Ahlus Sunnah adalah umat Islam
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti Al Kitab dan As Sunnah
dengan pemahaman generasi pertama mereka. Mereka berjalan di atas Ash Shirath
Al Mustaqim (jalan yang lurus) yang digariskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan telah dijalani oleh para shahabat dan para pengikut
mereka (tabi’in).
Mereka adalah satu jamaah, tidak
berbilang dan berjalan di satu jalan tidak bercabang. Siapa yang berjalan di
atas jalan tersebut maka dia termasuk jamaah Ahlus Sunnah sedangkan yang
menyimpang darinya maka dia termasuk firqah-firqah bid’ah yang sesat.
Jalan Ahlus Sunnah adaah jalan
tengah yang adil, mereka berjalan berdasarkan ilmu sedangkan firqah-firqah
bid’ah berjalan dengan sikap ekstrim kanan dan kiri. Mereka berada di di antara
sikap ifrath dan tafrith.
Ifrath adalah melampaui batas
dalam beribadah dan beramal tanpa ilmu. Sedangkan tafrith adalah sebaliknya,
yaitu melalaikan dan meremehkan ibadah bahkan menentang ilmu Al Haq yang telah
diketahui.
Syaithan menggoda anak Adam
dengan dua jalan ini, yaitu ifrath dan tafrith. Pertama, dia mengajak manusia
kepada kekufuran dan pengingkaran terhadap Rasulullah shallallahu‘alaihi wa
sallam (tafrith). Kalau hal ini tidak berhasil maka dia akan mendorong mereka
untuk beramal dan beribadah dengan melampaui batas (ifrath) sehingga terjerumus
kedalam berbagai macam bid’ah sehingga menyimpang dari jalan yang lurus dan
akhirnya amembawa mereka kepada kesesatan dan kekufuran. (Lihat Makaidus
Syaithan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah)
GAMBARAN
MEREKA YANG TERSESAT DALAM SIKAP TAFRITH ADALAH SEPERTI YAHUDI, SEDANGKAN YANG
TERSESAT DALAM SIKAP IFRATH ADALAH SEPERTI NASHARA.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata : “Yahudi tidak melaksanakan Al Haq sedangkan Nashrani berlebih-lebihan
padanya. Adapun Yahudi dicap dengan kemurkaan (Al Maghdhub Alaihim) sedangkan
Nashrani dengan kesesatan (Adh Dhaallin).”
Secara ringkas kekafiran Yahudi
adalah karena mereka tidak beramal dengan ilmunya. Mereka mengetahui Al Haq
tetapi tidak menyertainya dengan amal, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Sedangkan kekafiran Nashrani adalah dari sisi amal mereka tanpa ilmu. Mereka
berusaha mengamalkan berbagai macam ibadah tanpa syari’at dari Allah. Dan
mereka berbicara tentang Allah apa-apa yang tidak mereka ketahui.” (Iqtidha
Shiratil Mustaqim oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 1/67)
Demikianlah Yahudi dan Nashrani,
dua contoh kesesatan dan dua model kekufuran.
Yahudi terjerumus dalam sikap
tafrith sehingga membunuh para Nabi dan mencela Isa bin Maryam ‘alaihis salam
hanya karena nafsu dan kedengkian mereka. Mereka tahu dan mengenal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti mengenal anak mereka sendiri. Mereka
mengenal namanya, sifat-sifatnya, dan lain-lain tentangnya, tapi mereka
mengingkari dan menentang beliau.
Allah berfirman :
“Padahal sebelumnya mereka biasa
memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapatkan kemenangan atas orang-orang kafir.
Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui mereka lalu
ingkar kepadanya. Maka laknat Allah atas orang-orang yang ingkar.” (QS. Al
Baqarah : 89 )
Demikianlah Allah murka dan
melaknat Yahudi karena sikap tafrith, mengetahui Al Haq tapi mengingkarinya.
Maka Allah mengatakan tentang mereka :
Katakanlah : “Apakah akan aku
beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari
(orang-orang fasiq) itu di sisi Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknat dan
dimurkai oleh Allah dan di antara mereka ada yang dijadikan kera-kera dan
babi-babi dan penyembah thaghut.” (QS. Al Maidah : 60 )
Dari ayat inilah Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa YAHUDI
DIJULUKI DENGAN AL MAGHDHUB ALAIHIM (YANG DIMURKAI).
Sedangkan Nashrani tersesat dalam
sikap ifrath dengan menuhankan Isa dan menyembah pendeta-pendeta. Allah
berfirman tentang mereka :
“Wahai Ahli Kitab, janganlah
kalian melampaui batas (ghuluw) dalam agamamu dan janganlah kalian mengatakan
atas (nama) Allah kecuali yang haq. Sesungguhnya Al Masih Isa putra Maryam
adalah Rasulullah … .” (QS. An Nisa’ : 171 )
Itulah sikap ifrath (berlebih-lebihan
dalam agama) mereka, berbicara tentang Allah dan atas nama Allah tanpa ilmu.
Sehingga terucap dari mereka kalimat kufur yang sangat besar yaitu mengatakan
bahwa Isa adalah jelmaan Allah atau Isa adalah anak Allah atau Isa, Maryam, dan
Allah adalah satu yang tiga, tiga yang satu. Subhanallah, Maha Suci Allah dari
apa yang mereka ucapkan!! Allah adalah satu, tidak beranak dan tidak
diperanakkan!
Maka kafirlah mereka dengan
ucapan itu dan gugurlah amalan mereka dan ibadah mereka. Walaupun mereka
beribadah kepada Allah dengan khusyu’ dan menangis, berdzikir menyebut nama
Allah, dan memujinya dengan ikhlas. Demikianlah orang-orang yang berusaha untuk
beribadah kepada Allah tetapi tanpa ilmu akhirnya mereka tersesat dan amalannya
sia-sia.
Allah berfirman setelah
mengatakan kekafiran orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah satu dari
yang tiga :
“Wahai ahli kitab, janganlah
kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara yang tidak benar dalam
agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat
terdahulu (sebelum kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Mereka menyesatkan kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang
lurus.” (QS. Al Maidah : 77 )
Dari sinilah NASHRANI DIJULUKI DENGAN ADH DHAALLIN (YANG SESAT).
Dari uraian tersebut di atas kita
dapat melihat tiga jalan :
Yang pertama jalan yang lurus
(shirathal mustaqim), yang kedua jalan Al Maghdhubi Alaihim, dan yang ketiga
jalan Adh Dhaallin. Maka penyimpangan dari jalan yang lurus berarti masuk
kepada salah satu dari dua jalan yang lain.
Kita berdoa setiap hari, setiap
shalat, bahkan setiap rakaat agar diberi petunjuk ke jalan yang lurus, jalan
orang-orang yang diberi nikmat, yaitu jalan para Nabi, para shiddiqin, para
syuhada, dan orang-orang yang shalih. Dan berdoa agar jangan terjerumus ke
jalan orang-orang yang dimurkai yang tidak mengamalkan Al Haq. Dan jangan pula
terjerumus ke jalan orang-orang yang sesat, yang beramal tanpa ilmu. Kita
ucapkan dalam Al Fatihah :
“Tunjukilah
kami ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas
mereka. Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang
yang sesat.” (QS. Al Fatihah : 6-7 )
Ibnu Katsir berkata tentang ayat
ini : “Al Maghdhub Alaihim adalah orang-orang yang rusak niatnya. Mereka
mengetahui Al Haq tapi menyeleweng darinya. Sedang Adh Dhaallin adalah
orang-orang yang tidak memiliki ilmu sehingga mereka bingung dalam kesesatan,
tidak mendapatkan petunjuk kepada Al Haq, … dan seterusnya.” (Tafsir Ibnu Katsir
1/31-32 )
AL
MAGHDHUB DAN ADH DHAALLIN DALAM UMAT INI
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan tentang perpecahan umat yang sudah sering disinggung dalam
edisi-edisi yang lalu. Kemudian Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam
menjelaskan bahwa semuanya akan masuk neraka kecuali satu.
Dalam riwayat lain dari Ibnu
Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggaris satu garis
dengan tangannya kemudian berkata :
“Ini adalah jalan yang lurus.”
Kemudian menggaris beberapa garis
di kanan dan kirinya, kemudian berkata :
“Ini jalan-jalan, tidak ada satu
jalan pun daripadanya kecuali ada syaithan yang mengajak kepadanya.”
Kemudian membacakan ayat :
“Ini jalanku yang lurus maka
ikutilah dia dan janganlah mengikuti jalan-jalan (lain) … .” (QS. Al An’am :
153 ) [HR. Ahmad, Ad Darimi, Al Hakim]
Riwayat-riwayat di atas
menunjukkan bahwa umat beliau akan berpecah dalam berbagai macam jalan dan yang
selamat hanya satu kelompok. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa yang selamat
adalah mereka yang tetap berada dalam shirathal mustaqim (jalan yang lurus)
sedangkan jalan-jalan yang lain adalah jalan-jalan syaithan. Dengan demikian
hanya ada dua kemungkinan yaitu mengikuti jalan keselamatan atau jalan
kesesatan, mengikuti jalan Allah atau jalan syaithan.
Dalam riwayat dari Abi Said Al
Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sebagian
umat ini akan mengikuti model yahudi dan nashrani.
“Pasti kalian akan mengikuti
sunnah-sunnah (jalan/kebiasaan) orang-orang sebelum kalian sejengkal demi
sejengkal sehasta demi sehasta.” (Muttafaqun Alaihi)
Ketika para shahabat bertanya
apakah yang dimaksud mengikuti yahudi dan nashrani beliau mengatakan : “Siapa
lagi?”
Dari sini kita pahami bahwa dalam
umat ini pun terdapat dua kesesatan model yahudi dan nashrani sebagai kaum yang
dilaknat dan kaum yang sesat. Sufyan bin Uyainah dan para ulama Salaf berkata :
“Sesungguhnya orang yang rusak
dari ulama kita, maka padanya ada penyerupaan terhadap yahudi. Dan orang yang
rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka padanya ada penyerupaan dengan
nashrani.” (Dinukil dari Kitab Iqtidha Shirathil Mustaqim oleh Syaikh Islam
1/68 )
KERUSAKAN
ORANG-ORANG BERILMU KARENA SIKAP TAFRITH
Kerusakan sebagian orang-orang
yang berilmu adalah karena sikap tafrith, tidak mengamalkan ilmunya bahkan
menggunakan ilmu mereka untuk kepentingan hawa nafsunya. Mereka menutupi
kebenaran padahal mereka tahu, mencampurkan yang haq dengan yang bathil agar menjadi
samar bagi manusia, merubah-rubah kalimat Qur’an dari tempat-tempatnya agar
sesuai dengan hawa nafsu, menjual fatwa dan mengorbankan ayat-ayat Allah untuk
mendapatkan harta dunia. Ini semua adalah sifat-sifat yahudi yang terlaknat dan
kebiasaan mereka.
Allah berfirman tentang mereka :
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah yaitu Al Kitab dan menjualnya
dengan harga yang sedikit mereka itu sebenarnya tidak memasukkan ke dalam
perut-perut mereka kecuali api (neraka).” (QS. Al Baqarah : 174 )
Allah juga berfirman :
“Dari orang-orang yahudi mereka
merubah-rubah ucapan dari tempat-tempatnya.” (QS. An Nisa’ : 46 )
Allah berfirman lagi :
“Wahai ahli kitab, mengapa kalian
mencampuradukkan yang hak dengan yang bathil. Dan menyembunyikan kebenaran
padahal kalian mengetahui.” (QS. Ali Imran : 71 )
Dari ayat-ayat di atas terdapat
beberapa sifat yahudi :
1. Menyembunyikan Ilmi
(Menyembunyikan Ilmu)
Syaikhul Islam berkata : “Allah
menggambarkan mereka yang dimurkai oleh Allah dengan sifat “menyembunyikan
ilmu”. Kadang-kadang karena pelit (QS. An Nisa’ : 36-37 ), kadang-kadang karena
mencari dunia dan kadang-kadang karena takut ilmu tersebut menjadi hujjah untuk
menyalahkan mereka (QS. Al Baqarah : 76 ).”
Selanutnya beliau mengatakan :
“Dan beberapa golongan yang dianggap sebagai ulama (dari umat ini, pent. )
tertimpa musibah ini. Kadang-kadang mereka menyembunyikan ilmu karena pelit,
khawatir orang lain akan mendapatkan keutamaan seperti mereka. Kadang-kadang
karena mencari kedudukan atau harta atau kadang-kadang karena berhadapan dengan
kelompok yang menyelisihi dalam satu masalah kemudian menutup ilmu yang dapat
dijadikan hujjah oleh kelompok tersebut. Walaupun tentu kelompok yang
menyelisihinya adalah bathil.” (Iqtidha Shirathil Mustaqim 1/73)
2. Tahrif Kalimah (Merubah-rubah
Perkataan)
Syaikhul Islam berkata : “Tahrif
ada dua macam. Tahrif tanzil (merubah kalimat) dan tahrif ta’wil (merubah
makna). Adapun tahrif ta’wil banyak sekali (terjadi, pent.). Berapa kelompok
dari umat ini telah terfitnah dengannya. Sedangkan tahrif tanzil telah terjadi
pada kebanyakan manusia dalam lafadz-lafadz hadits, mereka meriwayatkan hadits
dengan riwayat-riwayat yang munkar.”
(Iqtidha Shirathil Mustaqim 1/76
)
Sifat ini sangat jelas terlihat
pada ahli bid’ah dari kalangan mu’tazilah dan rasionalis. Mereka merubah-rubah
kalimat, merubah makna, menolak atau menyelewengkan ayat dan hadits agar sesuai
dengan hawa nafsunya (baca : akalnya).
3. Talbis Al Haq (Penyamaran Al
Haq)
Menyamarkan Al Haq atau
mencampurkan Al Haq dengan yang bathil adalah sifat yahudi yang juga menimpa
beberapa kelompok ahli bid’ah dari umat ini. Mereka mengerti Al Haq tetapi
berusaha menyamarkannya dan mencampurinya dengan yang bathil sesuai kepentingan
hawa nafsu atau manhaj mereka yang rusak.
4. Menjual Belikan Ayat
Sifat ini juga menimpa sebagian
umat ini khususnya orang-orang yang diulamakan ternyata hati-hati mereka rusak
dan niat mereka rusak dan mereka memakai sifat-sifat yahudi di atas dalam
perkara ini. Na’udzubillah !!
SYIAH
MENYERUPAI YAHUDI
Di antara firqah-firqah yang
paling mirip dengan kesesatan yahudi adalah syiah rafidlah “Al Maghdhubi
Alaihim.” Mereka merubah-rubah Al Qur’an, membuang surat Al Lahab, menambah
surat wilayah, dan lain-lain.
Mereka membuat hadits-hadits
palsu atas nama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdusta atas nama Ali
radliyallahu ‘anhu seperti yahudi berdusta atas nama Musa ‘alaihis salam.
Mereka mencampurkan Al Haq dengan al bathil untuk menyamarkan kebenaran persis
seperti yahudi.
Mereka selalu menunda shalat
Maghrib sampai waktu Isya seperti yahudi yang tidak shalat kecuali setelah
muncul bintang-bintang.
Mereka menganggap Jibril
berkhianat memberikan wahyu kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang semestinya kepada Ali radliyallahu ‘anhu seperti yahudi yang memusuhi
Jibril hingga Allah mengatakan : “Barangsiapa yang menjadi musuh Allah,
malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Jibril, dan Mikail maka sesungguhnya
Allah adalah musuh orang-orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah : 98 )
Mereka juga mengagungkan bahkan
menganggap suci kelompoknya dan tokoh-tokohnya dengan melampaui batas seperti
yahudi dan nashrani yang membanggakan golongannya secara berlebih-lebihan
hingga mengatakan :
Berkata yahudi dan nashrani :
“Kami adalah anak-anak Allah dan kecintaan-kecintaan-Nya.” (QS. Al Maidah : 18
)
Mereka menggunakan taqiyyah
(baca: nifaq) yaitu menyembunyikan aqidah sesat dan pemahaman bathil mereka
dengan berdusta hingga tokoh mereka, Al Kulaini dalam Ushulul Kafi membawakan
riwayat yang dusta mengatasnamakan Ja’far Shadiq bahwa : “Taqiyyah adalah
agamaku dan agama nenek moyangku. Tidak ada keimanan bagi siapa yang tidak
memiliki taqiyyah.” Ini persis seperti yahudi yang mempergunakan nifaq untuk
menyembunyikan agamanya.
Allah berfirman ketika
membicarakan yahudi :
“Apabila mereka menjumpai kalian
mereka berkata kami beriman dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit
ujung jari mereka lantaran marah dan benci terhadap kalian.” (QS. Ali Imran :
119 )
(Lihat Badzlul Majhud oleh Syaikh
Jumaili 2/631 sampai dengan 658 )
Maka tepat sekali kalau kita
mengatakan tentang syiah :
“Telah tampak nyata kebencian
dari mulut-mulut mereka dan apa yang mereka sembunyikan dalam hati-hati mereka
lebih besar lagi … .” (QS. Ali Imran : 118 )
Setelah jelas demikian maka kita
katakan kepada harakiyyin yang mengajak persatuan dengan syiah dengan ayat
selanjutnya :
“Beginilah kalian, kalian
menyukai mereka padahal mereka tidak menyukai kalian. Padahal kalian beriman
pada kitab seluruhnya.” (QS. Ali Imran : 119 )
Selain yang tersebut di atas
masih banyak lagi persamaan syiah rafidlah dengan yahudi hingga Syaikh Abdullah
Al Junaidi menulis kitab khusus dua jilid dengan nama Badzul Majhud fi Itsbat
Musyabahatir Rafidlah lil Yahud yang artinya Upaya Menetapkan (Menjelaskan)
Persamaan Rafidlah Dengan Yahudi.” Hanya saja yahudi masih lebih baik dari
syiah (rafidlah) dalam satu masalah, yaitu : Ditanyakan kepada yahudi : Siapa
orang terbaik dalam agama mereka? Yahudi mengatakan : Para shahabat Musa. Tapi
tanyakanlah pada syiah tentang orang-orang terjelek dalam agama mereka, niscaya
mereka akan mengatakan : Shahabat-shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. (Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Sya’bi rahimahullah, lihat
Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah oleh Al Lalika’i juz 8 halaman terakhir).
KERUSAKAN
AHLI IBADAH KARENA SIKAP IFRATH
Adapun kerusakan ahli ibadah
adalah karena sikap ifrath (berlebih-lebihan) dan melampaui batas dalam
beribadah tanpa ilmu. Di antaranya :
1. Bersikap ifrath terhadap Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kepada Nabi mereka dengan
memujinya berlebihan hingga memberikan kepadanya sifat uluhiyyah dan
rububiyyah. Kadang-kadang dengan perbuatan seperti berdoa, beristighatsah
(mengadu), beristi’anah (meminta pertolongan, dan bertawassul kepadanya atau
kepada kuburannya. (Akan dibahas masalah ini pada edisi mendatang, Insya
Allah))
2. Bersikap Ifrath Terhadap
Ulama.
Mereka juga berlebih-lebihan
terhadap ulama mereka dengan menganggap mereka ma’shum (tidak memiliki
kesalahan), taqlid buta (mengikuti tanpa dalil), menganggap mereka boleh
merubah-rubah hukum dan menambah-nambahnya. Di antara mereka ada yang membuat
patung-patung atau memasang gambar-gambarnya, bahkan membangun
kuburan-kuburannya, mengagung-agungkannya kemudian mereka thawaf
mengelilinginya, memakan tanahnya, mengusap dindingnya, i’tikaf (tirakatan) di
sampingnya dan lain-lain. Semuanya mereka lakukan tanpa ilmu dan tanpa perintah
dari Allah dan Rasul-Nya. Dalil mereka hanyalah dzan (prakiraan) hasil dugaan
pikirannya dan tebakan perasaannya. Mereka menganggap dengan perbuatannya tadi
mereka mendapat berkah dan petuah atau mendapatkan yang mereka harapkan,
melepaskan kesulitan, memberikan jalan keluar, memberikan jodoh dan lain-lain
dari anggapan-anggapan mereka tanpa ilmu.
3. Ifrath Dalam Ibadah dan Zuhud.
Selain itu mereka juga
berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah, puasa terus-menerus tanpa
berbuka atau shalat malam terus-menerus tanpa tidur. Mereka juga tidak mau
menikahi wanita karena dianggap mengganggu ibadah. Mereka tidak mau memakan
daging dan makanan mewah (hanya memakan sayuran dan sejenisnya) juga karena
mereka menganggap akan mengganggu ibadah (yang mereka menamakannya zuhud)
bahkan mereka berusaha untuk menyengsarakan dirinya dengan berpuasa di tengah
terik matahari atau tidak mau bernaung sampai berbuka atau tidak mau berpakaian
kecuali yang paling jelek dan lain-lain dengan anggapan bahwa yang demikian lebih
besar pahalanya.
Semua anggapan tadi muncul dari
dzan (dugaan pikiran dan perasaannya) tanpa berdasarkan ilmu sama sekali. Maka
inilah yang dinamakan bid’ah, muhdatsah, dhalalah yang membawa mereka kepada
kesesatan!
Semua sifat-sifat di atas adalah
persis dengan sifat-sifat nashrani. Allah menjelaskan sifat ghuluw mereka di
dalam Al Qur’an :
“Wahai ahli kitab, janganlah
kalian melampaui batas (ghuluw) dalam Dien kalian dan janganlah kalian
mengatakan terhadap Allah kecuali kebenaran. Sesungguhnya Al Masih Isa bin
Maryam adalah Rasulullah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan kepada Maryam dan ruh (ciptaan)-Nya.” (QS. An Nisa’ : 171 )
Dan Allah menceritakan tentang
sikap ifrath mereka terhadap ulama, hingga menjadikan mereka sebagai rabb-rabb
yang menghalalkan dan mengharamkan :
“Mereka menjadikan
pendeta-pendeta mereka dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah
dan juga (mempertuhankan) Isa bin Maryam.” (QS. At Taubah : 31 )
Kemudian tentang ifrath mereka
dalam ibadah dan zuhud, Allah berfirman :
“Dan mereka mengada-adakan bid’ah
rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka tapi mereka sendirilah
yang mengada-adakan untuk mencari ridla Allah … .”
Rahbaniyyah adalah sikap
kependetaan, tidak beristri atau bersuami dan mengurung diri di biara-biara dan
mengkhususkan diri hanya beribadah kepada Allah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
Ath Thabari dan Nasa’i dari Ibnu Abbas bahwa ketika penguasa-penguasa nashrani
merubah-rubah Injil, orang-orang yang beriman (baca: ahli ibadah) yang membaca
Injil membantah dan menegur mereka. Kemudian mereka diancam dan disuruh agar
berhenti bicara.
Maka sebagian mereka meminta
dibuatkan tempat yang tinggi (untuk beribadah) dan agar diantarkan kepada
mereka makanan dan minuman. Sebagian yang lain meminta ijin untuk mengembara
memakan pohon-pohonan dan meminum air seperti binatang ternak (juga untuk
beribadah) dan sebagian yang lain meminta dibaratkan rumah khusus untuk ibadah
dan bercocok tanam. Inilah rahbaniyyah yang mereka ada-adakan. (Dinukil secara
makna dari Tafsir Ibnu Katsir juz 4 halaman 333 )
Sedangkan tentang sifat ifrath
nashrani terhadap ulama dan ahli ibadah hingga membangun kuburan-kuburan
sebagai masjid dan memasang foto-foto dan patung-patung mereka telah
diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Aisyah
radliyallahu ‘anha sebagai berikut :
“Dari Aisyah radliyallahu ‘anhu:
Bahwa Ummu Salamah menyebutkan kepada Rasulullah tentang gereja yang dia lihat
di Habasyah yang dinamakan Maria. Dan apa yang dia lihat padanya berupa
gambar-gambar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka
adalah kaum yang jika ada seorang shalih di antara mereka mati atau hamba yang
shalih, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan menggambar padanya
gambar-gambarnya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” (HR.
Bukhari Kitabus Shalah bab Shalat fil Bi’ah dan Muslim kitab Masajid bab An
Nahyu an Bina’il Masajid Alal Qubur)
HAMPIR
SEMUA AHLI IBADAH TERJERUMUS DALAM KESESATAN MODEL NASHRANI INI, TERUTAMA
ALIRAN SUFI YANG HAMPIR SEMUA SIFAT-SIFAT NASHRANI DI ATAS ADA PADA MEREKA.
Kesesatan model seperti ini lebih
berbahaya dari yang sebelumnya, karena para pelakunya tidak mengetahui dan
tidak merasa bahwa mereka dalam kesesatan,
bahkan sebaliknya mereka merasa sedang berbuat baik dan beramal shalih. Lantas
kapan mereka akan bertaubat!
Allah berfirman :
“Katakanlah : Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling rugi perbuatannya? Yaitu
orang yang sia-sia (sesat) usahanya dalam kehidupan dunia sedangkan mereka
mengira bahwa mereka sedang berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi : 103-104 )
SIKAP
TENGAH AHLUS SUNNAH
Ahlus Sunnah berjalan lurus di
antara dua kesesatan tadi. Mereka tidak bersikap tafrith terhadap perintah
Allah dan Rasul-Nya. Mereka mengamalkan yang wajib-wajib dan berusaha menambah
dengan yang mandub (jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak
apa-apa, pent.).
Mereka meninggalkan yang haram
dan berusaha mengurangi yang makruh-makruh. Kalau mereka berdosa dengan
melanggar yang wajib atau mengerjakan yang haram, mereka cepat bertaubat dan
tidak mencari dalil untuk membenarkan perbuatannya. Mereka mengamalkan ilmu
yang mereka dapatkan dari Allah dan Rasul-Nya dengan ikhlas dalam mencari
keridlaan-Nya.
Di sisi lain, mereka tidak
bersikap ifrath dalam beramal. Mereka tidak berani mengharamkan yang makruh
apalagi yang halal. Tidak berani pula mewajibkan yang mandub apalagi yang
haram. Mereka mengucapkan persis seperti apa yang mereka dapatkan dari ilmu
(hujjah/dalil). Jadi kalau ada kekeliruan pada mereka dalam masalah ini,
ingatkanlah dengan hujjah dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah!
Niscaya mereka akan segera rujuk
kepadanya dan meninggalkan kesalahannya. Mereka tidak berani menambah-nambah
satu bentuk ibadah kecuali jika mendapatkan perintah. Mereka memegang kuat
ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Siapa yang mengamalkan suatu
amalan yang tidak ada atasnya perintahku maka dia tertolak.”
Inilah Ahlus Sunnah, syiar mereka
ialah berilmu dan beramal, tidak seperti yahudi yang berilmu tanpa amal dan
tidak seperti nashrani yang beramal tanpa ilmu. Wallahu A’lam.
Maraji’
1. Badzlul Majhud oleh Syaikh
Abdullah Al Jumaili.
2. Fathul Bari Syarh Shahihul
Bukhari oleh Ibnu Hajar.
3. Fathul Majid Syarh Kitabut
Tauhid oleh Syaikh Abdurrahman Ali Syaikh.
4. Iqtidha Shirathil Mustaqim
oleh Ibnu Taimiyyah.
5. Shahih Muslim dengan Syarh
Imam Nawawi.
6. Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah
oleh Al Lalika’i.
(Dikutip dari tulisan al Ustadz
Muhammad Umar as Sewed, judul asli Sikap Tengah Ahlus Sunnah, Sumber Majalah
Salafy VI/Muharram/1417/1996.)
Sumber: http://salafy.or.id/blog/2003/06/17/sikap-tengah-ahlus-sunnah/
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer