Telaah Hadis
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah cerai.”
Derajat hadis: Lemah
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2178), Baihaqi, dan Ibnu adi, dari jalan Mu’arrof bin Washil, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar secara marfu’.
Derajat hadis: Lemah
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (2178), Baihaqi, dan Ibnu adi, dari jalan Mu’arrof bin Washil, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar secara marfu’.
Setelah memaparkan takhrij hadis
ini dengan panjang lebar. Syaikh al-Albani berkata, “Kesimpulannya bahwa
yang meriwayatkan hadis ini dari Mu’arrof bin Washil ada empat orang tsiqoh.
Mereka adalah Muhammad bin Kholid al-Wahibi, Ahmad bin Yunus, Waki’ bin
Jarroh, dan Yahya bin Bukai. Keempat orang ini berselisih dalam riwayat
hadis ini. Orang pertama meriwayatkannya dari Mu’arrof, dari Muharib
bin Ditsar, dari Ibnu Umar secara marfu’. Sedangkan tiga yang lainnya meriwayatkannya dari Mu’arrof, dari Muharib secara mursal. Dan tidak diragukan lagi bahwa riwayat yang mursal itulah yang lebih rojih (kuat).”
Abu Yusuf berkata, “Ketahuilah
–barakallahu fikum– bahwa asal hukum cerai adalah makruh dan terlarang,
namun bisa berubah pada hukum lainnya. Hal ini sangat tergantung pada
kondisi rumah tangga tersebut, bisa menjadi haram, boleh, sunah bahkan
wajib.
Hukum asal larangan cerai ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya:
- Nikah adalah sebuah akad yang diperintahkan dan dianjurkan oleh Islam, maka talak yang merupakan pemutus pernikahan berarti juga pemutus sesuatu yang dianjurkan dan diperintahkan. Dan semua itu terlarang kecuali kalau ada sebuah keperluan mendesak.
- Perceraian banyak membawa mafsadah bagi istri dan anak-anak, juga bisa menjadi sebab perpecahan dan pertengkaran antara keluarga, yang semua itu adalah terlarang.
- Perceraian tanpa sebab adalah mengkufuri nikmat pernikahan yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram padanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)
- Perceraian itu hanya diperintahkan oleh setan dan tukang sihir, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Mereka belajar dari keduanya sihir yang bisa memisahkan antara seseorang dengan istrinya.” (QS. Al-Baqarah: 102)
Dari Jabir berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengutus bala
tentaranya, maka yang akan menjadi pasukan yang paling dekat dengan dia
adalah yang paling banyak fitnahnya. Lalu ada yang datang dan berkata, ‘Saya telah berbuat ini dan itu’. Maka iblis berkata, ‘Engkau tidak berbuat apa-apa’. Kemudian ada yang datang lagi dan berkata, ‘Saya tidak meninggalkan seorang pun kecuali telah aku pisahkan antara dia dengan istrinya’. Maka iblis mendekatkan dia padanya dan mengatakan, ‘Engkaulah sebaik-baik pasukanku’.” (Muslim, no.2167)
- Shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda, “Wanita mana saja yang minta cerai pada suaminya tanpa sebab, maka haram baginya bau surga.” (HR. Abu Dawud: 2226, Darimi: 2270, Ibnu Majah 2055, Amad: 5/283, dengan sanad hasan)
Lihat Badai Shona’i (3:95), Al-Mufashol (7:354), Jami’ Ahkamin Nisa’ (4:130) Syaikh Musthofa Adawi, Fiqih Sunnah (2:2790), Roudhoh Nadiyah (2:238) Syaikh Shidiq Hasan Khan.
Adapun jika sikon rumah tangga itu berubah, maka hukum ini pun bisa berubah menjadi:
1. Wajib
Yaitu perceraian yang sudah
ditetapkan oleh dua juru damai dari keluarga suami dan istri, lalu
keduanya menetapkan bahwa suami istri tersebut harus dipisahkan
sebagaimana yang digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya surat an-Nisa: 35.
Juga yang termasuk dalam
perceraian yang wajib adalah kalau seorang suami bersumpah untuk tidak
mengumpuli istrinya lagi, maka setelah masa tunggu selama empat bulan,
wajib bagi suami menceraikan istrinya kalau dia tidak mau rujuk kembali.
Sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya surat
Al-Baqarah: 226.
2. Sunah
Terkadang perceraian itu
dianjurkan dalam beberapa keadaan, seperti jika si istri adalah wanita
yang kurang bisa menjaga kehormatannya, atau dia adalah wanita yang
meremehkan kewajibannya kepada Allah, dan suami tidak bisa mengajari
atau memaksanya untuk menjalankan kewajiban seperti sholat, puasa, atau
lainnya. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa dalam keadaan yang kedua
ini wajib untuk menceraikannya.
3. Mubah
Contohnya apa yang dikatakan oleh
Imam Ibnu Qudamah, “Perceraian itu mubah kalau perlu untuk
melaksanakannya, disebabkan oleh akhlak istri yang jelek dan suami
merasa mendapatkan mafsadah dari pergaulan dengannya tanpa bisa
mendapatkan tujuan dari pernikahannya tersebut.” (Al-Mughni, 10:324)
4. Makruh
Yaitu perceraian tanpa sebab
syar’i. Imam Said bin Manshur no.1099 meriwayatkan dari Abdullah bin
Umar dengan sanad shahih mauquf, bahwasanya beliau menceraikan istrinya,
maka istrinya pun berkata, “Apakah engkau melihat sesuatu yang tidak
engkau senangi dariku?” Ibnu Umar menjawab, “Tidak.” Maka dia pun
berkata, “Kalau begitu, kenapa engkau menceraikan seorang wanita
muslimah yang mampu menjaga kehormatannya?” Maka akhirnya Ibnu Umar pun
merujuknya kembali.
5. Haram
Di antaranya adalah menceraikan
istri saat haidh atau suci, namun sudah berjima dengannya. Dan inilah
yang dinamakan dengan talak bid’ah yang keharamannya disepakati oleh
para ulama sepanjang masa.
(Lihat Al-Mughni, 10:323, Ad Dur al-Mukhtar Ibnu Abidin, 3:229), Mughnil Muhtaj, 3:307, Jami Ahkamin Nisa, 4:18)
Sumber: Hadis Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon, Cetakan:III 1430 H
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer