Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
قَالَ هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ حَدَّثَنَا عَطِيَّةُ بْنُ قَيْسٍ الْكِلَابِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ غَنْمٍ الْأَشْعَرِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو عَامِرٍ أَوْ أَبُو مَالِكٍ الْأَشْعَرِيُّ وَاللَّهِ مَا كَذَبَنِي سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيهِمْ يَعْنِي الْفَقِيرَ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُونَ ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيِّتُهُمْ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Hisyam bin ‘Ammar mengatakan; Shadaqah bin Khalid menuturkan kepada kami. Abdurrahman bin Yazid bin Jabir menuturkan kepada kami. Dia berkata; Athiyah bin Qais al-Kilabi menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdurrahman bin Ghanm al-Asy’ari menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Amir atau Abu Malik menuturkan kepadaku, demi Allah dia tidaklah berdusta kepadaku, dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Benar-benar akan ada di antara umatku kaum-kaum yang menghalalkan kemaluan, sutra, khamr, dan alat-alat musik. Dan sungguh akan ada beberapa kaum yang turun menyusuri bukit, ketika penggembala menemui mereka di sore hari untuk memulangkan hewan gembalaan mereka, maka datanglah kepada mereka seorang yang miskin papa untuk meminta sesuatu keperluan. Mereka mengatakan, ‘Kembalilah menemui kami esok hari.’ Maka kemudian pada malam harinya Allah membinasakan mereka dengan menimpakan bukit tersebut kepada mereka, sedangkan sebagian yang lainnya Allah kutuk menjadi kera dan babi hingga hari kiamat tiba.” (HR. Bukhari di dalam Kitab al-Asyribah secara mu’allaq dengan nada tegas. Dishahihkan oleh Bukhari, Ibnu Hiban, al-Isma’ili, Ibnu Shalah, an-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, Ibnul Wazir as-Shon’ani, as-Sakhawi, dan al-Amir as-Shon’ani, lihat Tahrim alat at-Tharb, hal. 89, lihat juga Fath al-Bari [16/61] as-Syamilah).
Hadits yang agung ini memberikan pelajaran penting bagi kita, di antaranya :


  1. Kewajiban membenarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahwasanya beliau berbicara berdasarkan wahyu dari Allah ta’ala
  2. Hadits ini merupakan mukjizat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau memberitakan sesuatu yang belum terjadi di masa beliau hidup
  3. Bersumpah adalah dengan menyebut nama Allah tidak boleh dengan nama makhluk
  4. Orang-orang yang disebutkan di dalam hadits ini masih tergolong umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, artinya mereka masih muslim, bukan orang kafir. Oleh sebab itu makna ‘menghalalkan’ di dalam hadits ini adalah menghalalkan dengan perbuatan bukan dengan penuh keyakinan -artinya mereka lakukan hal itu seolah-olah sesuatu yang halal dan wajar-, sebab seandainya mereka menghalalkan yang haram dengan penuh keyakinan maka mereka telah kafir, keluar dari Islam, sehingga tidak bisa disebut sebagai umat beliau
  5. Perkara-perkara yang disebutkan di sini adalah perkara yang diharamkan; yaitu perzinaan, sutra -bagi lelaki-, khamr, dan alat-alat musik.
  6. Hadits di atas menunjukkan haramnya alat-alat musik (lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah [3/39], Majalis Syahri Ramadhan [91] as-Syamilah). Di dalam Aun al-Ma’bud disebutkan bahwa Khalifah yang adil Umar bin Abdul ‘Aziz -rahimahullah- menulis surat kepada orang yang mendidik anaknya yang isinya, “Telah sampai berita kepadaku dari orang-orang yang terpercaya bahwa suara alat-alat musik dan mendengarkan lagu-lagu akan menumbuhkan kemunafikan di dalam hati sebagaimana tumbuhnya rumput di atas air.” (Aun al-Ma’bud [10/456] as-Syamilah). Diriwayatkan dari Abu Yusuf dan Muhammad -mereka berdua adalah murid Imam Abu Hanifah- bahwa mereka berdua mengkategorikan perbuatan menghancurkan alat-alat musik termasuk bagian dari amar ma’ruf dan nahi mungkar, oleh sebab itu orang yang menghancurkannya tidak diharuskan mengganti (lihat al-Mabsuth [5/157] as-Syamilah). Abu Bakar bin Khallal dan Ibnul Jauzi meriwayatkan dengan sanad sahih dari Ishaq bin Isa -tsiqah, salah seorang rawi Muslim- suatu ketika dia bertanya kepada Imam Malik -imam penduduk Madinah- mengenai kabar bahwa penduduk Madinah memberikan keringanan untuk mendengarkan lagu, maka beliau menjawab, “Sesungguhnya yang melakukan itu di antara kami hanyalah orang-orang fasik.” (Tahrim Alat at-Tharb, hal. 99-100). Imam Ahmad mengatakan, “Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan di dalam hati.” (lihat Aun al-Ma’bud [10/456] as-Syamilah). Syaikhul Islam mengatakan di dalam Minhaj as-Sunnah [3/439], “Sesungguhnya imam yang empat sepakat tentang haramnya alat-alat musik.” (lihat Tahrim Alat at-Tharb, hal. 99)
  7. Hadits ini menunjukkan kekeliruan sebagian aktifis dakwah yang menjadikan alat-alat musik sebagai sarana dakwah mereka [sampai-sampai mereka membuat iklan kampanye partainya dengan irama dangdut dengan alunan suara perempuan yang mendayu-dayu, innaa lillahi wa inna ilaihi raaji'uun!]. Kalau mereka berdalil dengan kaidah ‘Suatu tujuan yang tidak tercapai kecuali dengan suatu sarana maka menggunakan sarana itu pun wajib hukumnya’ maka pendalilan seperti itu tidak benar. Sebab, kaidah ini berlaku dalam perkara-perkara yang mubah -bukan sesuatu yang haram- sebagaimana sudah ma’ruf dalam ilmu ushul fiqih (silakan lihat Syarh Risalah Lathifah karya Syaikh as-Sa’di). Sehingga sarana yang haram tidak bisa dipakai untuk keperluan yang baik, karena ini sama saja dengan kaidah Yahudi, ‘Tujuan menghalalkan segala cara’. Oleh sebab itu, fenomena semacam ini merupakan kasus yang sangat memprihatinkan; di satu sisi mereka adalah orang-orang yang getol menyerukan untuk memboikot produk-produk Yahudi, namun di sisi yang lain mereka justru menggunakan falsafah hidup Yahudi! Kalau sebelum menjadi penguasa mereka telah berani ‘menghalalkan’ dengan perbuatannya sesuatu yang haram, lantas bagaimana lagi kalau nanti mereka benar-benar menjadi singa (baca: penguasa) -sebagaimana kata salah seorang tokoh besar mereka..-. tindakan nekat apa lagi yang akan mereka lakukan untuk bangsa ini, dan lebih jauh lagi; apa yang bisa mereka perbuat untuk menegakkan dakwah tauhid di negeri ini? laa haula wa laa quwwata illa billaah! Semoga Allah menunjuki mereka ke jalan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Kuasa. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers