Hal yang mempersyaratkan harus tunai disebutkan dalam hadits berikut,
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا
اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ
يَدًا بِيَدٍ
“Jika
emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual
dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir,
kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah
(takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika
jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)
Guru kami, Syaikh Dr. Sa’ad bin Turkiy Al Khotslan yang saat ini menjabat sebagai anggota Hay-ah Kibaril ‘Ulama -semoga Allah memberkahi dan menjaga beliau- ditanya,
أحيانا أحتاج لصرف مبلغ نقدي (500 ريا ل مثلا )فأجد من عنده 400ر يال يعطيني إياها والباقي يسلمه لي فيما بعد فهل هذا جائز ؟
“Terkadang aku membutuhkan
penukaran uang tunai 500 riyal -misalnya-, namun aku dapati pada orang
yang aku ingin tukar uangnya hanya ada 400 riyal yang bisa ia beri
sementara. Sisanya akan diberikan padaku setelah beberapa waktu. Apakah
seperti itu boleh?”
Syaikh Sa’ad menjawab,
“Tentang bolehnya mu’amalah tersebut terdapat khilaf
(perselisihan pendapat) di kalangan para ulama. Sebagian mereka ada
yang membolehkan, sebagian lagi melarang karena yang sisa dari penukaran
tersebut tidak diserahkan secara qobdh
(tunai). Alat tukar menukar seperti emas dan perak dipersyaratkan
semisal dan tunai ketika ditukar dalam satu jenis. Sedangkan ulama lain
ada yang membolehkan karena dianggap bahwa 400 riyal yang diserahkan
pertama sudah tunai (qobdh)
sedangkan sisanya 100 riyal dianggap sebagai amanat atau titipan pada
sisi pelaku yang ingin ditukarkan uang. Inilah pendapat yang menurutku
lebih tepat. Sebagian pakar fikir dalam madzhab Hambali juga ada yang
menyatakan seperti itu.
Dalam kitab Al Mughni (4: 192) karya Ibnu Qudamah rahimahullah disebutkan, “Jika
seseorang menukar 10 dirham dengan uang dinar, lalu ternyata dinar yang
diberi lebih banyak dan kewajiban dirham yang sisa akan diberi pada
waktu lain, maka itu boleh meskipun uang sisanya tadi diserahkan dalam
waktu yang lama. Uang yang berlebih tadi dianggap sebagai amanat di
tangan si penukar uang. Jika ada yang rusak, maka ia tidak punya
kewajiban menanggungnya (layaknya amanat, -pen). Permasalah seperti ini
banyak disebutkan oleh Imam Ahmad”. (Sumber fatwa Syaikhuna: http://www.saad-alkthlan.com/text-853)
Semoga bermanfaat bagi pembaca Rumaysho.com. Hanya Allah yang memberi petunjuk dan pemahaman.
---
Diselesaikan selepas Shalat Fajar di Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 6 Jumadal Ula 1434 H
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer