Valentine’s Day sebenarnya,
bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan
pada pastor kuffar. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa
kita masih juga menyambut Hari Valentine ? Adakah ia merupakan hari yang
istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?
“Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (Al Isra’ : 36).
Sebelum kita terjerumus pada
budaya yang dapat menyebabkan kita tergelincir kepada kemaksiatan maupun
penyesalan, kita tahu bahwa acara itu jelas berasal dari kaum kafir yang
akidahnya berbeda dengan ummat Islam, sedangkan Rasulullah bersabda:
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radiyallahu ‘anhu : Rasulullah bersabda:
“Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal,
sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap
mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang kamu maksudkan
itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rasulullah bersabda:
Kalau bukan mereka, siapa lagi?” ( HR. Bukhori dan Muslim ).
Pertanyaan : Sebagian orang
merayakan Yaum Al-Hubb (Hari Kasih Sayang) pada tanggal 14 Februari [bulan
kedua pada kalender Gregorian kristen / Masehi] setiap tahun, diantaranya
dengan saling-menghadiahi bunga mawar merah. Mereka juga berdandan dengan
pakaian merah (merah jambu,red), dan memberi ucapan selamat satu sama lain
(berkaitan dengan hari tsb).
Beberapa toko-toko gula-gula pun
memproduksi manisan khusus – berwarna merah- dan yang menggambarkan simbol
hati/jantung ketika itu (simbol love/cinta, red). Toko-tokopun tersebut
mengiklankan yang barang-barang mereka secara khusus dikaitkan dengan hari ini.
Bagaimana pandangan syariah Islam mengenai hal berikut :
1. Merayakan hari valentine ini ?
2. Melakukan transaksi pembelian
pada hari valentine ini?
3. Transaksi penjualan –
sementara pemilik toko tidak merayakannya – dalam berbagai hal yang dapat
digunakan sebagai hadiah bagi yang sedang merayakan?
Semoga Allah memberi Anda
penghargaan dengan seluruh kebaikan !
Jawaban : Bukti yang jelas terang
dari Al Qur’an dan Sunnah – dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus (
Ijma’) dari ummah generasi awal muslim – menunjukkan bahwa ada hanya dua macam
Ied (hari Raya) dalam Islam : ‘ Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ‘ Ied
Al-Adha (setelah hari ‘ Arafah untuk berziarah).
Maka seluruh Ied yang lainnya –
apakah itu adalah buatan seseorang, kelompok, peristiwa atau even lain – yang
diperkenalkan sebagai hari Raya / ‘Ied, tidaklah diperkenankan bagi muslimin
untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan
sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya – apapun bentuknya –
sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Allah:
وَتِلْكَ
حُدُودُاللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
Itulah hukum-hukum Allah dan
barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. [ Surah At-Thalaq ayat 1]
Jika kita menambah-nambah Ied
yang telah ditetapkan, sementara faktanya bahwa hari raya ini merupakan hari
raya orang kafir, maka yang demikian termasuk berdosa. Disebabkan perayaan Ied
tersebut meniru-niru (tasyabbuh) dengan perilaku orang-orang kafir dan
merupakan jenis Muwaalaat (Loyalitas) kepada mereka. Dan Allah telah melarang
untuk meniru-niru perilaku orang kafir tersebut dan termasuk memiliki
kecintaan, kesetiaan kepada mereka, yang termaktub dalam kitab Dzat yang Maha
Perkasa (Al Qur’an). Ini juga ketetapan dari Nabi (Shalallaahu ` Alaihi wa
sallam) bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia
termasuk dari kaum tersebut”.
Ied al-Hubb (perayaan Valentine’s
Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu
hari besar / hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk
siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat
(kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi
dari perayaan tersebut – sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan
menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allaah dan hukumanNya.
Lebih-lebih lagi, hal itu
terlarang untuk seorang muslim untuk membantu atau menolong dalam perayaan ini,
atau perayaan apapun juga yang termasuk terlarang, baik berupa makanan atau
minuman, jual atau beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat,
pengumuman, dan lain lain. Semua hal ini dikaitkan sebagai bentuk
tolong-menolong dalam dosa serta pelanggaran, juga sebagai bentuk pengingkaran
atas Allah dan Rasulullah. Allaah, Dzat yang Maha Agung dan Maha Tinggi,
berfirman:
وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya. [Surah al-Maa.idah, Ayat 2]
Demikian juga, termasuk kewajiban
bagi tiap-tiap muslim untuk memegang teguh atas Al Qur’an dan Sunnah dalam
seluruh kondisi – terutama saat terjadi rayuan dan godaan kejelekan. Maka
semoga dia memahami dan sadar dari akibat turutnya dia dalam barisan sesat
tersebut yang Allah murka padanya (Yahudi) dan atas mereka yang tersesat
(Kristen), serta orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diantara mereka, yang
tidak punya rasa takut – maupun harapan dan pahala – dari Allah, dan atas
siapa-siapa yang memberi perhatian sama sekali atas Islam.
Maka hal ini sangat penting bagi
muslim untuk bersegera kembali ke jalan Allah, yang Maha Tinggi, mengharap dan
memohon Hidayah Nya (Bimbingan) dan Tsabbat (Keteguhan) atas jalanNya. Dan
sungguh, tidak ada pemberi petunjuk kecuali Allaah, dan tak seorangpun yang
dapat menganugrahkan keteguhan kecuali dariNya.
Dan kepada Allaah lah segala
kesuksesan dan semgoa Allaah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (
Shalallaahu ` Alaihi wa sallam) beserta keluarganya dan rekannya.
Lembaga tetap pengkajian ilmiah
dan riset fatwa
Ketua : Syaikh ‘ Abdul ‘ Aziz Al
Asy-Syaikh;
Wakil Ketua : Syaikh Saalih ibn
Fauzaan;
Anggota: Syaikh ‘ Abdullaah ibn
Ghudayyaan;
Anggota: Syaikh Bakar Ibn ‘
Abdullaah Abu Zaid
(Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah
lil-Buhuts al-’Ilmiyyah Wal-Iftaa.- Fatwa Nomor 21203. Lembaga tetap pengkajian
ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia)
Dinukil dari
http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0020123_1.htm.
Pertanyaan : Bagaimana hukum
merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day’s ?
Syaikh Muhammad Sholih
Al-Utsaimin menjawab :
“Merayakan hari Valentine itu
tidak boleh, karena:
Pertama: ia merupakan hari raya
bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.
Kedua: ia dapat menyebabkan hati
sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan
dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai
mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk
makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya
setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak
mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari
segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga
meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”
Maka adalah wajib bagi setiap
orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’
( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang
merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai
orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan)
orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Di antara dampak buruk menyerupai
mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai
Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak
jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim
dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
“Tunjukilah kami jalan yang
lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada
Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan
darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah
menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum
muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat
melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.
Allah Subhannahu wa Ta’ala telah
berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di
antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
“Kamu tidak akan mendapati
sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)
Ada seorang gadis mengatakan,
bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut
secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang
memperingatinya.
Saudaraku! Ini adalah suatu
kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain!
Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun
bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat,
akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari
tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian
nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara
pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi
porak-poranda.
Alhamdulillah, kita mempunyai
pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru
dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu
mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta
itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami
…dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh
orang-orang kafir.
Semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala
senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang
tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas
langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
Menyampaikan Kebenaran adalah
kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan
menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.
Semoga Allah Ta’ala Membalas
‘Amal Ibadah Kita.
Sumber: http://www.darussalaf.or.id/fatwa-ulama/hari-kasih-atau-valentine-dalam-tinjauan-syariat/
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer