Oleh Hartono Ahmad Jaiz
Dalam buku Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Ummat karya
Hartono Ahmad Jaiz terbitan Pustaka Al-Kautsar Jakarta diungkap sejarah
seorang nabi palsu yang diikuti rajanya, sebagai berikut:
Mazdak.
Dalam
agama Majusi muncul aliran Mazdakiah atau Mazdakisme, yaitu dinisbatkan
kepada Mazdak yang muncul pada zaman raja Qubadz antara tahun
487-523M. Aliran Mazdakisme ini dekat dengan Maniacheisme yang didirikan oleh Mani. Mazdakisme ini aliran agama Majusi terakhir dalam perkembangan Majusi sebelum datangnya Islam di negeri Parsi. (Ibnu ‘Asyur, Tafsir At-Tahrir wat Tanwir, juz 9 halaman 250)
Mazdak mengaku sebagai nabi dan memunculkan agama serba boleh (harta dan wanita milik bersama, isteri bisa dizinai oleh siapa saja), dan berakhir perkaranya kepada mewajibkan Raja Qubadz untuk mengirimkan isterinya untuk dinikmati orang lain.
Lebih jelasnya, mari kita simak jawaban seorang mufti terhadap pertanyaan tentang itu sebagai berikut:
Mazdakisme, Siapakah Mereka
Soal: Apa arti mazdakiyah/ mazdakisme, dan siapa pencetusnya?
Fatwa:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد:
Mazdakiyah/ mazdakisme itu dinisbatkan
kepada Mazdak yang lahir tahun 487 M di Niyabur (Parsi). Yaitu aliran
yang mempropagandakan ibahiyah (serba boleh, permissive) yang
menghancurkan nilai-nilai dan menggiring kekacauan berlandaskan syahwat
dan tidak memperdulikan hubungan-hubungan keluarga dan ukuran-ukuran
akhlaq, lepas dari semua keyakinan dan agama. Bahkan aliran itu adalah
asal mula komunisme dan biang teori Karl Marx (Marxisme)
Propaganda Mazdakisme ini telah
mengumumkan bahwa manusia itu dilahirkan sama, maka seyogyanya untuk
hidup sama-sama, tidak ada bedanya antara mereka. Dan yang terpenting
apa yang diharuskan dalam kebersamaan itu adalah harta dan wanita
menjadi milik bersama menurut pelaku-pelaku propaganda ini.
As-Syahros-tani (penulis kitab terkenal, al-milal wan nihal/
agama-agama dan aliran-aliran) berkata: Mazdak menghalalkan
wanita-wanita dan harta-harta, dan menjadikan manusia bersekutu di dalam
memiliki wanita dan harta itu seperti dalam hal air, api, dan rumput
(untuk hewan) dalam hal menjadi milik bersama. (As-Syahros-tani, al-milal wan nihal, halaman 86).
Propaganda
(serba halal yang sangat buruk) ini mendapatkan kedudukan terhormat
karena disetujui oleh para pemuda, orang-orang kaya, dan selebritis/
elitis (mutrifin). Hawa nafsu dari dada mereka merasa kebetulan, dan
didukung oleh penguasa dan raja, sehingga negeri Parsi tenggelam dalam
kekacauan akhlaq dan bejatnya syahwat.
Imam
At-Thabari (ahli sejarah dan Tafsir Al-Qur’an, imam para mufassir)
berkata: Saat itu kehinaan memuncak. Mazdak dan pengikut-pengikutnya
menjarah, dan mengajak untuk mengikutinya, maka manusia kena bala’
karena mereka (mazdakisme) ini, dan keadaan mereka (mazdakisme) menguat,
sehingga mereka masuk ke rumah laki-laki, lalu mereka mengalahkannya di
rumahnya itu dan merebut wanita-wanita dan hartanya. Dan lelaki ini
tidak mampu mencegah mereka, sedang mereka membawa untuk menghiasi
perbuatan (bejat) seperti itu dan mengancamnya dengan menelanjanginya.
Begitu mereka melangsungkan kebejatan itu belum lama waktunya tiba-tiba
mereka menjadi (masyarakat yang) seorang lelaki tidak kenal lagi anaknya
dan anak tak kenal lagi bapaknya, dan seseorang lelaki tidak memiliki
apapun yang leluasa dengannya. (Tarikh At-Thabari halaman 88).
Wallahu a’lam
Mufti Markaz Fatwa dengan bimbingan:
Dr.Abdullah Al-Faqih
Fatwa nomor 54991, 12 Ramadhan 1425H
(Fatawa As-Syabakah Al-Islamiyah juz 141 halaman 409).
***
Isteri Raja Akan Dizinai Pula
Mazdakiyah pengikut-pengikut Mazdak bin Namdan di zaman Raja Qubadz bin Fairuz ayah Anu Syirwan (Nocherwan) yang adil. Kemudian Mazdak mengaku sebagai nabi dan memunculkan agama serba boleh (harta dan wanita milik bersama, isteri bisa dizinai oleh siapa saja), dan
berakhir perkaranya kepada mewajibkan Raja Qubadz untuk mengirimkan
isterinya untuk dinikmati orang lain, maka Anu Syirwan (Anak Raja
Qubadz) sangat sakit hati dengan perkataan itu, dan berkata kepada
bapaknya: Biarkan antara aku dan dia (Mazdak) untuk tukar pendapat,
kalau dia mematahkanku maka aku tunduk kepadanya, dan kalau tidak maka
aku bunuh dia.
Ketika Mazdak bertukar pendapat dengan
Anu Syirwan, Mazdak terpatahkan dan Anu Syirwan mengunggulinya, maka Anu
Syirwan membunuhnya dan pengikut-pengikutnya.
Setiap
orang yang dirinya berada di agama permissivme (serba boleh, semuanya
halal) pada zaman kita sekarang ini maka termasuk sisa-sisa dari kaum
itu. (Muhammad bin Umar bin Al-Husain Ar-Razi Abu ‘Abdillah, I’tiqad Firoqil Muslimin wal Musyrikin, Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Beirut 1402H,Tahqiq Ali Sami An-Nasyar, halaman 88-89).
Bahaya besar dan berabad-abad
Nabi
palsu Mazdak yang ajarannya sangat busuk dan merusak tatanan hidup itu
sampai bisa merata-gara-gara kepemimpinan yang ragu-ragu, tidak tegas,
tidak berani mengambil keputusan untuk memberantas keburukan, dan bahkan
lebih buruk lagi pemimpin negeri itu yakni Raja Qubadz justru ikut
terlibat.
Keterlambatan
dalam memutuskan perkara, hingga tidak berani memberantas tuntas suatu
keburukan, sekalipun akhirnya nabi palsu pencetus keburukan itu bisa
dipenggal lehernya, dan pengikut-pengikutnya pun dibunuhi oleh putera
mahkota yakni Anusyirwan, namun keburukan sudah terlanjur merata.
Pencurian dan perzinaan sudah memasyarakat. Bahkan untuk meningkatkan
keimanan, maka perlu menzinai isteri orang.
Pemimpin
yang tidak tegas, yang ragu-ragu, apalagi bahkan terlibat dalam kasus
keburukan, ternyata dampak buruknya bukan hanya sesaat itu saja. Bahkan
sampai pemimpin keburukannya telah ditebas lehernya, dan para
pengikutnya telah dibunuhi, namun keburukan yang telah terlanjur
merajalela itu ternyata menjalar bagai air banjir di masyarakat.
Mana buktinya?
Walaupun
sekitar seratus tahun setelah itu kemudian orang-orang Parsi (kini
Iran) masuk Islam, namun apa yang terjadi? Mereka tetap mempertahankan
keburukan yang telah terlanjur merajalela tadi, hanya dimodifikasi
sedikit.
Kalau
zaman Mazdak yang nabi palsu Majusi, maka yang terngiang di hawa nafsu
mereka adalah: Untuk meningkatkan keimanan maka perlu menzinai isteri
orang. Kemudian setelah mereka masuk Islam, maka yang terngiang di hawa
nafsu mereka adalah: Untuk meningkatkan keimanan maka perlu menzinai
orang dengan nama nikah mut’ah atau kawin kontrak. Padahal nikah mut’ah
jelas sudah dilarang oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
di antaranya dalam hadits shahih riwayat Muslim.
3496 – وَحَدَّثَنِى سَلَمَةَ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ عَنِ ابْنِ أَبِى عَبْلَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِىُّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَقَالَ « أَلاَ إِنَّهَا حَرَامٌ مِنْ يَوْمِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَانَ أَعْطَى شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْهُ ». صحيح مسلم – (ج 4 / ص 134)
Dari
Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, ia berkata: Kami bersama Nabi Muhammad SAW
dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama
saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami
mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang)
yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: Ada
selimut seperti selimut._ Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya
satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjid Al-Haram, dan tiba-tiba
aku melihat Nabi SAW sedang berpidato di antara pintu Ka’bah dan Hijir
Ismail. Beliau bersabda: “Wahai
sekalian manusia, Aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan
nikah mut’ah. Maka sekarang siapa yang mempunyai istri dengan cara nikah
mut’ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah
kalian berikan kepadanya janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan nikah mut’ah sampai hari kiamat.” (Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim (II/
1024), Imam Abu Dawud dalam kitabnya Sunan Abi Dawud (II/ 226, 2072),
Imam Ibnu Majah dalam kitabnya Sunan Ibnu Majah (I/ 631), Imam al-Nasa’i
dalam kitabnya _Sunan al-Nasa’i (VI/ 1303), Imam al- Darimi dalam
kitabnya _Sunan al-Darimi (II/ 140) dan Imam Ibnu Syahin dalam kitabnya
_al- Nasikh wa al- Mansukh min al-Hadits hal 215).
Betapa
miripnya. Lakon nenek moyang sudah seribu limaratusan tahun yang lalu,
ternyata masih diterus-teruskan. Padahal itu adalah warisan nabi palsu.
Itulah
bukti, betapa berbahayanya ketika kepemimpinan buruk itu tidak berani
memberantas keburukan, hingga telat. Akibat telat mengambil keputusan,
baik karena ragu-ragu, tidak beranian, tidak bijak, dan tidak punya
prinsip atau memang hanya bisa jadi antek, misalnya; maka akibatnya
keburukan pun merata di masyarakat. Bahkan sampai ribuan tahun masih
diterus-teruskan keburukannya.
Dan
dampak yang lebih buruk lagi, kepemimpinan yang buruk dalam contoh ini,
jelas jadi ujian bagi Ummat Islam. Apakah memang benar-benar cinta
kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sebenarnya
pengikut nabi palsu Mazdak.
Boleh
jadi mulutnya mengaku cinta Nabi, padahal hakekatnya simpati pada
warisan nabi palsu Mazdak, dan bahkan melakukannya lagi. Na’udzubillahi min dzalik. (SI)
(nahimunkar.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer