Pembaca yang budiman, hari demi
hari Indonesia Raya diuji dan ditimpa dengan berbagai musibah dan cobaan besar.
Bermula dari musibah Tsunami yang menenggelamkan Serambi Mekah ‘Aceh’; gempa
yang menggoncangkan Daerah Istimewa Yogyakarta; banjir bandang yang menyapu
rata sebagian daerah Sulsel, seperti di Sinjai; demikian pula lumpur panas
‘Lapindo’ yang memaksa masyarakat Sidoarjo meninggalkan kampung halamannya;
jatuhnya Adam Air; tenggelamnya KM Senopati, dan banjir yang menyadarkan
penduduk Ibu Kota Jakarta. Ditambah lagi dengan bencana dimana-mana, seperti gempa
bumi, tanah longsor, banjir, wabah penyakit, kekeringan puso (gagal panen) dan
lain-lain. Beginilah gambaran “Indonesia Hari Ini”.
Semua rentetan peristiwa ini
memancing kita mengernyitkan dahi untuk “sedikit berpikir”, apa gerangan
menyebabkan Allah menurunkan cobaan dan musibah yang bertubi-tubi. Jawabannya
singkat, karena dosa-dosa yang dilakukan oleh anak-anak Adam, baik dosa itu
berupa kekafiran, ke-syirik-an, bid’ah (ajaran baru yang tak ada contohnya
dalam agama), dosa-dosa besar, dan kecil.
Al-Imam Abul Faraj Abdur Rahman
Ibnul Jauziy -rahimahullah- berkata dalam Shoid Al-Khothir (hal. 195-196),
“Seyogyanya bagi setiap orang yang memiliki hati, dan pikiran agar khawatir
terhadap akibat maksiat, karena tidak ada hubungan kerabat, dan silaturrahmi
antara seorang anak Adam dengan Allah. Allah hanyalah Penegak dan Pemutus
keadilan. Jika kelembutan Allah mampu meliputi (menutupi) dosa-dosa. Cuman jika
Allah ingin mengampuni dosa itu, maka Dia akan mengampuni segala dosa yang
besar. Jika hendak menyiksa seseorang, maka Allah akan menyiksanya, dengan
siksaan yang masih dianggap ringan. Maka takut dan khawatirlah kalian. Sungguh
aku telah menyaksikan beberapa kaum dari kalangan orang-orang yang hidup mewah
bergelimang dalam kezhaliman dan maksiat, yang tersembunyi maupun yang nampak.
Mereka telah lelah dari arah yang mereka tak sangka; merekapun meninggalkan
prinsipnya, dan membatalkan sesuatu yang mereka bangun berupa aturan-aturan
yang mereka telah buat untuk keturunan mereka. Perkara itu tidaklah terjadi,
kecuali karena mereka telah melalaikan hak-hak Allah -’Azza wa Jalla-. Mereka
menyangka bahwa apa yang mereka lakukan berupa kebaikan mampu menghadapi segala
sesuatu yang sedang terjadi berupa kejelekan (maksiat). Akhirnya, bahtera
imaginasi mereka melenceng, lalu masuk kedalam air berbahaya yang
menenggelamkannya… Takutlah kepada Allah, senantiasalah kalian merasa diawasi
oleh Allah”.
Dosa-dosa yang mereka lakukan
beragam bentuknya, bisa berupa: ke-syirik-an (seperti, menyembelih untuk
makhluk, berdo’a/meminta kepada makluk), kezholiman, munculnya
pemikiran-pemikiran sesat, khurafat, demonstrasi, tawuran, terorisme,
pembunuhan, perampokan, perjudian, penipuan, perzinaan, aborsi, penebangan
hutan secara liar, penyelundupan, kekerasan, menghalalkan musik, riba, dan
masih banyak lagi tindakan kejahatan lainnya, yang sudah sering terdengar di
telinga kita.
Lalu, kapankah masyarakat kita
dapat menghirup udara segar berupa ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan?
Keadaan bangsa kita telah banyak diwarnai dengan serba-serbi perbuatan amoral
dan tindakan anarkis. Harusnya kita merasa malu dan menutup muka dari
perbuatan-perbuatan yang menyimpang tersebut, segera bertaubat kepada Allah
-Subhanahu wa Ta’ala- dari perbuatan-perbuatan
tersebut. Maraknya perbuatan-perbuatan amoral dan anarkis di negara kita
disebabkan karena kaum muslimin jauh dari agamanya, dan tidak ditegakkannya
syari’at Allah.
Sebagian kaum muslimin, bangsa
kita malas dan enggan untuk mempelajari agama ini. Mereka lebih cenderung untuk
menghadiri acara-acara yang berbau haram dan merusak, daripada menghadiri
majlis-majlis ilmu -yakni ilmu agama yang sesuai dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
dan pemahaman salafus shaleh-. Mereka (sebagian kaum muslimin) lebih cenderung
membaca buku-buku yang berbau bid’ah, khurafat dan zina daripada membaca
Al-Qur’an. Padahal Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjadikan Al-Qur’an
sebagai petunjuk, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah: 2)
Turunnya berbagai musibah berupa
gempa bumi, tanah longsor, banjir, wabah penyakit dan kekeringan, tidak lain
karena bertebarannya berbagai kemaksiatan yang dilakukan oleh tangan-tangan
kita, dan jauhnya kaum muslimin dari agamanya yang terdapat dalam Al-Qur’an,
dan sunnah.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
berfirman,
“Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum: 41)
Al-Hafizh Ibnu Katsir
-rahimahullah- berkata dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (3/572), “Abul ‘Aliyah
berkata, “Barangsiapa yang berbuat maksiat di muka bumi, maka ia telah
melakukan kerusakan di muka bumi”. Karena kebaikan bumi, dan langit lantaran
ketaatan. Karena ini, telah datang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud, “Benar-benar hukuman hadd ditegakkan di muka bumi lebih dicintai
oleh penduduk bumi dibandingkan mereka diberi hujan selama 40 hari”. Sebabnya,
karena hukuman hadd (hukuman yang ditetapkan batasannya dalam nash, seperti
hukum hadd zina adalah rajam bagi yang telah nikah, dan cambuk bagi yang belum
nikah, pen) jika ditegakkan, maka manusia,
mayoritas, atau kebanyakan mereka akan berhenti melakukan
perkara-perkara yang haram. Jika maksiat tidak lagi dikerjakan, maka itu
merupakan sebab datangnya berkah dari langit, dan bumi. Oleh karena ini, ketika
Isa –’alaihis salam- turun di akhir zaman, maka ia akan berhukum dengan
syari’at Islam yang suci ini pada saat itu, berupa pembunuhan babi-babi,
pematahan salib-salib, dan pembatalan jizyah. Maka dia tidak akan menerima,
kecuali Islam, dan pedang (perang). Bila Allah membinasakan Dajjal,
pengikutnya, Ya’juj, dan Ma’juj di zamannya, maka diperintahkan kepada bumi,
“Keluarkanlah berkahmu”, lalu sekelompok manusiapun memakan delima, dan
berteduh dengan batangnya, serta susu seeekor onta mencukupi sekelompok
manusia. Hal itu tak terjadi, kecuali karena berkah diterapkannya syari’at
Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Semakin ditegakkan keadilan, maka
berkah, dan kebaikan semakin banyak”.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
berfirman,
“Dan musibah apapun yang menimpa
kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri”. (QS. Asy-Syura: 30)
Jadi, musibah menimpa manusia
karena ulah tangan mereka sendiri. Di antara manusia ada yang menampakkan
kekejian, mengurangi timbangan, dan takaran, membatalkan perjanjian, dan tidak
mau memberlakukan Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai Pemutus perkara yang paling
adil; malah mereka membuang Kitabullah di belakang punggung. Kalaupun mereka
ambil, maka mereka ambil sebagian dari Kitabullah yang sesuai dengan hawa nafsu
mereka.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda,
“Apabila berbagai macam perbuatan
keji bertebaran di suatu kaum, sehingga mereka melakukan dengan
terang-terangan, pastilah akan tersebar wabah tha’un dan berbagai macam wabah
penyakit lainnya yang tidak pernah menyerang generasi-generasi terdahulu
(sebelum mereka); apabila ia mengurangi takaran dan timbangan, niscaya mereka
akan tertimpa kemarau yang panjang, krisis (kegentingan) ekonomi, dan
kezhaliman penguasa; apabila mereka enggan menunaikan zakat harta mereka,
niscaya mereka tidak diberi hujan dari langit, dan andaikan tidak dikarenakan
adanya hewan ternak, mereka sama sekali tidak diberi hujan; apabila mereka
membatalkan perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah jadikan
musuh-musuh menguasai mereka, lalu musuh-musuh itu mengambil semua kekayaan
yang mereka miliki. Apabila penguasa yang memimpin mereka tidak menegakkan
hukum berdasarkan kitabullah (Al-Qur ‘an) atau hanya memilih sebagian saja dari
hukum-hukum yang diturunkan Allah, niscaya Allah menjadikan permusuhan berkobar
di antara sesama mereka”. [HR. Ibnu Majah dalam As-Sunan (4019), dan lainnya.
Hadits ini shohih sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Allamah Al-Muhaddits
Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- dalam As-Silsilah Ash-shahihah (106)]
Dalam hadits ini Anda lihat
bagaimana besarnya pengaruh jelek maksiat bagi manusia. Maksiat-maksiat yang
disebutkan dalam hadits ini, dan selainnya merupakan sebab datangnya musibah
yang menimpa kita. Hadits ini juga menjelaskan kepada kita bahwa terkadang
musibah disebabkan oleh perkara yang tidak diperhatikan dan tidak disadari oleh
manusia. Manusia pada hari ini sibuk berbuat maksiat, bid’ah (seperti merayakan
maulid), kekafiran, dan kesyirikan, namun mereka lalai bahwa perkara-perkara
itu menyebabkan turunnya musibah.
Al-Allamah Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah
-rahimahullah- dalam Ad-Daa’ wa Ad-Dawa’ (hal. 65-66) berkata, “Di antara
perkara yang seyogyanya diketahui, dosa-dosa, dan maksiat mendatangkan musibah
-dan memang harus demikian-, dan mudhorotnya pada hati laksana racun,
mudhorotnya pada tubuh sesuai tingkatannya. Tak ada suatu keburukan dan
penyakit, di dunia dan akhirat, kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat.
Apakah yang menyebabkan kedua orang tua kita keluar dari surga, negeri yang
penuh kelezatan, nikmat, kebahagian, dan kegembiraan menuju negeri (neraka)
yang penuh sakit, kesedihan, dan musibah?… Apakah yang menyebabkan seluruh
penduduk bumi tenggelam, sehingga air meluap (menutupi) puncak-puncak gunung?
Apakah yang menyebabkan angin menyapu rata kaum Aad, sehinggga angin itu
menghempaskan mereka dalam keadaan mati, laksana mayang korma kosong; angin
meluluhlantahkan segala sesuatu yang dilaluinya pada negeri-negeri mereka,
tanaman, hewan ternak mereka, sehingga mereka menjadi ibrah (pelajaran) bagi
umat-umat sampai hari kiamat?”.
Jadi, solusi (pertama) bagi
bangsa kita untuk melepaskan diri dari rusaknya moral dan akhlak, tiada lain,
kecuali kaum muslimin bangsa kita mau kembali ke jalan Allah dan bertakwa
kepada-Nya. Selain itu, hendaklah kaum muslimin bangsa kita merenungi dosa-dosa
yang telah diperbuat dan merenungi siksa Allah yang keras bagi orang yang
melakukan maksiat.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
berfirman,
“Dan bertakwalah kepada Allah dan
Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 196)
Jika seseorang bertakwa kepada
Allah dengan menunaikan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya, maka Allah
akan memberikan kepadanya jalan keluar dari arah yang tidak dia sangka. Allah
-Ta’ala- berfirman,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. (QS. Ath- Thalaaq: 2)
Solusi kedua, kaum muslimin
bangsa ini haruslah bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Bertaubat dari
syirik, sihir, menggunakan jimat, dan meminta kepada tukang sihir (paranormal),
bid’ah, ucapan kufur, memakan harta manusia secara batil, zina, merampok,
mencuri, melihat perkara cabul, dan maksiat lainnya.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- bersabda,
“Apabila kalian melakukan
transaksi “al-inah”(riba) dan kalian sibuk beternak sapi, serta kalian rela (puas)
dengan bercocok tanam dan kalian meninggalkan jihad, pastilah Allah menimpakan
kehinaan kepada kalian, dan Allah tidak akan melepaskan kehinaan itu dari
kalian sebelum kalian kembali ke agama kalian”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad
(4825), Ath-Thobraniy dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (3/208/1), dan lainnya. Hadits
ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (11)]
Hadits ini menjelaskan bahwa
solusi dari segala musibah adalah manusia mau bertobat kepada Allah, dengan
cara menerapkan seluruh agamanya, dan meninggalkan maksiat, karena kehinaan
(seperti turunnya musibah) tak mungkin akan hilang, kecuali semua kaum muslimin
sadar dan mau meninggalkan segala kesalahan, maksiat, dan kelalaiannya, serta
kembali kepada Agama Allah yang suci. Jika kalian tidak mau kembali dan
berpegang teguh dengan agama Allah ‘Islam’ yang dibawa oleh Nabi Muhammad
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-, maka takutlah diri kalian akan menjadi korban
musibah yang siap mengancam diri kalian sewaktu-waktu.
Buletin Jum’at At-Tauhid. Penerbit
: Pustaka Ibnu Abbas.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer