Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Beberapa waktu yang lalu, media massa ramai membicarakan hukum “kopi luwak”, apakah halal ataukah haram. Pasalnya, kopi antik asal Indonesia yang terkenal sangat mahal tersebut*) ternyata dalam proses pembuatannya menggunakan bantuan luwak (sejenis musanglParadoxurus hermaphrodites). Di antara proses produksinya ; sekumpulan luwak dipersilakan makan buah kopi matang lalu kopi yang keluar bersama kotoran luwak tersebut dibersihkan dan diproses hingga menjadi bubuk kopi siap saji.
Nah, apakah karena prosesnya yang seperti itu menjadikan kopi jenis ini najis dan haram?!! MUI telah mempelajari dan menyelidiki masalah ini lalu menyimpulkannya halal.**) Hanya, masih ada sebagian orang mempertanyakan tentang kebenaran fatwa MUI tersebut. Oleh karena itu, kami memandang perlu untuk menulis pembahasan ini sebagai keterangan bagi kaum muslimin semuanya. Semoga bermanfaat.
HUKUM KOPI
Ketahuilah wahai saudaraku seiman — semoga Allah Ta’ala merahmatimu—bahwa asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun daratan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya[1].
Allah Ta’ala berfirman :Tidak boleh bagi seorang pun mengharamkan suatu makanan kecuali berlandaskan dalil dari al-Qur’an dan hadits yang shohih dan apabila seorang mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan tentang Allah.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (QS. al-Baqoroh [2]: 168)
Memang pada awal munculnya, kopi banyak diperdebatkan oleh ulama, bahkan banyak tulisan tentangnya. Ada yang mengharamkannya karena dianggap memabukkan dan ada yang menghalalkan karena asal minuman adalah halal[2]. Namun, dengan berjalannya waktu, pendapat yang mengharamkan itu hilang dan para ulama-pun bersepakat tentang halalnya kopi[3]. Sampai-sampai al-Halawi mengatakan setelah menyebutkan perselisihan ulama tentang hukum kopi : “Orang yang mengharamkan kopi tidaklah memiliki alasan yang ilmiah sama sekali.”[4]
HARAMKAH LUWAK?
Luwak adalah binatang sejenis musang. la adalah binatang pengecut dan sangat licik. Dengan kelicikannya dia bisa bersama para binatang buas menyeramkan lainnya. Di, antara kelicikannya dalam mencari makanan dia bisa berpura-pura mati dan melembungkan perutnya serta mengangkat keempat kakinya agar disangka mati. Kalau ada hewan yang mendekatinya, seketika itu dia langsung menerkamnya.[5]
Tentang hukum memakannya, para ulama berselisih pendapat :
Pendapat pertama : Boleh, Ini adalah madzhab Syafi’i dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Alasannya, karena ia bukan termasuk binatang buas yang menyerang dengan taringnya.
Pendapat kedua : Haram, Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan pendapat yang populer dalam madzhab Ahmad. Alasannya karena musang termasuk binatang buas yang diharamkan dalam hadits.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring maka memakannya adalah haram.”[6]
Pendapat yang kuat bahwa musang hukumnya haram, karena musang termasuk binatang buas yang dilarang dalam hadits. Wallahu A’lam.[7]
NAJISKAH KOTORAN LUWAK ?
Masalah ini merupakan cabang dari permasalahan sebelumnya, karena para ulama menjelaskan bahwa kotoran binatang menjadi dua :
1. Kotoran binatang yang dagingnya haram hukumnya najis dengan kesepakatan ulama.[8]
2. Kotoran binatang yang dagingnya halal dimakan. Hukumnya diperselisihkan ulama. Sebagian ulama berpendapat najis, sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat tidak najis dan inilah pendapat yang kami pilih karena kuatnya dalil-dalil mereka serta sesuai dengan kaidah asal. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata : “Adapun kencing dan kotoran binatang yang dagingnya dimakan, maka mayoritas salaf berpendapat bahwa hal itu tidaklah najis. Ini merupakan madzhab Malik, Ahmad dan selainnya. Dan bahkan dikatakan : tidak ada seorang pun sahabat yang berpendapat najis. Kami telah memaparkan masalah ini secara panjang lebar dalam kitab khusus dengan memaparkan belasan dalil bahwa hal itu (kencing dan kotoran hewan yang dagingnya dimakan) tidak termasuk najis.”[9]
HUKUM KOPI LUWAK
Setelah melalui beberapa pembahasan diatas, sekarang kita akan membahas pokok permasalahan kita yaitu tentang status hukum kopi luwak.
1. Gambaran Masalah
Sebelum melangkah lebih lanjut, kita perlu mengetahui gambaran permasalahan yang sedang kita bicarakan ini, sebab sebagaimana kata para ulama kita :
“Mengukumi sesuatu itu adalah cabang dari gambarannya.”[10]
Kopi luwak yaitu buah kopi matang yang dimakan oleh luwak, kemudian dikeluarkan sebagai kotoran luwak tetapi biji-biji kopi tersebut tidak tercerna sehingga bentuknya masih dalam bentuk biji kopi. Jadi, di dalam perut musang biji kopi mengalami proses fermentasi dan dikeluarkan lagi dalam bentuk biji bersama dengan kotoran luwak. Selanjutnya, biji kopi luwak dibersihkan dan diproses seperti kopi biasa.
2. Kaidah-Kaidah Fiqih Seputar Masalah
Ada beberapa kaidah fiqih yang dapat kita terapkan dalam masalah ini :
a. Asal makanan adalah halal
Kaidah ini sudah kita sebutkan di atas, bahwa :
“Asal hukum segala jenis makanan adalah halal (sampai ada dalil yang mengharamkannya).”[11]
Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Asal hukum makanan dan minuman adalah halal kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dalam al-Qur’an-Nya atau melalui lisan Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sama halnya dengan pengharaman Allah.”[12]
Demikianlah, dalam masalah ini hukum asalnya adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Kita tetap dalam keyakinan ini sampai datang bukti dan dalil kuat yang dapat memalingkan kita dari kaidah asal ini, adapun sekadar keraguan maka tidak bisa.
b. Hukum itu berputar bersama sebabnya
Termasuk kaidah fiqih yang berkaitan dengan masalah ini adalah :
“Hukum itu berputar bersama sebabnya, ada dan tidaknya.”[13]
Dalam masalah kopi luwak, alasan bagi yang melarangnya adalah adanya najis. Namun, tatkala najis tersebut sudah hilang dan dibersihkan maka hukumnya pun menjadi suci.
c. Istihalah [14]
Termasuk kaidah yang sangat berkaitan erat dengan masalah ini adalah kaidah istihalah dan membersihkan benda yang terkena najis :
“Benda najis apabila dibersihkan dengan pembersih apa pun maka menjadi suci.”[15]
Nah, tatkala biji kopi luwak yang bercampur kotoran tersebut memang sudah dibersihkan, lantas kenapa masih dipermasalahkan lagi?!
3. Masalah-Masalah Serupa Dalam Fiqih
Sebenarnya masalah kopi luwak ini dapat kita kaji melalui pendekatan masalah-masalah yang mirip dengannya yang biasa dikenal dengan istilah Asybah wa Nazho’ir. Ada beberapa masalah yang dapat kita jadikan sebagai pendekatan dengan masalah ini, yaitu :
a. Bila hewan mengeluarkan biji
Pendekatan yang paling mirip adalah apa yang dikatakan oleh para ulama fiqih yang menerangkan jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kondisinya tetap—sehingga sekiranya ditanam dapat tumbuh[16]—maka tetap suci. Imam Nawawi rahimahullah berkata :
“Para sahabat kami (ulama madzhab Syafi’i)— semoga Allah merahmati mereka— mengatakan : ‘jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kekerasannya tetap, dalam kondisi semula, yang sekiranya jika ditanam dapat tumbuh maka tetap suci tetapi harus disucikan bagian luarnya karena terkena najis…’ “[17]
b. Telur yang masih dalam bangkai
Masalah lain yang mirip dengan permasalahan ini adalah masalah telur yang berada di bangkai ayam, apakah najis ataukah tidak, pendapat yang kuat bahwa apabila telur sudah berkulit dan terpisah maka hukumnya suci. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
“Apabila ada ayam mati (bangkai) dan di perutnya ada telur yang sudah mengeras kulitnya maka (telur tersebut) hukumnya suci. Inilah pendapat Abu Hanifah dan sebagian Syafi’iyyah dan Ibnu Mundzir. Alasan kami karena telur yang sudah berkulit keras tadi terkena najis, mirip kalau seandainya ia jatuh pada air yang najis (lalu dibersihkan maka jadi bersih).”[18]
c. Emas yang ditelan orang
Masalah yang mirip juga dengan masalah ini adalah kalau seandainya ada seorang menelan emas atau uang logam kemudian keluar bersama kotoran. Bukankah emas atau uang logam tadi sudah dibersihkan maka ia suci wahai saudaraku ?!! Pikirkanlah !!
KESIMPULAN
Terlepas dari perselisihan ulama tentang musang apakah haram ataukah tidak, dan terlepas dari perselisihan ulama apakah kotoran hewan itu najis ataukah tidak, kami berpendapat bahwa biji kopi luwak yang bercampur dengan kotoran kalau memang sudah dibersihkan maka hukumnya adalah suci dan halal. Barang siapa yang mengharamkan maka dia dituntut untuk mendatangkan dalil yang akurat. Wallahu A’lam
Daftar Referensi
1. Al-Mughni. Ibnu Qudamah rahimahullah. Tahqiq Abdullah at-Turki dan Abdul Fattah al-Hulw. Dar Alamil Kutub. KSA. Cet kelima 1419 H.
2. Al-Majmu’ Syarh Muhadzab. An-Nawawi rahimahullah. Tahqi Muhammad Najib al-Muthi’i. Dar Alamil Kutub. KSA. Cet kedua 1427 H.
3. Al-Ath’imah. Syaikh Salih bin Fauzan Al-Fauzan hafizahullah. Maktabah Ma’arif. KSA. Cet kedua 1419 H.
4. As-Sa’yul Hamid fi Masyru’iyyatil Mas’a al-jadid. Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizahullah. Dar al-Atsariyyah Yordania. Cet pertama 1428 H.
5. CD Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta 2010.
Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com
Sumber: Majalah AL FURQON no. 107, edisi 04, thn ke-10, 1431.H /2010.M
*) Diberitakan bahwa harga kopi luwak ini secangkirnya 100 ribu rupiah. Bahkan di Amerika bisa dijual dengan harga kurang lebih 300 ribu rupiah. Mirip hal ini adalah liur burung walet. Demikianlah kehendak dan keajaiban Alloh pada sebagian makhluk-Nya. Hal ini mengingatkan penulis pada apa yang disebutkan oleh ulama bahwa darah kijang bisa menjadi minyak kesturi yang sangat harum!!! (Lihat Diwan al-Mutanabbi 2/21 dan asy-Syarh al-Mumthi’ 1/98 oleh Ibnu Utsaimin rahimahullah)
**) Teks fatwa MUI tersebut sebagai berikut:
a. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah mutanajjis (barang terkena najis), bukan najis.
b. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah halal setelah disucikan.
c. Mengonsumsi Kopi Luwak sebagaimana dimaksud angka 2 hukumnya boleh.
d. Memproduksi dan memperjualbelikan Kopi Luwak hukumnya boleh.
a. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah mutanajjis (barang terkena najis), bukan najis.
b. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah halal setelah disucikan.
c. Mengonsumsi Kopi Luwak sebagaimana dimaksud angka 2 hukumnya boleh.
d. Memproduksi dan memperjualbelikan Kopi Luwak hukumnya boleh.
[1] Lihat al-Qowa’id an-Nuroniyyah hlm. 112 Ibnu Taimiyyah dan Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21/542
[2] Syaikh Abdul Qadir bin Muhammad al-jazuri menulis sebuah kitab berjudul Umdah Shofwah fi Hilli Qohwah. Dalam kitab tersebut beliau menjelaskan secara detail tentang halalnya kopi.
[3] Sebagaimana dikatakan oleh Mari’I al-Karmi dalam Thaqiq Burhan fi Sya’ni Dukhon hlm. 154
[4] Ghomzu “Uyunil Basho’ir 4/355. Lihat pula Muqoddimah Syaikhuna Mansyur bin Hasan Alu Salman hafizahullah terhadap risalah Tausi’ah
Mas’a hlm. 17-21
Mas’a hlm. 17-21
[5] Miftah Dar Sa’adah 2/153 Ibnul Qoyyim rahimahullah
[6] HR. Muslim : 1993
[7] Diringkas dari al-Ath’imah hlm. 62-63 oleh Syaikh Sholih bin Fauzan al-Fauzan hafizahullah.
[8] Al-Mabsuth 1/60 as-Sarokhsi, al-Qawanin al-Fiqhiyyah hlm. 27 Ibnu Juzai, al-Kafi 1/97 Ibnu Qudamah rahimahullah
[9] Majmu’ Fatawa 21/613-615
[10] Lihat al-Ushul al-Amah wal Qowa’id al-Jami’ah lil Fatawa Syar’iyyah hlm. 18 Dr. Husain bin Abdul Azis Alu Syaikh hafizahullah
[11] Lihat al-Qowa’id an-Nuroniyyah hlm. 112 Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21/542.
[12] Al-Umm 2/213
[13] Lihat Mughni Dzawil Afham hlm. 174 oleh Ibnu Abdil Hadi, I’lamul Muwaqqi’in 4/135 oleh Ibnu Qoyyim rahimahullah
[14] Lihat masalah ini dalam kitab al-Istihalah wa Ahkamuha fil Fiqh Islami oleh Dr. Qodhafi Azzat al-Ghonanim hafizahullah.
[15] Lihat Majmu’ Fatawa 21/474, Hasyiyah Ibni Abidin 1/311, asy-Syarh al-Mumthi’ 1/424.
[16] Dan penelitian LP POM MUI membuktikan bahwa secara umum biji kopi yang keluar dari kotoran luwak tidak berubah serta dapat
tumbuh jika ditanam
tumbuh jika ditanam
[17] Al-Majmu’ Syarh Mahadzab 2/409. Lihat pula al-Mughni 13/347 karya Ibnu Qudamah rahimahullah dan al-Mantsur fil Qowa’id 2/333-334 karya
az-Zarkarsyi, Roudhoh Tholibin 1/18 karya an-Nawawi rahimahullah.
az-Zarkarsyi, Roudhoh Tholibin 1/18 karya an-Nawawi rahimahullah.
[18] Al-Mughni 1/101.Dan ini juga dikuatkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam Majmu’ Sayrh Muhadzab 1/132
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer