Pertanyaan:

Bolehkan memakan makanan yang dibagikan dalam acara peringatan maulid nabi?
Jawaban:
Tidak ada dalam ajaran Islam yang murni suatu acara yang disebut dengan peringatan maulid nabi. Para sahabat, tabiin, imam mazhab yang empat ataupun ulama yang semasa dengan mereka mengenal acara ini dalam agama ini. Acara maulid nabi itu pertama kali diada-adakan oleh para ahli bidah tepatnya orang-orang Bathiniah (sekte Syiah yang sangat ekstrem. Kemudian banyak orang yang ikut-ikutan mengadakan acara ini, padahal para ulama di sepanjang zaman dan dari berbagai kota mengingkarinya.

Menimbang hal di atas maka semua hal yang dikhususkan oleh banyak orang pada hari maulid nabi semisal mengadakan perayaan dan keramaian serta acara makan-makan itu tergolong kegiatan yang haram karena mereka ingin dengan kegiatan tersebut menyemarakkan hari raya yang mengada-ada dalam agama kita.
Syekh Salih Al-Fauzan dalam Bayan li Akhta’ Ba’dhil Kuttab Hal. 268-270 mengatakan, “Sangatlah jelas adanya perintah untuk mengikuti syariat Allah dan rasul-Nya dalam Alquran dan sunah disamping larang membuat amalan mengada-ada dalam agama. Allah berfirman,
قُلْ إِنْ كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah jika memang benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian (QS. Ali Imran:31).
اتَّبِعُواْ مَا أنزل إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah ajaran yang diturunkan kepada kalian dari Rab kalian dan janganlah kalian mengikuti tandingan-tandingan Allah. Sungguh sedikit orang yang mau mengambil pelajaran. (QS. Al A’raf:3).
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
“Sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus. Ikutilah jalan tersebut dan janganlah kalian mengikuti berbagai jalan yang hanya akan menyimpangkan kalian dari jalan-Nya”(QS. Al-An’am: 153).
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن أصدق الحديث كتاب الله، وخير الهدي هدي محمد ، وشر الأمور محدثاتها
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah firman Allah dan sebaik-baik petunjuk beragama adalah petunjuk Muhammad dan sejelek-jelek urusan dalam agama adalah berbagai perkara yang diada-adakan. (HR. Nasai, no. 1578, dinilai sahih oleh Al-Albani)
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد  وفي رواية لمسلم :  من عمل عملًا ليس عليه أمرنا فهو رد
Siapa saja yang mengada-ada dalam agama ini sesuatu yang sebenarnya bukanlah bagian darinya maka hal yang diada-adakan tersebut itu tertolak” (HR Bukhari dan Muslim dari Aisyah). Dalam salah satu riwayat Muslim, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang melakukan amalan yang tidak kami ajarkan maka amalan tersebut tertolak.”
Diantara amalan mengada-ada yang dibuat oleh sebagian orang adalah acara peringatan maulid nabi yang di adakan pada bulan Rabiul Awal. Bentuk acara peringatan ini beragam:
Ada yang berupa sekedar kumpul-kumpul lalu dibacakan kisah kelahiran nabi, ada juga yang berisi ceramah dan syair yang dibacakan dalam kesempatan tersebut, ada juga berupa membuat makanan, kue, dll yang disuguhkan kepada semua hadirin, ada yang mengadakan acara tersebut di masjid, ada juga yang mengadakannya di dalam rumah, ada juga yang tidak mencukupkan diri dengan hal-hal di atas namun acara kumpul-kumpul ini dicampuri berbagai hal yang haram dan kemungkaran semisal campur baur laki-laki dan perempuan, tarian dan nyanyian. Bahkan ada yang dicampuri dengan kemusyrikan berupa berdoa meminta sesuatu kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Peringatan maulid nabi dengan berbagai bentuk dan ragamnya serta beragam niat orang-orang yang melakukannya tidak disangsikan lagi sebagai amalan mengada-ada yang baru muncul jauh setelah tiga generasi emas Islam.
Pencetus pertama yang mengadakan acara maulid nabi adalah Al-Muzhaffar Abu Said Kubburi, Raja Irbil pada akhir abad keenam atau awal abad ketujuh hijriah sebagaimana penuturan banyak ahli tafsir semisal Ibnu Katsir, Ibnu Khalikan, dll.
Abu Syamah mengatakan, “Orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid nabi di daerah Al-Mushil adalah Umar bin Muhammad Al-Mula, seorang shalih yang terkenal. Raja Irbil dan lainnya tidak lain hanyalah meneladani Umar bin Muhammad.
Ibnu Katsir dalam Bidayah 13:137 ketika menjelaskan biografi Abu Said Kubburi mengatakan, “Ia yang mengadakan maulid dengan bentuk perayaan besar-besaran pada bulan Rabiul Awal. As-Sabth mengatakan, “Sebagian orang yang menyaksikan hidangan makanan yang disajikan oleh Al-Muzhaffar dalam salah satu acara peringatan maulid nabi bercerita bahwa ketika itu Al-Muzhaffar menyediakan lima ribu kepala kambing panggang, sepuluh ribu ayam, seratus ribu mangkuk besar, dan tiga puluh ribu piring berisi kue-kue. Al-Muzhaffar juga menyelenggarakan pentas nyanyi sufi dari siang sampai pagi berikutnya bahkan Al-Muzhaffar ikut menerima bersama para sufi dalam acara tersebut.”
Jadi perkara paling penting yang digunakan oleh para penggemar maulid adalah membuat beragam makanan lalu membagikannya dan mengajak orang untuk turut menikmatinya. Sehingga seorang muslim yang bersama mereka melakukan aktivitas ini dengan memakan makanan yang mereka sediakan dan duduk di jamuan mereka, tidak diragukan lagi ia dikategorikan turut memeriahkan acara bidah dan membantu terselenggarakannya perayaan tersebut. Padahal Allah melarang tolong-menolong dalam dosa dalam firman-Nya
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ) المائدة
Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2).
Oleh karena itulah terdapat fatwa-fatwa ulama yang mengharamkan untuk memakan makanan yang dibagikan pada saat peringatan maulid nabi ataupun acara bidah lainnya.
Syekh Ibnu Baz sebagaimana dalam Majmu Fatawa-nya 9:74 mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apa hukum sembelihan yang ada dalam acara peringatan maulid nabi?”.
Syekh menjawab dengan cara merinci status hukum untuk sembelihan tersebut menjadi dua:
Pertama, jika disembelih utk shahibul maulid (baca: mendekatkan diri kepada nabi) maka ini adalah kemusyrikan besar.
Kedua, jika disembelih untuk dimakan maka tidak mengapa memakannya namun seyogyanya tidak memakan sembelihan tersebut sebagaimana tidak menghadiri dan mendatangi acara peringatan maulid nabi dalam rangka mengingkari acara tersebut dengan ucapan dan dengan perbuatan. Akan tetapi diperbolehkan menghadiri acara peringatan maulid nabi jika dalam rangka menasihati mereka dengan catatan tidak ikut memakan makanan yang disediakan dan tidak pula mengikuti acara-acara tertentu dalam rangka peringatan maulid nabi. Demikian fatwa dan penjelasan Syekh Ibnu Baz dalam masalah ini.”
Referensi: alsalafway.com
Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers