرون على دعائهم ، فأَولى لهم سماع وتدبر وقت الخطبة ، وفكر وتأثر وقت الاستراحة ، وأهون فعلهم هذا أن يكون بدعة مكروهة . والله أعلم " انتهى.
"مجلة المنار" (6/792).
Ketika imam naik mimbar, jama’ah hendaknya diam. Oleh karena itu kami mengatakan, tidak mengapa jika seseorang berdo’a di selain waktu mendengar khutbah, namun dengan suara yang lirih dan tidak mengganggu yang lain. Ketika itu pun tidak perlu mengangkat tangan saat berdo’a. Karena jika dilakukan seperti itu, tidak ada dalil yang mendukungnya. Bahkan perbuatan seperti menyelisihi ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ada sebagian yang masih berdo’a ketika imam sudah mulai khutbah kedua. Yang tepat adalah para jama’ah hendaknya mendengar dan merenungi khutbah yang disampaikan. Lalu ia memikirkan dan mengambil pelajaran ketika imam istirahat (di antara dua khutbah). Seringan-ringan perbuatan yang mereka lakukan termasuk bid’ah makruhah.” (Majallatul Manar, 6: 792)
Sebagian ulama ada yang membolehkan berdo’a kala imam duduk di antara dua khutbah Jum’at dan bahkan dibolehkan pula mengangkat tangan sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah. Beliau membolehkan hal ini karena waktu tersebut termasuk dalam waktu ijabahnya do’a di hari Jum’at.
Namun kami lebih tentram dengan pendapat yang menyatakan tidak perlu mengkhususkan do’a tatkala imam duduk di antara do’a khutbah Jum’at. Boleh sekali-kali berdo’a kala itu, namun tidak jadi kebiasaan dan dengan suara yang lirih yang tidak mengganggu jama’ah lain.
Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata, “Pendapat yang lebih kuat –wallahu a’lam- tidak ada ajaran khusus dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajarkan do’a khusus tatkala imam duduk di antara dua khutbah. Jika ada yang berkeinginan menyibukkan diri dengan do’a, dizikir atau membaca ayat Qur’an tatkala imam diam sejenak kala itu, maka silakan, dengan syarat tidak memberikan was-was pada jama’ah lainnya.” (Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 111936)
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
@ Islamic Centre Bathah, Riyadh KSA, 28 Muharram 1433 H
www.rumaysho.com
[1] HR. Abu Daud no. 1048. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menyatakan adanya cacat dalam hadits ini walaupun sanadnya shahih.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer