Sebuah catatan terhadap pernyataan yang mengadudomba
Sepertinya Pak Profesor sudah lepas  kendali, sama seperti lepas kendalinya para pelaku teror bom belakangan  ini. Alih-alih beliau ingin “menyadarkan” muslimin dari bahaya paham  “radikal” tapi yang terjadi justru jatuh kepada radikalisme serupa. Pada  banyak kesempatan ia selalu berusaha memojokkan kelompok yang disebut  “wahabi” dengan membabibuta. Sama dengan seporadisnya pelaku teror dalam  melancarkan aksi.
Belakangan ini kita memang sangat  direpotkan dengan aksi-aksi teror. Belum terungkap kasus bom buku, pecah  sudah bom bunuh diri. Siapa saja yang mengamati tahu bahwa dua kejadian  ini merupakan warna baru dari serangan teror apabila dibandingkan  dengan serangan-serangan sebelumnya. Kalau dulu sasarannya adalah  simbol-simbol Amerika atau Yahudi, sekarang sasarannya justru anak  bangsa sendiri.
Tentu semua kita miris, permasalahan  bangsa yang demikian menumpuk masih harus ditambah dengan ulah  segelintir orang yang salahkaprah dan keliru dalam memahami Islam,  khususnya permasalahan seputar jihad. Jelas penanggulangan problem  bangsa ini menjadi PR bagi kita semua, utamanya ulil umrinya (ulama dan  pemerintah). Allah Ta’aala berfirman;
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka  suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu  menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil  Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui  kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil  Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu,  tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di  antaramu).” (QS. An-Nisaa’: 83)
Ayat ini mengajarkan kepada kita sikap  yang benar dalam menghadapi masalah-masalah besar, apapun itu. Tentang  firman Allah Ta’aala di atas, Al Imam Ibnu Katsir menjelaskan di dalam  tafsirnya: “(Allah Ta’aala mengatakan demikian) adalah sebagai  pengingkaran kepada orang-orang yang terlalu cepat mengambil keputusan  sebelum menelaahnya sehingga langsung mengabarkan menyebarkan dan  mempublikasikannya, karena bisa jadi hal itu tidak benar.”
Tapi realitanya justru jadi menyedihkan,  disaat seseorang yang diulama’kan, ditokohkan dan tentunya diharapkan  dapat memberikan pencerahan ternyata justru dengan serampangan berbicara  tanpa bukti dan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Alih-alih  ketenangan yang dicapai justru malah keresahan yang ditimbulkan. Pak  Prof mengatakan, “Pelakunya adalah wahabi.”
Ada dua keanehan pada pernyataan di  atas. Pertama, perkataan ini sudah dirilis di saat investigasi pihak  yang berwenang masih berjalan. Jajaran Polri saja masih belum bisa  menentukan dari kelompok mana M. Syarif ini.
Kedua, seperti kata pepatah “ada gula  ada semut”. Ketika yang bersangkutan mengeluarkan rilisnya, mass media  pun ramai-ramai mengutipnya. Tidak ketinggalan Pak Prof pun diminta  sebagai narasumber di televisi. Dimana keanehannya? Ya, kalau beliau  bilang “pelakunya JI” kan gak aneh (biasa)?! Yah, seperti itulah  kualitas insan media, selalu memburu yang antik-antik dan kurang peduli  dengan objektivitas.
Siapakah “wahabi” itu? Kata “wahabi”  sebenarnya merupakan produk pihak yang kontra terhadap gerakan dakwah  yang dipelopori Muhammad bin Abdulwahhab (w. 1206 H) seorang da’i yang  berilmu dari negeri Uyaynah, timur laut Riyadh, Ibukota Kerajaan Saudi  Arabia sekarang.
Dakwah Muhammad bin Abdulwahhab sendiri  mengajak kepada pemurnian ajaran Islam dari infiltrasi adat budaya  menyimpang seperti syirik, takhayul, bid’ah dan khurafat. Ajakan seperti  yang dahulu diserukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan  generasi-generasi sesudahnya (salaf). Di atas prinsip dakwah beliaulah  dirintis negara Arab Saudi.
Maraknya bom-bom bunuh diri belakangan  menjadikan pihak yang kontra dengan “wahabi” mengait-ngaitkan peristiwa  tersebut dengan gerakan ini. Dan bukti terkuat akan dustanya  tuduhan-tuduhan ini adalah realita yang terjadi di lapangan. Yaitu bahwa  Arab Saudi yang ramai-ramai dikatakan sebagai negara yang menyebarkan  paham wahabi dan mendalangi aksi-aksi terorisme ternyata juga menjadi  sasaran aksi-aksi serupa.
Pada Kamis sore 19 September 1988 tanah  suci Makkah menjadi target serangan teroris, tidak sedikit korban yang  timbul akibat aksi brutal ini.
Kemudian pada Selasa 25 Juni 1996  terjadi kembali aksi peledakan di Khabr propinsi bagian timur Arab Saudi  yang mengakibatkan beberapa korban wafat dan fasilitas-fasilitas hancur  dan menimbulkan ketakutan.
Dan pada hari Senin 11 November 1995 terjadi ledakan di distrik Ulayya, Riyadh yang memakan korban wafat dan lainnya terluka.
Juga pada sore 19 Mei 2003 terjadi  kembali serangan bom mobil di tiga lokasi perumahan di kota Riyadh  dengan 194 orang menjadi korban diantara mereka ada yang meninggal dan  terluka.
Dan banyak lagi aksi-aksi peledakan di  Arab Saudi yang didalangi para teroris, sebagiannya terlanjur meledak  dan memakan korban dan sebagian lainnya berhasil digagalkan oleh pihak  keamanan setempat. Maka bagaimana “wahabi” dituduh sebagai pelaku  sedangkan mereka adalah korban. Kecuali kalau yang dimaksud oleh Pak  Prof adalah “wahabi yang sudah keluar”.
Semoga dengan uraian ini kita semakin  sadar siapa musuh bersama sebenarnya dan tidak terpancing kepada  statemen-statemen yang justru hanya menimbulkan sikap saling curiga  sesama ummat Islam negeri ini. Wallahua’lam.
jafar salih
(periksa juga www.jihadbukankenistaan.com untuk mengetahui sikap alim ulama Saudi Arabia terhadap aksi-aksi terorime)
http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=462
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
https://orcid.org/0000-0002-6047-3243