Dahulu,
Al-Arify pernah berkata di depan umat manusia, “Terima kasih, Bush!”
Kau akan bertanya-tanya, “Aduhai…gerangan mengapakah kau berterima kasih
pada penjahat semacamnya? Sudah habiskah insan berbudi di bumi hingga
kau berterima kasih pada penjahat ini?”
Tahulah
kemudian alasannya, bahwa Bush telah berandil tinggi akan tersohornya
Islam di hati-hati hari-hari kemudian. Bush betapa inginnya Islam
terjatuh, selagi meredup cahaya dipunya. Namun, rupanya Islam membangkit
dan semakin bersinar cahayanya.
Jika
Al-Arify begitu tega berterima kasih, Al-Jaizy pun ingin berterima kasih
pada saudara-saudaranya dari kalangan Aswaja. Aswaja, selalunya,
sedianya, sememangnya, sebenarnya atau mungkin selamanya mempromosikan
Salafy. Aswaja rela merendahkan diri sendiri dengan mencaci-caci, demi
tersohornya Salafy. Aswaja rela mensohorkan nama ‘Wahabi’, demi
tersiarnya Salafy. Bahkan sebagian grassroot hingga tetuanya rela
berdusta, demi terkenalnya Salafy.
Aswaja
telah sukses mempromosikan dakwah Salafiyyah. Aswaja tahu,
saudara-saudaranya dari kalangan Salafy punya kesalahan. Demi
memperkenalkan Salafy pada umat, Aswaja pun rela meneliti, mengintai dan
membocorkan kesalahan dan aib saudara-saudaranya dari kalangan Salafy
di tengah umat. Terima kasih, Aswaja.
Aswaja,
yang merupakan senior di negeri ini, begitu perhatian pada Salafy, yang
belum lama tumbuh namun sudah menjamur kemana-mana. Saking perhatiannya
pada Salafy, Aswaja kesampingkan bayangan gurita Syi’ah, yang mulai
merasuk ke mereka. Sungguh, betapa cintanya Aswaja pada Salafy. Wahai,
saudara-saudara Salafy, sayangilah mereka pula! Merekalah yang membuatmu
dan golonganmu terkenal.
Jika
para petinggi Aswaja rela ceramah panas-panas demi mempromosikan Salafy,
pun berlaku pada orang-orang kecilnya. Merasa sudah ngaji lama,
anak-anak Aswaja menasihati anak-anak Salafy agar selalu mengaji pada
guru. ‘Jika seseorang tidak ngaji pada guru, maka gurunya adalah setan,’
begitu kiranya bait pamungkas mereka, yang asalnya adalah milik
Al-Bustamy, seorang penguasa fakultas sufi jurusan tarekat. Ketika para
Salafy sibuk belajar sambil copas, mereka menasihati agar jangan hanya
bisa copas. Ketika para Salafy mengambil faedah dari kitab-kitab ulama,
mereka menasehati agar berhati-hati karena sekarang banyak kitab
dipalsukan. Ketika para Salafy undur diri dari dzikir bersama, tahlilan
dan sebagainya, mereka menasihati agar rajin-rajinlah beribadah.
Apa lagi bukti cinta Aswaja terhadap Salafy? Apa lagi?
Ketika
kaum Salafy memprakarsai Maktabah Syamilah, berisikan puluhan ribu
kitab-kitab ulama, Aswaja mewanti-wanti. ‘Hati-hati kalian, ebook
Syamilah bisa diedit dan dipalsukan,’ kata mereka dengan bijaknya.
Saking bijaknya, ulama dan pelajar mereka pun meraup manfaat dari
kehadiran Maktabah Syamilah. Saking ingin mencari kebenaran, sebagian
dari Aswaja meneliti kitab-kitab Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, dan
Muhammad bin Abdul Wahhab, agar jika ditemukan penyimpangan di dalamnya,
akan mereka luruskan dengan pemahaman agama mereka, sebagai kaum
senior.
-
Ya,
benar! Saking inginnya mencari kebenaran dan demi ilmu, mereka mengamati
kitab-kitab yang biasa dikaji kaum Salafy. Jika ada yang salah,
diluruskan. Jika sesuai dengan keyakinan mereka, disebarkan dengan cara
copas, dari Maktabah Syamilah. Mereka begitu baik. Mereka membaca banyak
dan copas faedah dari Syamilah sembari melarang orang melakukan seperti
apa yang mereka lakukan. Minimal, mereka akan mengatakan, ‘Waspadai
Syamilah!’ tanpa pelarangan mutlak.
Karena
itulah, mereka bisa menghibur manusia dengan humor-humor yang mereka
ciptakan sendiri. Inilah humor yang bagus nan menghibur: [http://mazzulfa.wordpress.com/2012/08/18/awas-ternyata-maktabah-syamilah-buatan-wahabi/]
Aswaja
begitu inginnya memurnikan dakwah Islam dari ‘Wahabisme’. Mereka pun
memperingatkan kaum muslimin, terutama mereka sendiri dari kitab-kitab
Wahabisme di Syamilah. Ini ditujukan agar kaum muslimin tidak terperosok
ke ‘jurang’ Wahabisme dan tetap teguh di jalur Ahlus Sunnah wal Jama’ah
(singkatan: Aswaja): [http://suaraaswaja.com/maktabah-syamilah.html]
Padahal,
Syamilah ini sudah terlalu indah untuk dikritik dan terlalu bermanfaat
untuk didiskreditkan eksistensinya. Mulai dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah
hingga Ahlul Bid’ah wal Hizbiyyah, mereka semua sama-sama berenang dalam
berkah Syamilah.
-
Akhir-akhir
ini, program ‘Islami’ bernama Khazanah di salah satu kanal televisi
nasional menjadi topik hangat. Aswaja menginginkan agar kaum muslimin
tidak menonton acara tersebut. Aswaja berkata, ‘Acara tersebut menipu
umat!’. Padahal program Khazanah justru mempromosikan ritual-ritual yang
jamak dilakukan sebagian besar dari Aswaja. Sayang sekali, acara
Khazanah justru bukti faktual dan aktual yang menunjukkan bahwa Salafy
ingin membalas cinta Aswaja. Salafy ingin mengungkapkan perasaan
cintanya pada Aswaja dengan cara modern. Tetapi, Aswaja kurang berkenan.
Sayang sekali.
Aswaja
sudah berjasa besar terhadap umat Islam di negeri ini. Salah satunya
adalah dengan rutin mempromosikan Salafy, baik ke orang alim atau ke
orang awam. Saking berjasanya, seolah-olah Islam di negeri ini hanyalah
Aswaja semata. Jika tidak sewarna, tidak sebentuk, dan tidak
sepemikiran, maka ia sesat. Dan sepertinya di dunia ini, di mata
saudara-saudara Aswaja, yang sesat hanya satu, yaitu Wahabi.
Semangat
kaum Aswaja layak dicontoh. Dicontoh semangatnya. Mereka bersemangat
dalam menggalang persatuan kelompok, begitu memurnikan pencitraan dan
sangat waspada terhadap serangan Wahabi. Padahal Wahabi tidak pernah
berharap bisa membakar rumah-rumah Aswaja. Padahal Wahabi ketika ceramah
tidak ingin membakar jenggot Aswaja. Bagaimana mau membakar jenggot,
jika punya saja tidak? Wahabi tidak suka main bakar-bakaran; meskipun
sebagian Aswaja merasa diancam pembakaran. Padahal yang terbakar adalah
rokok mereka. Dan yang membakar adalah mereka sendiri. Bagaimana ini?
Harapan
kita bahwa kelak Salafy dan Aswaja akur. Karena jika mau
ditinjau-tinjau, keduanyalah kaum muslimin pengikut Nabi Muhammad dan
generasi salaf. Salafy = pengikut Salaf. Aswaja = Ahlus Sunnah wal
Jama’ah = pengikut salaf. Bedanya, yang satu seringkali memang
benar-benar mencerminkan Salafiyyah, sedangkan satunya lagi cuma setawar
nama saja. Disingkat pula. Ehm.
Bagaimana caranya akur?
Kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Bukan
sedikit-sedikit kembali ke emosi…sedikit-sedikit menjadi suporter
fanatik. Sampai Imam Al-Bantany dan Al-Banjary bangkit dari kubur pun
takkan jadi. Mustahil. Bukan klaim yang dibutuhkan. Sebagian saudara
Salafy, mengklaim paling ittiba’ dan menuding siapapun selainnya adalah
awam dan muqallid. Tidak sadar bahwa mereka juga kadang bertaqlid.
Sebagian saudara Aswaja, menasehati selainnya agar tidak merasa paling
benar sembari merasa dirinya dan kelompoknya adalah yang terbenar.
Sebagian
ada yang main tantang menantang. Petantang petenteng menantang adu ilmu
Nahwu, Shorof, Balaghoh, Bayan, Hikmah. Manthiq, Ushul Fiqh daaaan
seterusnya; sembari bawa ijasah pesantren tradisional yang biasa baca
kitab kuning. Andai yang seperti ini mau menengok kemegahan
pondok-pondok Salafy modern, yang juga bisa baca kitab dan jauh
berkembang, tentu hanya kepada kopi dan rokok mereka terhibur.
Aswaja, kaum yang tak letihnya memotivasi Salafy untuk selalu mencari ilmu di kitab dan berguru pada guru.
Ketika Salafy semakin besar dan berkembang…
Ketika Salafy semakin banyak kajian dan hadirinnya…
Ketika Salafy semakin berilmu dan mapan…
maukah teman-teman Aswaja menerima cinta dan persaudaraan dari teman-teman Salafy?
Ketika Salafy semakin banyak kajian dan hadirinnya…
Ketika Salafy semakin berilmu dan mapan…
maukah teman-teman Aswaja menerima cinta dan persaudaraan dari teman-teman Salafy?
Terima kasih, Aswaja.
Kami saudara kalian dan kalian saudara kami.
(nahimunkar.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer