ADAB MAJELIS ILMU
Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ
اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ
السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ
يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan
kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan,
dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan
Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya. Barangsiapa
yang kurang amalannya, maka nasabnya tidak mengangkatnya.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini merupakan potongan dari hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah oleh :
• Muslim, dalam Shahihnya, Kitab Adz Dzikir Wad Du’a, Bab Fadhlul
Ijtima’ ‘Ala Tilawatil Qur’an Wa ‘Ala Dzikr, nomor 6793, juz 17/23.
(Lihat Syarah An Nawawi).
• Abu Daud dalam Sunannya, Kitabul Adab, Bab Fil Ma’unah Lil Muslim nomor 4946.
• Ibnu Majah dalam Sunannya, Muqaddimah, Bab Fadhlul Ulama Wal Hatsu ‘Ala Thalabul Ilmi nomor 225.
BIOGRAFI SINGKAT PERAWI HADITS
Abu Hurairah. Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Nama lengkapnya Abdurrahman bin Shahr [1] Diberi
gelar Abu Hurairah karena beliau menyukai seekor kucing yang
dimilikinya. Meskipun baru masuk Islam pada tahun ke tujuh hijriah, akan
tetapi keilmuannya diakui oleh banyak sahabat.
Selama tiga atau empat tahun bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam betul-betul dimanfaatkan oleh beliau Radhiyallahu 'anhu.
Senantiasa bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat
banyak para shahabat sibuk di pasar atau di tempat yang lain.
Lelaki yang berperangai lembut dengan kulit putih serta jenggot agak
kemerahan ini, sangat gigih menggali ilmu dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam tanpa memperdulikan rasa lapar yang di alaminya.
Sehingga tidaklah mengherankan apabila beliau banyak meriwayatkan hadits
dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu yang di riwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim secara bersama sebanyak 326 hadits. Sedangkan yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari tanpa Imam Muslim sebanyak 93 hadits dan
diriwayatkan oleh Imam Muslim tanpa Imam Bukhari 98 hadits.
MAKNA KOSA KATA HADITS
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّه - (tidaklah
berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah), yaitu masjid. Sedangkan
madrasah dan tempat-tempat lain yang mendapatkan keutamaan ini, juga
dengan dasar hadits yang diriwayatkan Muslim dengan lafadz.
لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمْ
الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ
السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Tidaklah duduk suatu kaum berdzikir kepada Allah, kecuali para malaikat
mengelilinginya, rahmat menyelimutinya dan turun kepada mereka
ketenangan, serta Allah memujinya di hadapan makhluk yang berada di
sisinya. [Riwayat Muslim, no. 6795 dan Ahmad]
السَّكِينَة - , ketenangan.
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَة - , diselimuti rahmat Allah.
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَة - , dikelilingi malaikat rahmah.
وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَه - , Allah memuji dan memberikan pahala di hadapan para malaikatNya.
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُه - , siapa yang
kurang amalannya tidak akan mencapai martabat orang yang beramal
sempurna, walaupun memiliki nasab ulama.
FAIDAH HADITS
Pertama : Arti Penting Majelis Ilmu
Majelis ilmu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari para ulama
rabbani. Bahkan mengadakan majelis ilmu merupakan perkara penting yang
harus dilakukan oleh seorang ‘alim. Karena hal itu merupakan martabat
tertinggi para ulama rabbani, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
مَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ
وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّي مِن دُونِ
اللهِ وَلَكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ
الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya
Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada
manusia:"Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah
Allah". Akan tetapi (dia berkata):"Hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya. [Ali Imran : 79].
Hal inipun dilakukan Rasulullah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
menganjurkan kita untuk menghadiri majelis ilmu. Dengan sabdanya,
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Jika kalian melewati taman syurga maka berhentilah. Mereka
bertanya,”Apakah taman syurga itu?” Beliau menjawab,”Halaqoh dzikir
(majlis Ilmu). [Riwayat At Tirmidzi dan dishahihkan Syeikh Salim bin Ied
Al Hilali dalam Shahih Kitabul Adzkar 4/4].
Demikian juga para salafus shalih sangat bersemangat mengadakan dan
menghadirinya. Oleh karena itu kita dapatkan riwayat tentang majelis
ilmu mereka. Di antaranya majelis Abdillah bin Mas’ud di Kufah, Abu
Hurairah di Madinah, Imam Malik di masjid Nabawi, Syu’bah bin Al Hajjaj,
Yazid bin Harun, Imam Syafi’i, Imam Ahmad di Baghdad, Imam Bukhari dan
yang lainnya.
Kedua : Faidah dan Keutamaan Majelis Ilmu.
Di antara faidah majelis ilmu ialah :
• Mengamalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mencontoh jalan hidup para salaf
shalih.
• Mendapatkan ketenangan.
• Mendapatkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala
• Dipuji Allah di hadapan para malaikat.
• Mengambil satu jalan mendapatkan warisan para Rasul.
• Mendapatkan ilmu dan adab dari seorang alim.
Ketiga : Adab Majelis Ilmu.
Perkara yang harus diperhatikan dan dilakukan agar dapat mengambil faidah dari majelis ilmu ialah :
• Ikhlas.
Hendaklah kepergian dan duduknya seorang penuntut ilmu ke majelis ilmu,
hanya karena Allah semata. Tanpa disertai riya’ dan keinginan dipuji
orang lain. Seorang penuntut ilmu hendaklah bermujahadah dalam
meluruskan niatnya. Karena ia akan mendapatkan kesulitan dan kelelahan
dalam meluruskan niatnya tersebut. Oleh karena itu Imam Sufyan Ats
Tsauri berkata,“Saya tidak merasa susah dalam meluruskan sesuatu
melebihi niat.”[2]
•Bersemangat Menghadiri Majelis Ilmu.
Kesungguhan dan semangat yang tinggi dalam menghadiri majelis ilmu tanpa
mengenal lelah dan kebosanan sangat diperlukan sekali. Janganlah merasa
cukup dengan menghitung banyaknya. Akan tetapi hitunglah berapa besar
dan banyaknya kebodohan kita. Karena kebodohan sangat banyak, sedangkan
ilmu yang kita miliki hanya sedikit sekali.
Lihatlah kesemangatan para ulama terdahulu dalam menghadiri majelis
ilmu. Abul Abbas Tsa’lab, seorang ulama nahwu berkomentar tentang
Ibrahim Al Harbi,“Saya tidak pernah kehilangan Ibrahim Al Harbi dalam
majelis pelajaran nahwu atau bahasa selama lima puluh tahun”.
Lantas apa yang diperoleh Ibrahim Al Harbi? Akhirnya beliau menjadi
ulama besar dunia. Ingatlah, ilmu tidak didapatkan seperti harta waris.
Akan tetapi dengan kesungguhan dan kesabaran.
Alangkah indahnya ungkapan Imam Ahmad bin Hambal,“Ilmu adalah karunia
yang diberikan Allah kepada orang yang disukainya. Tidak ada seorangpun
yang mendapatkannya karena keturunan. Seandainya didapat dengan
keturunan, tentulah orang yang paling berhak ialah ahli bait Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam ”. Demikian juga Imam Malik, ketika
melihat anaknya yang bernama Yahya keluar dari rumahnya
bermain,“Alhamdulillah, Dzat yang tidak menjadikan ilmu ini seperti
harta waris”.
Abul Hasan Al Karkhi berkata,“Saya hadir di majelis Abu Khazim pada hari
Jum’at walaupun tidak ada pelajaran, agar tidak terputus kebiasanku
menghadirinya”.
Lihatlah semangat mereka dalam mencari ilmu dan menghadiri majelis ilmu.
Sampai akhirnya mereka mendapatkan hasil yang menakjubkan.
• Bersegera Datang Ke Majelis Ilmu Dan Tidak Terlambat, Bahkan Harus Mendahuluinya Dari Selainnya.
Seseorang bila terbiasa bersegera dalam menghadiri majelis ilmu, maka
akan mendapatkan faidah yang sangat banyak. Sehingga Asysya’bi ketika
ditanya,“Dari mana engkau mendapatkan ilmu ini semua?”, ia
menjawab,“Tidak bergantung kepada orang lain. Bepergian ke negeri-negeri
dan sabar seperti sabarnya keledai, serta bersegera seperti
bersegeranya elang”.[3]
• Mencari Dan Berusaha Mendapatkan Pelajaran Yang Ada Di Majelis Ilmu Yang Tidak Dapat Dihadirinya.
Terkadang seseorang tidak dapat menghadiri satu majelis ilmu karena
alasan tertentu. Seperti : sakit dan yang lainnya. Sehingga tidak dapat
memahami pelajaran yang ada dalam majelis tersebut. Dalam keadaan
seperti ini hendaklah ia mencari dan berusaha mendapatkan pelajaran
yang terlewatkan itu. Karena sifat pelajaran itu seperti rangkaian. Jika
hilang darinya satu bagian, maka dapat mengganggu yang lainnya.
• Mencatat Fidah-Faidah Yang Didapatkan Dari Kitab.
Mencatat faidah pelajaran dalam kitab tersebut atau dalam buku tulis
khusus. Faidah-faidah ini akan bermanfaat jika dibaca ulang dan dicatat
dalam mempersiapkan materi mengajar, ceramah dan menjawab permasalahan.
Oleh karena itu sebagian ahli ilmu menasihati kita. Jika membeli sebuah
buku, agar tidak memasukkannya ke perpustakaan. Kecuali setelah melihat
kitab secara umum. Caranya dengan mengenal penulis. Pokok bahasan yang
terkandung dalam kitab dengan melihat daftar isi dan membuku-buka sesuai
dengan kecukupan waktu sebagian pokok bahasan kitab.
• Tenang Dan Tidak Sibuk Sendiri Dalam Majelis Ilmu.
Ini termasuk adab yang penting dalam majelis ilmu. Imam Adz Dzahabi
menyampaikan kisah Ahmad bin Sinan, ketika beliau berkata,“Tidak ada
seorangpun yang bercakap-cakap di majelis Abdurrahman bin Mahdi. Pena
tak bersuara. Tidak ada yang bangkit. Seakan-akan di kepala mereka ada
burung atau seakan-akan mereka berada dalam shalat” [4]. Dan dalam
riwayat yang lain,“Jika beliau melihat seseorang dari mereka tersenyum
atau berbicara, maka dia mengenakan sandalnya dan keluar”.[5]
• Tidak Boleh Berputus Asa.
Terkadang sebagian kita telah hadir di suatu majelis ilmu dalam waktu
yang lama. Akan tetapi tidak dapat memahaminya kecuali sedikit sekali.
Lalu timbul dalam diri kita perasaan putus asa dan tidak mau lagi duduk
disana. Tentunya hal ini tidak boleh terjadi. Karena telah dimaklumi,
bahwa akal dan kecerdasan setiap orang berbeda. Kecerdasan tersebut akan
bertambah dan berkembang karena dibiasakan. Semakin sering seseorang
membiasakan dirinya, maka semakin kuat dan baik kemampuannya. Lihatlah
kesabaran dan keteguhan para ulama dalam menuntut ilmu dan mencari
jawaban satu permasalahan! Lihatlah apa yang dikatakan Syeikh Muhammad
Al Amin Asy Syinqiti, “Ada satu masalah yang belum saya pahami. Lalu
saya kembali ke rumah dan saya meneliti dan terus meneliti. Sedangkan
pembantuku meletakkan lampu atau lilin di atas kepala saya. Saya terus
meneliti dan minum the hijau sampai lewat 3/4 hari, sampai terbit fajar
hari itu”. Kemudian beliau berkata,“Lalu terpecahlah problem tersebut”.
Lihatlah bagaimana beliau menghabiskan harinya dengan meneliti satu permasalahan yang belum jelas baginya.
• Jangan Memotong Pembicaraan Guru Atau Penceramah.
Termasuk adab yang harus diperhatikan dalam majelis ilmu yaitu tidak
memotong pembicaraan guru atau penceramah. Karena hal itu termasuk adab
yang jelek. Rasulullah n mengajarkan kepada kita dengan sabdanya.
ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه
Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua
dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama.
[Riwayat Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’].
Imam Bukhari menulis di Shahihnya, bab Orang yang ditanya satu ilmu
dalam keadaan sibuk berbicara, hendaknya menyempurnakan pembicaraannya.
Kemudian menyampaikan hadits.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ
مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ
السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ
إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,“Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam berada di majelis menasihati kaum, datanglah seorang A’rabi
dan bertanya,”Kapan hari kiamat?” (Tetapi) beliau terus saja berbicara
sampai selesai. Lalu (beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam)
bertanya,“Mana tampakkan kepadaku yang bertanya tentang hari kiamat?”
Dia menjawab,”Saya, wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Lalu beliau berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah hari
kiamat”. Dia bertanya lagi, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Beliau
menjawab, “Jika satu perkara diberikan kepada bukan ahlinya, maka
tunggulah hari kiamat”. [Riwayat Bukhari].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits ini berpaling dan tidak memperhatikan penanya untuk mendidiknya.
• Beradab Dalam Bertanya.
Bertanya adalah kunci ilmu. Juga diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya,
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. [An Nahl : 43].
Demikian pula Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan,
bahwa obat kebodohan yaitu dengan bertanya, sebagaimana sabdanya,
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
Seandainya mereka bertanya! Sesungguhnya obatnya kebodohan adalah
bertanya. [Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi dan
dishahihkan Syeikh Salim Al Hilali dalam Tanqihul Ifadah Al Muntaqa Min
Miftah Daris Sa’adah, hal. 174].
Imam Ibnul Qayim berkata,”Ilmu memiliki enam martabat. Yang pertama,
baik dalam bertanya …… Ada di antara manusia yang tidak mendapatkan
ilmu, karena tidak baik dalam bertanya. Adakalanya, karena tidak
bertanya langsung. Atau bertanya tentang sesuatu, padahal ada yang lebih
penting. Seperti bertanya sesuatu yang tidak merugi jika tidak tahu dan
meninggalkan sesuatu yang mesti dia ketahui.”[6]
Demikian juga Al Khathib Al Baghdadi memberikan
pernyataan,”Sepatutnyalah rasa malu tidak menghalangi seseorang dari
bertanya tentang kejadian yang dialaminya.”[7]
Oleh karena itu perlu dijelaskan beberapa adab yang harus diperhatikan dalam bertanya, diantaranya:
1. Bertanya perkara yang tidak diketahuinya dengan tidak bermaksud menguji.
Hal ini dijadikan syarat pertanyaan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya.
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. [An Nahl : 43].
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan syarat pertanyaan
adalah tidak tahu. Sehingga seseorang yang tidak tahu bertanya sampai
diberi tahu. Tetapi seseorang yang telah mengetahui suatu perkara
diperbolehkan bertanya tentang perkara tersebut, untuk memberikan
pengajaran kepada orang yang ada di majelis tersebut. Sebagaimana yang
dilakukan Jibril kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
hadits Jibril yang mashur.
2. Tidak boleh menanyakan sesuatu yang tidak dibutuhkan, yang jawabannya
dapat menyusahkan penanya atau menyebabkan kesulitan bagi kaum
muslimin.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang dalam firmanNya,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَسْئَلُوا عَنْ أَشْيَآءَ إِن تُبْدَ
لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِن تَسْئَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْءَانُ
تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللهُ عَنْهَا وَاللهُ غَفُورٌ حَلِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan
jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya
akan diterangkan kepadamu. Allah mema'afkan (kamu) tentang hal-hal itu.
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. [Al Maidah : 101].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
Seorang Muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya
sesuatu yang tidak diharamkan, lalu diharamkan karena pertanyaannya.
[Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad].
Oleh karena itulah para sahabat dan tabi’in tidak suka bertanya tentang
sesuatu kejadian sebelum terjadi. Rabi’ bin Khaitsam berkata,“Wahai
Abdullah, apa yang Allah berikan kepadamu dalam kitabnya dari ilmu maka
syukurilah, dan yang Allah tidak berikan kepadmu, maka serahkanlah
kepada orang ‘alim dan jangan mengada-ada. Karena Allah l berfirman
kepada NabiNya,
قُلْ مَآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَآأَنَا مِنَ
الْمُتَكَلِّفِينَ إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ
Katakanlah (hai Muhammad),"Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu
atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
mengada-adakan. Al Qur'an ini, tidak lain hanyalah peringatan bagi
semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita
Al Qur'an setelah beberapa waktu lagi. [Shad : 86-88].[8]
3. Diperbolehkan bertanya kepada seorang ‘alim tentang dalil dan alasan pendapatnya.
Hal ini disampaikan Al Khathib Al Baghdadi dalam Al Faqih Wal Mutafaqih
2/148 ,“Jika seorang ‘alim menjawab satu permasalahan, maka boleh
ditanya apakah jawabannya berdasarkan dalil ataukah pendapatnya semata”.
4. Diperbolehkan bertanya tentang ucapan seorang ‘alim yang belum jelas.
Berdasarkan dalil hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, beliau
berkata,
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً
فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ قُلْنَا وَمَا
هَمَمْتَ قَالَ هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَدَعَهُ
Saya shalat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau
memanjangkan shalatnya sampai saya berniat satu kejelekan? Kami bertanya
kepada Ibnu Mas’ud,“Apa yang engkau niatkan?” Beliau menjawab, “Saya
ingin duduk dan meninggalkannya”. [Riwayat Bukhari dan Muslim].
5. Jangan bertanya tentang sesuatu yang telah engkau ketahui
jawabannnya, untuk menunjukkan kehebatanmu dan melecehkan orang lain.
• Mengambil Akhlak Dan Budi Pekerti Gurunya.
Tujuan hadir di majelis ilmu, bukan hanya terbatas pada faidah keilmuan
semata. Ada hal lain yang juga harus mendapat perhatian serius. Yaitu
melihat dan mencontoh akhlak guru. Demikianlah para ulama terdahulu.
Mereka menghadiri majelis ilmu, juga untuk mendapatkan akhlak dan budi
pekerti seorang ‘alim. Untuk dapat mendorong mereka berbuat baik dan
berakhlak mulia.
Diceritakan oleh sebagian ulama, bahwa majelis Imam Ahmad dihadiri lima
ribu orang. Dikatakan hanya lima ratus orang yang menulis, dan sisanya
mengambil faidah dari tingkah laku, budi pekerti dan adab beliau.[9]
Abu Bakar Al Muthaawi’i berkata,“Saya menghadiri majelis Abu Abdillah –
beliau sedang mengimla’ musnad kepada anak-anaknya- duabelas tahun. Dan
saya tidak menulis, akan tetapi saya hanya melihat kepada adab dan
akhlaknya”. [10]
Demikianlah perihal kehadiran kita dalam majelis ilmu. Hendaklah bukan
semata-mata mengambil faidah ilmu saja, akan tetapi juga mengambil semua
faidah yang ada.
Demikian sebagian faidah yang dapat diambil dari hadits ini. Mudah-mudahan bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun VI/1423H/2002M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.
8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Para ulama’ berbeda pendapat mengenai nama asli beliau. Pendapat terkuat, beliau bernama Abdurrahman bin Shahr
[2]. Lihat Tadzkiratus Sami’ Wal Mutakallim, hal.68.
[3]. Lihat Rihlah Fi Thalabil Hadits, hal.196.
[4]. Tadzkiratul Hufadz 1/331
[5]. Siyar A’lam Nubala 4/1470.
[6]. Miftah Daris Sa’adah 1/169.
[7]. Al Faqiih Wal Mutafaaqih 1/143.
[8]. Jami’ Bayanil Filmi Wa Fadhlihi 2/136.
[9]. Siyar A’lam Nubala 11/316.
[10]. Ibid. 11/316
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.
Jumlah Pengunjung
1319390
Blog Archive
-
▼
2011
(1346)
-
▼
September
(104)
- Habib Munzir [Juga] Berdusta Atas Nama Imam Ibnu H...
- Lupa mengerjakan shalat beberapa hari
- Ada Apa Dengan Bank Konvensional?
- Tata cara umrah
- Jilbab… Menutup Aurat Atau Membalut Aurat ???
- Mari Kenali Kaidah Tentang Bid’ah Sebelum Membantah..
- Buah Tauhid,sudah pada diri kita?
- Perkataan 4 Imam Madzhab di dalam Mengikuti Sunnah
- Metode Mendatangkan Hujan (2)
- Ketika lupa tasyahud awal
- Meluruskan Kedustaan Sejarah Versi ‘Syaikh’ Idahra...
- Berdialog Dengan Teroris
- Pasutri Dalam Rumah Tangga Yang Ideal
- Jangan Asal nge-Bom Bung !.. Tidak Semua Kafir Hal...
- sholat jamaah tanpa iqamah
- Lezatnya Ketaatan yang Dipertanyakan
- Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahab...
- Cara Berfacebook yang Syar’i??
- Untukmu…Yang Dirundung Rindu dan Sendu (Bag.2)
- Hukum memakai Toga Sarjana
- Saudariku, Maukah Engkau Menjadi Seorang Ratu?
- uang bank itu riba
- Hukum Tepuk Tangan, Memberi Applause
- Habib Munzir Al-Musawwa Berdusta Atas Nama Imam As...
- Tidak Suka Dengan Sebuah Fatwa Ulama
- Semangat Para Ulama dalam Ibadah
- Apa Kata Imam Syafi’i Mengenai Masalah Mengucapkan...
- Belajar Ilmu Manajemen dan Pemasaran
- Pengumuman Kelulusan UIM 1432 H
- Umrah
- Haramkah Foto?
- Jika Pemerintah Menetapkan Hari Raya Dengan Hisab
- Shalat Istisqa (2)
- Potong rambut wanita
- Merasa keluar kentut waktu shalat
- Tumbal dan Sesajen dalam Pandangan Islam
- Metode Mendatangkan Hujan (1)
- Hukum Tanaman Yang Dipupuk Dengan Kotoran Hewan
- Antara Halal & Haram Ada Syubhat
- Qadha shalat tahajud
- Shalat Istisqa (1)
- Download Video Dan Audio Dari Imam Masjidil Haram ...
- Suci Haidh Sebelum Matahari Tenggelam
- Menggabungkan puasa syawal dengan puasa senin kamis
- Download Video Tanya Jawab: Apakah Kerajaan Saudi ...
- Utang emas
- Menguburkan bagian tubuh
- Celakalah Pelaku Sodomi
- Pasukan dari Kota Aden
- Shodaqoh di hari jumat
- Hukum Membaca surat Yasin di atas kubur
- Hukum Memakai Sepatu Dalam Keadaan Berdiri
- Adakah doa khatam quran?
- Untukmu…Yang Dirundung Rindu dan Sendu (Bag.1)
- HUKUM MEMAKAI/MENYEMATKAN GELAR “HAJI/HAJJAH” DI D...
- Hukum Zakat Emas Perhiasan
- Angkat Tangan dalam Doa
- Bertingkatnya Dosa Zina
- Kesimpulan Hasil Bahasan tentang Nikah Mut’ah
- Dia Tak Mau Bertanggung Jawab
- Bantahan Untuk Setan Berwujud Manusia Yang Membole...
- Apa-Apa Pakai Bismillah
- Mahramkah kakak ipar?
- Kisah Si Kusta, Si Botak dan Si Buta (Seri Kisah A...
- Kisah Seorang Yang Meninggalkan Rokok
- Pembinaan Aqidah Untuk Buah Hati
- Derita Ahwaz Lebih Dahsyat Dari Palestina
- Orang Tua Menginginkan Putrinya di Rumah
- 5 Pelanggaran dalam Pacaran
- Pelajaran dari Ramadhan
- Iman Terhadap Kitab-kitab Suci
- Gaji Pensiunan
- Apakah Punggung Telapak Tangan Termasuk Aurat?
- Keutamaan Basmalah
- Jual Beli Trayek
- Nasikh dan Mansukh
- Adakah Ayat Al Qur'an yang Mansukh?
- Sudah Lama “Ngaji” Tetapi Akhlak Tidak Baik
- Jangan jadi pengemis
- Celakalah Rentenir
- Calo yang suka sogok
- Suap Menyuap
- Mencuri Akses Internet
- Sering terucap namun lalai di lakukan
- Perluasan Masjidil Haram Diluncurkan
- Adab Bertanya Kepada Ahli Ilmu
- Akhlak Mulia Kepada Khaliq dan Makhluq
- Jadwal Sholat Subuh Dipermasalahkan
- Adab Majelis Ilmu
- Keterasingan Sunnah dan Ahlu Sunnah di Tengah Mara...
- Kunci Sukses Bermu'amalah
- Jalan Menuju Kemuliaan Akhlaq
- Wasiat - Wasiat Generasi Salaf
- Larangan Pengkhususan Puasa Hari Jum'at
- Tata Cara Puasa Enam Hari Bulan Syawwal
- Hisab dan Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal
- Membaca Al Quran Sendiri atau Mendengarkan dari Se...
- Kaidah - Kaidah Menuntut Ilmu
- Penjelasan Dalam Al Quranul Karim Mengenai ushul d...
- Ingin Menguasai Bahasa Inggris
-
▼
September
(104)