Kitab Ath-Thaharah (كتاب الطهارة)
Imam Ibnu Hajar memulai kitab beliau Bulughulmaram dengan kitab Ath-Thaharah sebagaimana para ulama lainnya dalam menulis kitab-kitab fikih. Para ulama mendahulukan kitab Thaharah karena beberapa alasan, diantarnya:
a). Hadits-hadits shahih dari Rasulullah seputar syiar-syiar Islam dimulai dengan shalat, lalu zakat, puasa dan haji setelah syahadatain. Seperti disebutkan dalam hadits  Abdillah bin Umar yang berbunyi,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ » .

Rasulullah telah bersabda, ‘Islam dibangun diatas lima rukun; syahadatain, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan.’” (Muttafaqun ‘alihi).

Di sini shalat menjadi rukun pertama yang bersifat amaliyah sehingga didahulukan dari selainnya. Namun shalat memiliki kunci yang menjadi syarat sahnya yaitu Thaharah. Karena itu Rasulullah bersabda,
« مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ »
”Kunci pembuka shalat adalah thaharah dan pengharamnya adalah takbir dan pembubarnya (penutupnya) adalah taslim (baca salam).” (HR.  At-Tirmidzi dan di-shahih-kan Al-Albani dalam shahih sunan At-Tirmidzi).

Thaharah menjadi syarat sah shalat yang terpenting sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَايُرِيدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmAt-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maaidah: 6).
Nabi pun bersabda,
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Allah tidak menerima shalat salah seorang kalian apabila berhadats hingga berwudhu.”
b). Thaharah adalah takhliyah (pensucian atau pengosongan), karena ia adalah pembersihan dan pensucian. Dikatakan para ulama “At-takhliyah qabla At-tahliyah (Pemurnian sebelum penghiasan).”
c). Thaharah adalah syarat sah shalat yang paling banyak rincian dan cabang permasalahannya.
Karena itulah para ulama penulis kitab fikih mendahulukan kitab At-Thaharah atas selainnya.
Imam Ash-Shan’ani berkata, “Beliau (ibnu Hajar) memulai dengan (kitab) Thaharah karena mengikuti tata cara para penulis (buku fikih) dan untuk mendahualukan perkara agama dari selainnya. Juga untuk memperhatikan amalan yang terpenting, yaitu shalat. Ketika Thaharah menjadi salah satu syarat shalat, maka beliau memulai dengannya. Kemudian ketika air adalah yang diperintahkan secara asal untuk dijadikan alat bersuci maka beliau dahulukan juga.” (Subulus Salam, 1/80).
Demikian juga imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani menjelaskan sebab didahulukannya kitab Ath-Thaharah dari yang lainnya dalam penulisan kitab fikih dengan menyatakan, “Ketika kunci shalat yang merupakan tiang agama maka para penulis kitab fikih membuka karya tulis mereka dengannya.” (Nailul Authaar 1/23).
Pernyataan imam ibnu Hajar : (كتاب الطهارة)     terdiri dari dua kosa kata yaitu: kata (كتاب) dan kata (الطهارة) .
Pengertian kata kitab.
Kata (كتاب) dalam bahasa arab adalah mashdar dari kata (كَتَبَ – يَكْتُبُ – كِتَابًا وَ كِتَابَةً وَ كُتْبًا ) . susunan kata dari huruf tiga ini memiliki pengertian kumpul atau bersatu. Diantara pengertian ini adalah pernyataan: (اكتتب بنو فلان) apabila berkumpul dan (الكتيبة ) bermakna kumpulan kuda perang dan (الكتاب) karena berkumpulnya kata-kata dan huruf. Dinamakan sebagai kitab karena mengumpulkan yang diletakkan padanya. (Fathul Majid Tahqiq Asyraf Abdulmaqshud, 1/17).
Kitab dalam istilah para ulama adalah semua yang ditulis diatas kertas untuk disampaikan kepada orang lain atau yang ditulis untuk menjaga dari kelupaan. Namun kata kitab juga digunakan para ulama untuk semua yang menyatukan beberapa bab pembahasan dan fasal (Lihat Taudhih Al-Ahkaam 1/113 dan Nailulauthar 1/23).
Penggunaan yang kedua inilah yang dimaksudkan dari pernyataan ibnu Hajar : Kitab At-Thaharah.
Pengertian kata Thaharah dan Pembagiannya.
Sedangkan pengertian Thaharah dalam bahasa arab memberikan pengertian kebersihan dan kesucian dari kotoran baik yang berujud dzat (Hissiyah) atau yang ma’nawiyah. (taudhih Al-Ahkaam 1/113 dan master textbook GHDT 5083 hlm 10). Diantara kotoran yang bewujud (Hissiyah) adalah kencing dan tinja. Sedangkan contoh yang ma’nawiyah adalah syirik dan semua kebejatan akhlak.
Dengan demikian Thaharah terbagi menjadi dua;
Pertama: Thaharah ma’nawiyah yang ada di kalbu, seperti dijelaskan dalam firman Allah,
أُوْلاَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْي وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمُ
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan didunia dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. 5:41)
Juga dalam firmanNya:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَءَاتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. 33:33)
Thaharah ma’nawiyah ini menjadi bagian dari ilmu aqidah.
Kedua: Thaharah Hissiyah. Ini yang menjadi bagian dari pembahasan ilmu fikih yang menjadi tujuan penulisan kitab Bulughulmaram.
Tentang pembagian Thaharah ini, syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan: Thaharah dalam syariat digunakan untuk dua pengertian:
1). Thaharah qalbu (pensucian kalbu) dari kesyirikan dalam ibadah, sikap benci dan permusuhan kepada hamba Allah yang mukmin. Ini lebih penting daripada Thaharah badan, bahkan tidak mungkin Thaharah badan terlaksanakan dengan adanya kotoran syirik. Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَس
“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.”  (QS. At-Taubah: 28).
Nabi pun bersabda,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُ لاَ يَنْجُسُ
“Sesungguhnya mukmin itu tidak najis. ” (Muttafaqun ‘alaihi).
2). Thaharah hissiyah (Thaharah badan). (Syaehu Al-Mumti’ ‘Ala Zaad Al-Mustaqni’, 1/25).
Thaharah Hissiyah atau Thaharah badan ini didefinisikan para ulama fikih dengan:
اِرْتِفَاعُ الحَدَثِ بِالْمَاءِ أو التُرَابِ الْمُطَهِّرَيْنِ وَ فِيْ مَعْناه وَ زَوَال النَّجَسِ
Mengangkat hadats dengan air atau debu yang mensucikan dan yang semakna (dgn pengangkatan hadats) dengannya serta menghilangkan najis.  Dari definisi ini ada beberapa istilah yang perlu dijelakan:
  • (اِرْتِفَاعُ الحَدَثِ بِالْمَاءِ أو التُرَابِ الْمُطَهِّرَيْنِ)  Hadats adalah sifat yang ada dalam badan mencegah dari shalat dan sejenisnya yang disyaratkan padanya Thaharah. Sehingga mengangkat hadatsadalah menghilangkan sifat hukum tersebut. Mengangkat hadats ini dapat dilakukan dengan air dan debu. Mengangkat hadats dengan menggunakan air pada wudhu dan mandi dan menggunakan debu dalam tayammum.
  • (وَ فِيْ مَعْناه) maksudnya adalah bersuci yang dianjurkan namun tidak dalam rangka mengangkat hadats seperti memperbaharui wudhu orang yang belum batal wudhunya dan mandi-mandi sunnah.
  • (وَ زَوَال النَّجَسِ) bermakna hilangnya najis. Penggunaan kalimat (hilangnya najis) lebih umum dari kalimat menghilangkan najis (إزالة النَّجَسِ), karena kata menghilangkan (إزالة) merupakan perbuatan mukallaf. Sedangkan kata hilangnya najis bisa dengan perbuatan mukallaf dan bisajuga perbuatan yang lain, seperti seandainya turun hujan ditanah yang terkena najis atau mengenai pakaian yang terkena najis sehingga hilang najisnya, maka itu membuatnya suci, sebab dalam menghilangkan najis tidak disyaratkan niat .
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa thaharah badan terbagi menjadi dua:
  1. Thaharah dari hadats. Thaharah dari hadats ini terbagi menjadi dua; Thaharah dari hadats kecil dengan wudhu atau penggantinya yaitu tayammum dan Thaharah dari hadats besar dengan mandi wajib atau penggantinya yaitu tayammum.
  2. Thaharah dari najis.
Thaharah badan ini membutuhkan alat dan sarana yangdigunakan untuk bersuci, menghilangkan najis dan mengangkat hadats. Alat yang dijelaskan Allah sebagai alat bersuci adalah air[1], seperti dalam firman Allah,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَايُرِيدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmAt-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maaidah: 6)
Karena itulah, imam Ibnu Hajar mengedepankan permasalahan air dalam kitab Thaharah ini, dengan menyatakan (باب المياه) yaitu bab tentang air.
Imam An-Nawawi menjelaskan tentang urutan ini dalam pernyataan beliau, “Para penulis kitab fikih memulai dalam kitab-kitab fikih dengan kitab Thaharah kemudian bab tentang air (باب المياه)  karena keselarasan yang indah dan mengamalkan hadits Nabi shallallahu ‘lahi wa sallam yang diriwayatkan imam Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah pernah bersabda,
« بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ » .
“Islam dibangun diatas lima rukun; syahadatain, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan (Muttafaqun ‘alihi). (disini) Rasulullah memulai setelah iman dengan shalat, sehingga mendahulukan shalat lebih penting menurut para penulis tersebut dalam kitab-kitab fikih.” (Al-Majmu’ Syarhu Al-Muhadzdzab, 1/80).
-Bersambung insya Allah-
Penulis Ustadz Kholid Syamhudi,L.c.
Artikel www.ustadzkholid.com

[1] Lihat Syarhu al-Mumti’, 1/27

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

2 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers