Pengutip: Abu Abdirrahman Agi Sumarta al-Padangi

Ibadah merupakan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mesti dibangun di atas pokok dan dasar yang kukuh. Ibadah yang tidak dilandasi dasar yang benar sia-sia adanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan bahwa tujuan utama penciptaan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Namun, tahukah kita bahwa ibadah tersebut tak lagi berguna jika tidak menetapi kaidahnya?

Berikut kaidah-kaidah penting yang mendasari benarnya suatu ibadah:
1. Ibadah bersifat tauqifiyyah (= instan, tidak ada peran akal di dalamnya / berdasarkan dalil)
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan -yang artinya-, “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Jaatsiyyah:18]
2. Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas, bebas dari noda syirik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, -yang artinya-, “Katakanlah: 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:' Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa'. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah tercampur dengan kesyirikan, maka batillah amalannya.' Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [QS. Al-An'am:88]
3. Mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (Ittiba').
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan -yang artinya-, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS.Al-Ahzab:21]. Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda -yang artinya-, “Barangsiapa yang melaksanakan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalannya tertolak.” [HR. Muslim]
4. Sebagian ibadah telah dibatasi dengan masa dan ukuran tertentu.
Oleh karena itu tidak boleh melanggar batasannya. Seperti shalat, puasa Ramadhan, haji dan yang semisalnya, harus dilakukan sesuai dengan waktunya.
5. Ibadah harus dilandasi oleh rasa cinta (mahabbah), takut (khauf), harap (raja'), dan merendahkan diri hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
6. Kewajiban peribadahan tidak akan gugur bagi setiap Muslim/Muslimah dari semenjak baligh hingga meninggalnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan -yang artinya-, “Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” [QS.Al-Hijr:99]
Wallahu a'lam.
Sumber: Haqiqatu Ashufiyyah, Dr. Shalih Fauzan al-Fauzan
Rujukan: majalah el-Fata edisi 01 volume 7 tahun 2007

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers