Jujur saja bahwa kaum muslimin
berada dalam kehinaan dan kerendahan. Sesungguhnya kehinaan dan kerendahan yang
menimpa kaum muslimin pada hari ini adalah perkara yang tak samar lagi bagi
setia orang yang berakal. Cukuplah sebagai pengingat, musibah yang menimpa kaum
muslimin berupa penjajahan kaum Yahudi atas Negeri Palestina. Belum lagi Negeri
Syam yang senantiasa problema dan kasus merongrong negeri itu. Perlu diketahui
bahwa negeri Syam mencakup Yordania (Urdun), Suriah, Lebanon, Palestina, dan
sebagian negeri Mesir (seperti, Asqolan).
Muncul berbagai macam pertanyaan,
“Bagaimanakah cara mengatasi problema kelemahan dan kehinaan kaum muslimin di
hari ini?!”
Banyak pendapat dan saran dalam
mengatasi segala permasalahan itu. Namun semuanya hanyalah saran yang kurang
tepat. Sebab, saran itu bukanlah terapi yang sampai ke akar permasalahan.
Ketahuilah bahwa kehinaan dan kelemahan kaum muslimin di hadapan kaum kafir,
bukanlah disebabkan oleh apapun, kecuali karena kezhaliman kita sendiri. Sebab
kaum muslimin telah melanggar tiga hal: Berjual-beli
dengan cara haram, rakus terhadap dunia dan meninggalkan jihad fi sabilillah.
Tak ada kewibawaan bagi kita,
kecuali dengan rujuk (kembali) kepada agama Allah -Azza wa Jalla-. Tak ada
musibah yang turun, kecuali karena dosa. Sementara musibah itu tak akan hilang,
kecuali dengan tobat. Jika kita meninggalkan agama dan itu adalah kezholiman,
maka tobatnya kita adalah rujuk (kembali) kepada tuntunan agama. Rasulullah
-Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:
“Jika kalian berjual beli dengan
cara inah (riba), memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan bercocok tanam, dan
meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan atas kalian suatu kehinaan yang
tidak akan dicabut (dihilangkan) oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama
kalian”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 3642). Hadits ini dinilai shohih
oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 11)]
Muhaddits Negeri Syam, Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Abaniy -rahimahullah-, “Sesungguhnya diantara perkara
sudah dimaklumi bahwa berlebihan dalam berusaha di balik pekerjaan akan
melalaikan pelakunya dari kewajiban serta akan mengantarkan pelakunya kepada
sikap rakus terhadap dunia, condong kepadanya dan berpaling dari jihad
sebagaimana yang telah disaksikan pada kebanyakan orang-orang kaya”. [Lihat
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah (1/42), cet. Maktabah Al-Ma'arif, 1415 H]
Al-Imam Syamsul Haqq Al-Azhim Abadiy
-rahimahullah-, “Sebab kehinaan ini –wallahu a’lam- bahwa mereka tatkala
meninggalkan jihad di jalan Allah yang di dalamnya terdapat kejayaan Islam dan
kemenangannya atas segala agama, maka Allah memperlakukan mereka dengan
(balasan) yang sebaliknya, yaitu turunnya kehinaan pada mereka. Akhirnya,
mereka berjalan (membebek) di belakang ekor-ekor sapi, dimana sebelumnya mereka
menunggangi punggung-punggung kuda yang merupakan semulia-mulianya
tempat”.[Lihat Auwnul Ma'bud (9/242)]
Para pembaca yang budiman, inilah
yang kita saksikan di hari ini!! Syariat jihad hampir saja punah disebabkan
kaum muslimin meninggalkan jihad dengan berbagai macamnya, lalu sibuk dengan
dunia. Mereka pun sibuk dengan perdagangan yang melalaikan sampai mereka pun
terjerumus dalam dunia riba. Mereka sibuk dengan peternakan dengan berbagai
macam hewan, mulai dari kambing, onta, sampai sapi. Mereka juga sibuk
perkebunan dan pertanian dengan berbagai macam jenis tanaman dan pepohonan.
Segala macam kesibukan ini memang menghasilkan harta benda. Namun seringnya
melalaikan pencarinya dari mengerjakan kewajiban agama, seperti sholat, haji,
puasa, menghadiri majelis ilmu, jihad fi sabilillah, berdakwah di jalan Allah
serta kewajiban-kewajiban lain dalam agama.
Dahulu Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam- dan para sahabat menguasai dunia untuk kepentingan akhiratnya. Kini
dunia menguasai kaum muslimin, bahkan memperbudak mereka. Lebih celakanya lagi,
diantara mereka ada yang menjual agamanya demi kepentingan dunia!! Na’udzu
billah minal kudzlan!!!
Mengumpulkan dunia beserta
kenikmatannya telah memperbudak banyak manusia muslim di hari ini. Sehingga
pekerjaan lebih ia utamakan daripada kewajiban di saat bertabrakannya dua
kepentingan: antara kepentingan dunia dan akhirat. Misalnya, banyaknya pembeli
dan nasabah di waktu sholat. Para budak dunia di saat seperti ini lebih memilih
melayani pembeli dan nasabah dibanding mendatangi masjid-masjid untuk
menghambakan diri kepada Allah!! Mereka lebih memilih memperbudak diri kepada
dunia dan pekerjaan dibanding memperbudak diri kepada Allah -Azza wa Jalla-!!!
Ketika mengumpulkan harta benda;
kebanyakan diantara mereka tidak memperhatikan halal-haramnya harta benda yang
ia usahakan. Kadang juga hartanya halal, namun dilakukan dengan cara haram!!
Usaha haram seperti ini mereka lakukan, karena dunia sudah merasuk dalam
hatinya dan selanjutnya menguasai diri dan pikirannya. Agama dan kewajiban
syariat pun sudah disepelekan dan ditingalkan.
Ketika dunia sudah menguat dalam
hati dan raga seseorang dibandingkan agama, maka Allah balas dengan kehinaan di
dunia dengan berkuasanya kaum kafir atas mereka. Semua hal dikuasai oleh
mereka, mulai dari ekonomi, pendidikan, keamanan, budaya dan lainnya!! Semua
ini lahir karena cinta dunia yang mewariskan takut mati. Lantaran itu, orang
seperti ini selalu berkhayal ingin hidup seribu tahun lagi!!
Dari Tsauban -radhiyallahu anhu-,
ia berkata, “Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
“Hampir saja umat-umat saling
memanggil (untuk menguasai dan menyerang) kalian sebagaimana halnya orang-orang
yang makan saling memanggil menuju hidangannya”.
Ada yang bertanya, “Apakah karena
kita sedikit pada hari itu?”
Beliau bersabda, “Bahkan kalian
pada hari itu banyak. Akan tetapi kalian buih, seperti buih banjir. Sungguh
Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa gentar kepada kalian dan Dia
akan memasukkan dalam hati kalian “kelemahan”". Ada yang bilang, “Apa
“kelemahan” itu?”.
Beliau bersabda, “Dia adalah
cinta dunia dan benci kematian”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4297). Hadits
ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Misykah Al-Mashobih (no.
5369)]
Al-Allamah Muhammad Thohir
Al-Hindiy -rahimahullah- berkata dalam Majma’ Bihar Al-Anwar saat menerangkan
hadits ini, “Maksudnya, hampir saja kelompok-kelompok kekafiran dan umat-umat
sesat akan saling memanggil atas kalian, yakni sebagian mengajak yang lain
untuk bersatu memerangi kalian dan mematahkan kekuatan kalian agar mereka dapat
berkuasa atas semua (negeri) yang kalian telah kuasai, sebagaimana halnya
kelompok orang-orang yang makan sebagiannya memanggil yang lain menuju hidangan
yang mereka akan santap, tanpa ada penghalang. Akhirnya, mereka makan dengan
senang, tanpa ada rasa lelah”. [Lihat Awnul Ma'bud (11/272-273)]
Inilah yang kita saksikan sejak
agama ditinggalkan dan dikesampingkan oleh kaum muslimin serta syariat jihad
dilalaikan sampai hari ini. Akibatnya, kaum muslimin menjadi bulan-bulanan
negara kafir dari barat, maupun timur. Terpuruknya kaum muslimin akibat dosa
dan kezhaliman mereka. Mereka tertinggal dan tertindas, karena mereka menjauh
dari petunjuk Islam. Sehingga pada gilirannya merekapun lebih mencintai dunia.
Ketika dunia lebih berkuasa, maka mereka akhirnya tak ingin berpisah dengan
segala harta benda dunianya dengan kematian.
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
An-Najdiy -rahimahullah- berkata ketika menerangkan faedah dari hadits ini,
“Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa sebab mundurnya kaum muslimin dan
semangatnya musuh (untuk menguasai mereka) serta tercabutnya rasa gentar kepada
kaum muslimin dari hati orang-orang kafir adalah cinta dunia dan benci
kematian; mencintai kehidupan dunia, segala kelezatan dan nikmatnya cepat lagi
maya serta benci mati. Karena inilah, kita pensiun (berhenti) dari jihad,
karena takut mati. Padahal kematian itu pasti adanya. Kematian itu bila datang
waktunya, maka ia akan pergi bersama orangnya, baik berjihad, ataukah tidak!!”
[Lihat Duruus li Asy-Syaikh Abdil Aziz bin Baaz (5/7)-Syamilah]
Demikianlah realita nyata yang
menimpa kaum muslimin hari ini. Sadar atau tidak, kaum kafir barat –misalnya-
telah menindas dan melumpuhkan kekuatan kaum muslimin dari segala sisi:
ekonomi, pendidikan, budaya, sosial, politik dan lain sebagainya.
Katika kaum muslimin pun tidak
menyuarakan jihad dan mengangkat benderanya dengan berbagai macam bentuk jihad,
maka di saat inilah kelumpuhan menimpa kubu Islam dan kaum muslimin. Marilah
sadar dan segera pulang ke haribaan Islam yang murni dari segala penyimpangan,
bukan Islam ala sekte-sekte sesat. Satukan agama dan keyakinan (aqidah),
niscaya pertolongan Allah akan datang menjemput.
“Hai orang-orang mukmin, jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kaki
kalian”. (QS. Muhammad : 7 )
Al-Allamah Abdur Rahman bin
Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata, “Ini merupakan perintah dari Allah
-Ta’ala- kepada orang-orang beriman agar menolong Allah dengan menegakkan
agama-Nya, mengajak kepadanya, berjihad melawan musuh-musuhnya dan menginginkan
wajah Allah dengan semua itu. Karena, kalau mereka melakukan hal itu, maka
Allah akan menolong mereka dan meneguhkan kaki-kaki mereka, yakni Allah akan
menguatkan hati mereka dengan kesabaran, ketenangan serta kekokohan. Allah akan
memberikan kesabaran bagi jasad mereka atas hal itu dan menolong mereka atas
musuh-musuhnya. Ini merupakan janji dari Yang Maha Mulia lagi Memenuhi janji
bahwa orang yang menolong agama-Nya dengan ucapan dan perbuatan, maka Allah
akan menolongnya dan akan memudahkan sebab-sebab kemenangan berupa keteguhan
dan lainnya. Adapun orang-orang kafir, maka sesungguhnya mereka akan berada
dalam kecelakaan, yakni dalam kegagalan urusan mereka dan kehinaan”. [Lihat
Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 785)]
“Dan orang-orang yang kafir, maka
kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghancurkan amal-amal mereka”. (QS.
Muhammad : 8 )
Tapi kapankah kaum kafir diberi
kehancuran dan kekalahan, dan sebaliknya kaum muslimin diberi kemenangan atas
mereka?
Jawabnya, ketika kaum muslimin
mau kembali kepada agama mereka dan berpegang teguh dengannya, tanpa dilalaikan
oleh dunia dalam menegakkan agama dan jihad fi sabilillah!!! Dengan kata lain,
mereka harus kembali kepada agama dengan keimanan dan taqwa.
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raaf : 96)
Allah -Azza wa Jalla- berfirman
dalam ayat lain,
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia (Allah) sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An-Nuur :
55)
Jika anda ingin melihat realisasi
ayat ini, maka tengoklah dan simaklah sejarah Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam- dan para sahabatnya yang telah menghiasi kehidupan mereka dengan
keimanan, ketaqwaan dan amal sholih. Sehingga Allah pun mewariskan bumi kepada
mereka sedikit demi sedikit, mulai dari runtuhnya kebengisan Quraisy dengan
perebutan Kota Makkah, Persia, Iraq, Yaman, Negeri Syam sampai kaum muslim
menguasai banyak negeri. [Lihat Al-Fataawa Al-Kubro (1/194) karya Ibnu
Taimiyyah, cet. Darul Ma'rifah, 1386 H]
Satu hal yang perlu kita pahami
bahwa keimanan, ketaqwaan dan amal sholih tak mungkin akan tercapai, kecuali
dengan ilmu wahyu, yakni ilmu tentang Al-Qur’an dan Sunnah berdasarkan
pemahaman para As-Salaf Ash-Sholih (pendahulu yang Sholih) dari kalangan
sahabat, tabi’in dan para tabi’in serta para ulama yang menapaki jalan hidup
mereka.
Seorang yang ingin meraih
kemenangan di dunia dan di akhirat, maka ia harus mengikuti jalan Rasulullah
-Shallallahu alaihi wa sallam- dalam beragama yang sudah tertuang jelas dalam
Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam
hadits-haditsnya.
Allah -Ta’ala- berfirman,
"Dan Sesungguhnya telah
tetap janji kami kepada hamba-hamba kami yang menjadi rasul, (yaitu)
sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan (kemenangan). Dan
Sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. Maka berpalinglah kamu
(Muhammad) dari mereka sampai suatu ketika".
Yang dimaksud dengan
"…tentara Kami…" disini ialah Rasul beserta pengikut-pengikutnya yang
telah merealisasikan iman dan taqwa dalam kehidupan mereka. Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam- dan para sahabat diperintahkan bersabar sampai mempunyai
kekuatan. [Lihat Fathul Qodir (6/224)]
Jika kita jujur menginginkan
kemenangan Islam dan kaum muslimin, maka kita harus jujur dalam mengikuti
manhaj Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya dalam
beragama, bukan mengikuti manhaj (jalan hidup) setiap tokoh.
Salah satu diantara manhaj
beragama Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, beliau memerintahkan kaum
muslimin bersatu di atas kebenaran, baik dalam beraqidah, ibadah, akhlaq dan
lainnya.
Allah -Ta’ala- berfirman dalam
memerintahkan kita bersatu di atas agama-Nya,
“Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali Imran: 103).
Al-Hafizh Ibnu Katsir
-rahimahullah- berkata saat menafsiri ayat ini, “Allah -Ta’ala- memerintahkan
mereka berjama’ah (bersatu), dan melarang mereka dari perpecahan. Berbagai
macam hadits telah datang membawa larangan berpecah (bercerai-berai), dan
perintah berkumpul, dan bersatu”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/514)]
Allah -Ta’ala- berfirman,
“Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang
jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”.
(QS. Ali Imran: 105).
Al-Imam Ath-Thobariy
-rahimahullah- berkata memaknai ayat ini, “Allah –Jalla Tsana’uh- berfirman,
“Janganlah kalian berpecah-belah –wahai orang-orang beriman- dalam hal agama
kalian, seperti berpecahnya mereka itu dalam agamanya; janganlah kalian
melakukan perbuatan mereka, dan (jangan pula) mencontoh jalan hidup mereka
dalam agama kalian. Lantaran itu kalian mendapatkan siksa Allah yang besar,
seperti yang mereka dapatkan”. [Lihat Jami' Al-Bayan (3/385)]
Berangkat dari ayat semisal ini,
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam segala kesempatan dan waktunya
berusaha memerintahkan agar menjaga jama’ah, dan persatuan, serta melarang
perpecahan, dan segala wasilah dan sebab yang mengantarkan kepada perpecahan.
Larangan berpecah belah dalam ayat-ayat ini dan selainnya adalah perpecahan dan
perselisihan dalam prinsip-prinsip agama sehingga lahirlah sekte dan aliran
sesat yang menyimpang dari prinsip agama yang pernah diajarkan oleh Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam-!!!
Adapun perselisihan para ulama
dalam perkara ijtihad dan fikih, tanpa dilatari kesengajaan, tapi berselisih
karena sebab-sebab yang dibenarkan, maka ini bukanlah perkara yang tercela.
Walaupun mereka tetap dituntut untuk menyatukan pendapat sedapat mungkin.
Jadi, perpecahan yang tercela
adalah perpecahan dalam manhaj dan prinsip beragama. Adapun perselisihan
diantara sekte-sekte Islam, dimana setiap sekte memiliki aqidah, manhaj dan
prinsip beragama yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka inilah
perpecahan dan perselisihan yang tercela!! Misalnya, antara Ahlus Sunnah dengan
Syi’ah-Rofidhoh. Nah, Syi’ah dalam hal ini telah meninggalkan keyakinan
(aqidah), manhaj dan prinsip para sahabat yang dikenal dengan sebutan “Ahlus
Sunnah wal Jama’ah”. Dengan sebab ini, Syi’ah adalah sekte sesat dan tercela,
karena telah meninggalkan prinsip agama yang benar yang pernah dipegangi oleh
para sahabat dan seluruh kaum muslimin. Padahal prinsip agama para sahabat dan
kaum muslimin di kala itu mereka ambil dan terima langsung dari pembawa
syariat, yakni Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-!!! Nah, inilah perpecahan
dan perselisihan yang tercela!!!!
Para pembaca yang budiman, kalau
kita ingin kembali jaya, menang dan diberi pertolongan oleh Allah -Azza wa
Jalla-, maka kembalilah kepada agama Islam yang pernah diajarkan oleh
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada para sahabatnya. Tapi kalau
kita justru menjauh dari agama Allah, maka itulah ambang kehancuran. Itulah
sebab kehancuran!!!
Ketahuilah bahwa tidak ada akibat
yang terjadi, kecuali pasti ada sebabnya. Suatu kaum yang dibinasakan oleh
Allah -Azza wa Jalla-, maka pasti ada sebabnya. Sebabnya, mereka zhalim dengan
menjauhnya mereka dari agama dan jihad!!!! Karena, Allah tak mungkin akan
men-zhalimi para hamba-Nya.
Jika kekalahan demi kekalahan
mendera kita; jika penindasan demi penindasan menimpa kaum muslimin di berbagai
belahan dunia, maka ketahuilah semua itu lahir karena jauhnya kaum muslimin
dari petunjuk agamanya.
Ibnu Jawziy -rahimahullah-
berkata, ”Pernah terbetik dalam pikiranku tentang sesuatu yang terjadi pada
kebanyakan alam semesta berupa musibah yang kuat dan bala’ yang besar. Musibah
dan bala’ itu tak pernah berhenti sampai pada batas kesusahan. Aku pun katakan,
“Subhanallah, sesungguhnya Allah adalah dzat yang paling mulia. Kemuliaan dan
kemurahan itu mengharuskan pemaafan. Lantas apa sisi hukuman ini?! Aku pun
berpikir. Kemudian aku melihat kebanyakan orang dalam hal keberadaannya sama
saja jika ia tak ada. Mereka tidak memperhatikan keesaan Allah,
perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Bahkan mereka hidup di atas
kebiasaan mereka laksana hewan. Jika syariat mencocoki keinginan mereka, maka
itulah yang mereka harapkan. Jika tidak cocok, maka ukurannya adalah
tujuan-tujuan mereka. Usai mendapatkan dinar, maka mereka tidak peduli, apakah
dinar itu berasal dari sesuatu yang halal atau haram. Jika sholat enak (santai)
bagi mereka, maka mereka melakukannya. Jika tidak enak, maka mereka pun meninggalkannya.
Diantara mereka, ada yang menampakkan dosa-dosa yang besar. Padahal ia memiliki
sedikit pengetahuan tentang beberapa larangan (dari dosa-dosa itu). Terkadang
seorang yang berilmu diantara mereka amat kuat ilmunya, namun dosa-dosanya juga
gawat!!
Nah, kini aku tahu bahwa
hukuman-hukuman Allah –walaupun besar-, maka hukuman itu masih tetap di bawah
dibandingkan pelanggaran mereka. Jika hukuman terjadi untuk membersihkan dosa
mereka, maka berteriaklah si pendoa diantara mereka, “Anda melihat hukuman ini,
karena sebab apa?!”
Si Pendoa ini lupa terhadap
sesuatu menyebabkan gempa bagi sebagian orang.
Terkadang seorang bapak tua
dihinakan di masa tuanya sampai hati iba kepadanya. Sementara ia tak sadar
bahwa hal itu terjadi karena keteledorannya terhadap hak Allah -Ta’ala- di masa
mudanya. Kapan pun anda melihat orang yang diberi kutukan, maka ketahuilah
bahwa semua itu karena dosa-dosanya”. [Lihat Shoidhul Khothir (hal. 29-30)
karya Ibnul Jawziy]
Inilah sekelumit renungan yang
harus kita pikirkan bersama dalam mengembalikan kejayaan dan kemenangan Islam
dan kaum muslimin.
Semoga tulisan ini menjadi titian
menuju kemenangan Islam dan kaum muslimin yang selama ini tertindas.
Sumber:
http://pesantren-alihsan.org/meniti-kemuliaan-dengan-kembali-kepada-ajaran-islam.html
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer