JALAN MENUJU KEMULIAN AKHLAQ
Oleh
Ustadz Fariq bin Gasim Anuz
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
كَمَآأَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُوا عَلَيْكُمْ
ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَيُعَلِّمُكُم مَّالَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat atas kalian) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul di antara kamu, yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu, dan menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui". [al-Baqarah: 151]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Wayuzakkihim” (dan
menyucikan kamu), yaitu menyucikan mereka dari akhlaq yang rendah, dari
kotoran jiwa dan dari perbuatan jahiliah, serta mengeluarkan mereka dari
kegelapan kepada cahaya. [Tafsir Al-Qur’an Al’-‘Azhim I/291]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأََخْلاَقِ
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia". [HR. Ahmad, Hakim, dll]
Imam Hakim menshahihkan hadits tersebut atas syarat Muslim dan
disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi dan dishahihkan pula oleh Syaikh
Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 45
Syaikh Musthafa Al-Adawi berkata: bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam berdakwah menuju tauhid (Yang merupakan prioritas utama) dan
bersamaan dengan itu beliaupun berdakwah menuju akhlaq yang mulia.
Bahkan bisa dikatakan bahwa akhlaq yang mulia merupakan buah dari tauhid dan keimanan seseorang.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyebutkan tentang
pentingnya para da’i untuk menyampaikan akhlaq yang mulia kepada
masyarakat, setelah sebelumnya beliau menyebutkan bahwa prioritas utama
dalam dakwah para rasul adalah dakwah menuju tauhid. Beliau berkata:
“Saya mengulangi peringatan ini, yaitu dalam pembicaraan tentang
penjelasan yang terpenting kemudian yang penting kemudian yang ada di
bawahnya, bukan bermaksud agar para da’i membatasi untuk semata-mata
mendakwahkan kalimat Thayyibah (Laa ilaaha illa Allah) saja dan
memahamkan maknanya saja. Karena setelah Allah menyempurnakan nikmatNya
kepada kita dengan menyempurnakan dienNya, maka merupakan suatu
keharusan bagi para da’i untuk membawa Islam ini secara keseluruhan,
tidak sepotong-sepotong”[1].
Risalah ini hanya memuat rambu-rambu akhlaq yang baik, dimulai dari
Pengertian akhlaq; Hubungan antara akhlaq, aqidah dan iman; Keutamaan
akhlaq yang baik; dan terakhir mengenai Cara memproleh akhlaq yang baik.
Sebenarnya masih ada lagi rambu-rambu yang penting untuk dibahas,
seperti: Barometer akhlaq yang baik; Syarat akhlaq yang baik; Akhlaq
orang-orang kafir, dan lain-lainnya. Hanya saja perlu waktu yang lebih
lama lagi untuk mengumpulkan dan tentunya yang lebih sulit adalah
mencarinya dari pada ulama’, penuntut ilmu dan kitab-kitab.
Meskipun belum maksimal, kami berharap agar risalah ini banyak
memberikan manfaat untuk kita semua, dan sebagai perbaikan untuk diri
sendiri dan masyarakat. Yang aku inginkan hanyalah perbaikan sesuai
dengan kesanggupanku, dan tidak ada taufik bagiku kecuali dengan
pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hanya kepada Allah aku
bertawakkal, dan hanya kepadaNya aku akan kembali.
JALAN MENUJU KEUTAMAAN AKHLAQ
1. Pengertian Akhlaq Dan Macam-Macamnya
Ibnul Atsir berkata dalam An-Nihayah 2/70: “Al-Khuluq dan Al-Khulq
berarti dien, tabiat dan sifat. Hakekatnya adalah potret manusia dalam
bathin, yaitu jiwa dan kepribadiannya” [2]
Manusia terdiri dari lahir dan bathin, jasmani dan rohani, oleh karena
itu kita tidak boleh memperlakukan manusia seperti robot atau benda mati
yang tidak mempunyai perasaan. Di samping itu kita harus mempunyai
perhatian yang serius guna menyempurnakan akhlaq kita, karena nilai
manusia bukanlah terletak pada bentuk fisik, suku, keturunan, gelar,
kedudukan ataupun harta, akan tetapi terletak pada iman, taqwa dan
akhlaqnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk, rupa dan harta benda
kalian, tetapi Allah memperhatikan hati dan amal-amal kalian". [HR.
Muslim. lih. Ghayatul Maram no. 415]
Seorang penyair Arab berkata:
يَا خَادِمَ الْجِسْمِ كَمْ تَسْعَى لِخِدْمَتِهِ
أَتْعَبَتْكَ نَفْسُكَ فِيْمَا فِيْهِ خُسْرَانٌ
أَقْبِلْ عَلَى الرُّوْحِ وَ اسْتَكْمِلْ فَضَائِلَهَا
فَإِنَّكَ بِالرُّوْحِ لاَ بِالْجِسْمِ إِنْسَانٌ
Wahai pelayan jasmani
Berapa lama engkau bekerja untuk kepentingannya
Engkau telah menyusahkan diri
Untuk sebuah kerugian yang nyata
Hadapkan perhatian kepada ruhani
Dan sempurnakan keutamaannya
Dengan ruhani, bukan dengan jasmani
Engkau sempurna menjadi manusia
Di antara ulama ada yang mendifinisikan akhlaq yang baik kepada sesama
makhluq [3] dengan: Tidak menyakiti orang lain, berderma dan bermuka
manis. [4] Tidak menyakiti orang lain, yaitu baik menyakiti fisik, harta
maupun kehormatannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ
"Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-benda dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian". [HR. Bukhari dan Muslim]
Menyakiti orang lain itu dapat dengan lisan, seperti: menggunjing,
mengadu-domba, memperolok-olok, menuduh dengan tuduhan dusta, saksi
palsu, dan lain-lain. Dapat juga menyakiti dengan perbuatan, seperti:
mengambil harta, menipu, berkhianat, merampas, mencuri, memukul,
membunuh, memperkosa, korupsi, memakan harta anak yatim, menahan hak
orang lain, dan lain-lain.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ
"Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya". [HR. Bukhari]
Jadi seorang muslim tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan perbuatannya.
Bahkan seorang muslim itu suka berderma dengan membantu orang lain, baik
bantuan itu berupa harta, saran, ilmu, tenaga, pikiran, pengaruh dan
lain sebagainya.
Yang ketiga adalah bermanis muka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
"Janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik sedikit pun, meskipun
engkau berjumpa saudaramu dengan wajah berseri-seri" [HR. Muslim]
Dikatakan, bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma pernah ditanya tentang
kebaikan, maka beliau menjawab: “Wajah berseri-seri dan bertutur kata
yang halus”. Seorang penyair merangkaikannya dalam sebuah syair:
بُنَيَّ إِنَّ الْبِرَّ شيْءٌ هيِّنٌ
وَجْهٌ طَلِيْقٌ وَ لِسَانٌ لَيِّنٌ
Wahai anakku, sesungguhnya kebaikan itu suatu yang mudah,
Wajah yang berseri-seri dan tutur kata yang halus
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Bermuka
manis adalah wajah yang berseri-seri ketika berjumpa dengan orang lain,
sedangkan lawannya adalah bermuka masam”. Kemudian beliau menyebutkan
hadits, perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dan syair sebagaimana
kami sebutkan di atas, lalu berkata: “Wajah yang berseri-seri dapat
membuat orang menjadi senang, dapat merekatkan kasih sayang dan dapat
pula menjadikan dirimu dan orang yang kamu jumpai menjadi berlapang
dada. Tetapi jika engkau bermuka masam, maka orang lain akan menjauhimu,
tidak merasa nyaman duduk bersamamu, apalagi untuk berbincang-bincang
denganmu.
Orang yang tertimpa penyakit berbahaya, yaitu depresi (tekanan jiwa),
dapat sembuh dengan resep yang sangat ampuh, yaitu berlapang dada dan
wajah yang berseri-seri. Oleh karena itu para dokter menasehati
orang-orang yang tertimpa penyakit depresi untuk menghindari hal-hal
yang membuatnya marah atau emosi, karena hal tersebut akan memperparah
penyakitnya. Adapun lapang dada dan wajah yang berseri-seri dapat
menghilangkan penyakit tersebut, sehingga ia akan dicintai dan dihormati
oleh orang lain.” [Makarimul Akhlaq, hal: 29-30]
Tetapi tidak selamanya bermanis muka itu positif, adakalanya dalam
kondisi tertentu kita dituntut untuk bermuka masam. [Fotenote, hal:
155-156]
Ada juga pendapat-pendapat lain tentang definisi akhlaq, ada yang
mengatakan bahwa akhlaq yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang
lain dan tabah dalam menerima cobaan.
Ada yang mengatakan bahwa akhlaq yang baik adalah berbuat kebaikan dan menahan diri dari keburukan.
Ada lagi yang mengatakan: “Membuang sifat-sifat yang hina dan
menghiasinya dengan sifat-sifat yang mulia”, ini disebutkan oleh Ibnul
Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Madarijus Saalikin.
HUBUNGAN ANTARA AKHLAQ, AQIDAH DAN IMAN
Sesungguhnya antara akhlaq, aqidah dan iman itu terdapat hubungan yang
sangat kuat sekali, karena akhlaq yang baik itu sebagai bukti dari
keimanan yang kuat, sedangkan akhlaq yang buruk sebagai bukti dari iman
yang lemah. Semakin sempurna akhlaq seorang muslim berarti semakin kuat
imannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaqnya di antara mereka". [HR. Tirmidzi 3/315 dan dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’us Shagir I/266-267]
Akhlaq yang baik adalah bagian dari amal shalih yang dapat menambah
keimanan dan memiliki bobot dalam timbangan, pemiliknya sangat dicintai
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian pula akhlaq yang
baik merupakan salah satu sarana seseorang masuk dalam syurga.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
T
"idak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan (amalan) seorang
mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang mulia" [HR. Tirmidzi dan
Abu Daud dan di hasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi
2/194]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai di antara kalian,
dan paling dekat majelisnya denganku di hari kiamat adalah yang paling
baik akhlaqnya di antara kalian". [HR. Tirmidzi dan di hasankan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’us Shaghir 1/439]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sebab
terbanyak yang memasukkan manusia ke dalam syurga, maka beliau menjawab:
تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
"Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik." [HR. Tirmidzi dan di hasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi 2/194]
Akhlaq yang baik mencakup pelaksanaan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Kebanyakan
orang memahami bahwa akhlaq yang baik itu khusus mu’amalahnya seorang
hamba dengan sesamanya, tidak ada hubungannya dengan mu’amalah dengan
Al-Khaliq, tetapi ini adalah pemahaman yang dangkal. Akhlak yang baik
mencakup mu’amalah dengan sesama makhluq dan juga mu’amalah seorang
hamba dengan Allah. Ini harus dipahami oleh kita semua. Akhlaq yang baik
dalam bermuamalah dengan Allah mencakup tiga perkara:
1. Membenarkan berita-berita yang datang dari Allah
2. Melaksanakan hukum-hukumNya
3. Sabar dan ridha kepada takdirNya”
[Dinukil dari Makarimul Akhlaq, hal: 16]
Dr. Abdullah bin Dhaifullah Ar-Ruhaili berkata: “Sesungguhnya hak Allah
yang menjadi kewajiban atas seorang manusia adalah hak yang paling
besar, demikian pula adab terhadap Allah adalah kewajiban yang paling
wajib. Karena Dia adalah Maha Pencipta tidak ada sekutu bagiNya,
sedangkan selainNya adalah makhluq, maka tidaklah sama antara hak
makhluq dibandingkan dengan hak Allah. Begitu pula adab manusia terhadap
Allah tidaklah sama dengan adab manusia kepada sesamanya. Karena Allah
itu Pencipta dan tidak ada sekutu bagiNya, maka wajiblah atas seorang
manusia untuk mentauhidkanNya, bersyukur dan beradab kepadaNya sesuai
dengan apa yang telah digariskan.
Adapun pokok-pokok mu’amalah manusia dengan Allah secara ringkas adalah sebagai berikut:
Beriman kepadaNya dengan mantap, mentauhidkanNya dalam nama-nama,
sifat-sifatNya dan mentauhidkanNya dengan beribadah, selalu taat
kepadaNya dan menjauhi maksiat, baik di kala sendirian atau ketika
disaksikan orang lain, secara rahasia ataupun terang-terangan, baik
dalam keadaan sulit maupun mudah. Mengagungkan syiar-syiar Allah dan
aturanNya, serta tunduk kepada syari’atNya, menghormati kitabNya dan
sunnah-sunnah NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, beradab kepada
keduanya dan menerima keduanya dan memahami dan mengamalkannya dengan
benar tanpa berlebihan dan tanpa menganggap enteng, memberikan perhatian
penuh kepada dienNya dalam hal pemahaman, keimanan dan pengamalan.
Mengagungkan Allah dan mensucikanNya dari segala kekurangan,
mensifatiNya dengan apa yang Allah sifatkan dalam kitabNya dan melalui
lisan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, ridha kepada Allah dan
takdirNya, mencintaiNya lebih dari yang lain, selalu berdzikir dan
bersyukur kepadaNya, memperbaiki ibadah kepadaNya, berbuat baik kepada
hamba-hambaNya, tidak berbuat zhalim kepada mereka dan berprasangka baik
kepadaNya.” [Dinukil dari kitab “Al-Akhlaq Al-Fadhilah Qawaa’id wa
Munthalaqat Liktisabiha” hal. 86-87]
Sebagian manusia ada yang berpendapat bahwa dien Islam ini adalah
semata-mata pergaulan yang baik kepada manusia, sehingga merugikan
manusia adalah kejahatan terbesar. Kemudian terlihat secara zhahir, dia
berperilaku baik kepada orang lain, tetapi pada saat yang sama dia
menyia-nyiakan hak-hak Allah, dengan berbuat syirik, kufur, bid’ah, dan
maksiat lainnya. Dia berdo’a kepada selain Allah, menyembelih hewan
untuk dijadikan sebagai tumbal, menyia-nyiakan sholat.
Ketika orang tersebut ditegur, ia akan mengatakan bahwa ini adalah
urusan pribadi, dan orang yang berhak untuk ditegur adalah orang yang
menyakiti tetangga, mengambil hak orang lain, korupsi dan lain
sebagainya. Tidakkah ia tahu bahwa dosa syirik adalah sebesar-besar dosa
besar, dan Allah tidak akan mengampuninya kecuali jika si pelaku
bertaubat. Allah berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, Dan Dia akan mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi
siapa yang dikehendaki-Nya". [an-Nisa’ : 116]
Di sisi lain terdapat juga sebuah fenomena, adanya sebagian orang yang
meremehkan masalah akhlaq kepada sesama makhluq dengan sangkaan bahwa
dien itu semata-mata menunaikan hak Allah tanpa menunaikan hak makhluq.
Padahal sesungguhnya menunaikan hak manusia adalah bagian dari
menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Juga telah disinggung
sebelumnya bahwa terdapat hubungan yang erat antara keimanan kepada
Allah dengan akhlaq kepada sesama makhluq. Rasulullah bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
"Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling akhlaqnya
di antara mereka". [HR. Tirmidzi 3/315 dan dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shahih Jami’us Shagir I/266-267]
Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia
berkata baik atau (kalau tidak bisa) hendaklah diam". [HR. Bukhari]
Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ
قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ
بَوَائقَهُ
"Demi Allah! seseorang tidak akan beriman (beliau mengucapkannya tiga
kali), Para sahabat bertanya: “Siapakah dia Wahai Rasulullah ?” Beliau
menjawab: “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya."
[HR. Bukhari]
Dan keterangan-keterangan lainnya yang menunjukkan bahwa seorang muslim tidak akan berbuat aniaya kepada orang lain.
KEUTAMAAN AKHLAQ YANG BAIK.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy rahimahullah berkata: “Banyak
nash dalam Al-Qur’an maupun al-Hadits yang menganjurkan untuk berakhlaq
yang baik dan memuji orang yang menghiasi diri dengannya, serta
menyebutkan keutamaan-keutamaan yang diraih oleh orang yang berakhlaq
mulia. Disebutkan pula pengaruh-pengaruh positif dari akhlaq yang mulia
berupa manfaat dan maslahat, baik yang umun maupun yang khusus.
1. Di antara faedahnya yang paling besar adalah dalam rangka
melaksanakan perintah Allah dan perintah RasulNya n , serta meneladani
akhlaq nabi n yang agung. Berakhlaq yang baik iu sendiri merupakan
ibadah yang besar sehingga seorang hamba dapat hidup dengan penuh
ketenangan dan kenikmatan secara konsisten, di samping ia memperoleh
pahala yang besar.
2. Orang yang berakhlaq mulia dicintai oleh orang yang dekat maupun yang
jauh, musuh bisa berubah haluan menjadi teman, orang jauh menjadi
dekat.
3. Dengan akhlaq yang baik akan memantapkan dakwah yang dijalankan oleh
seorang da’i dan guru yang mengajarkan kebaikan, ia mendapat simpati
banyak orang. Mereka akan mendengarkan dengan hati yang senang dan siap
menerima penjelasannya dengan sebab akhlaq yang baik, juga karena tidak
ada yang menghalangi jarak antara keduanya. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu". [ali Imran: 159]
Keterangan tambahan (dari penyusun):
“Sebelum melanjutkan penjelasan Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy
rahimahullah, ada baiknya kita mendengarkan penjelasan Syaikh Shalih bin
Abdul Aziz Alu Syaikh dalam ceramahnya yang berjudul Al-Ghutsa’u wal
bina’u. Beliau berkata: “Terdapat kontradiksi antara ilmu yang
dipelajari oleh sebagian orang dengan amalan mereka. Sebagian dari
mereka tidak memiliki akhlaq yang mulia, tidak suka bersilaturrahmi,
suka berdusta, mengingkari janji, kasar, bermuka masam, padahal senyummu
kepada saudaramu adalah shadaqah. Juga kurang aktif dalam amal sosial,
seperti membantu para janda, anak yatim dan orang-orang yang butuh
bantuan. Hendaklah dakwah itu tidak sebatas di atas mimbar dan ceramah
di majelis ilmu saja, hendaklah dibarengi dengan dakwah bil hal (dengan
perbuatan) dan akhlaq yang mulia, karena pengaruhnya lebih besar
daripada berdakwah dengan kata-kata...”
4. Akhlaq itu merupakan ihsan (berbuat baik kepada orang lain) yang
terkadang memiliki nilai tambah melebihi ihsan dengan harta. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكُمْ لَنْ تَسَعُوا النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ لِيَسَعْهُمْ حُسْنُ الْخُلُقِ
"Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan manusia dengan
harta-harta kalian tetapi yang dapat memuaskan mereka adalah akhlaq yang
baik".
Yang sempurna apabila kedua hal tersebut dimiliki sekaligus, akan tetapi
jika seseorang tidak punya sehingga tidak dapat berbuat baik kepada
orang lain dengan materi, maka dapat diganti dengan akhlaq yang baik,
yaitu dengan perilaku dan ucapan yang baik, bahkan mungkin mempunyai
pengaruh yang lebih membekas daripada berbuat baik dengan harta.
5. Dengan akhlaq yang baik, hati yang tenang dan tentram akan memantapkan seseorang untuk mendapatkan ilmu yang ia inginkan.
6. Dengan akhlaq yang baik, memberikan kesempatan bagi orang yang
berdiskusi untuk mengemukakan hujjahnya, dan ia dapat pula memahami
hujjah teman diskusinya, sehingga bisa terbimbing menuju kebenaran dalam
perkataan dan perbuatannya. Di samping itu akhlaq yang baik menjadi
faktor terkuat untuk mendapat kedua hal tersebut di atas pada teman
diskusinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah memberikan pada kelembutan apa yang tidak Dia
berikan pada kekasaran". [HR. Thabrani, Syaikh Ali bin Hasan
menshahihkannya berdasarkan syawahidnya]
7. Akhlaq yang baik dapat menyelamatkan seorang hamba dari sikap
tergesa-gesa dan sikap sembrono, disebabkan oleh kematangannya,
kesabarannya dan pandangannya yang jauh ke depan, mempertimbangkan
berbagai kemungkinan dan menghindarkan bahaya yang ia khawatirkan.
Faidah: Syaikh Shalih Alu Syaikh menyebutkan dalam ceramahnya yang
berjudul Al-Ghutsa’ wal bina’ bahwa ada empat fenomena yang bisa
mengotori dakwah yaitu:
a. Memandang sesuatu hanya dari satu sisi, tidak dari sisi yang lain.
Biasanya mereka ini telah mendapatkan doktrin dari guru mereka dan
selalu didikte sehingga tidak bisa berpendapat lain, selain yang
digariskan.
b. Terburu-buru.
c. Fanatik madzhab, fanatik kelompok serta kultus individu
d. Menuntut kesempurnaan pihak lain, baik perorangan ataupun lembaga.
Selama sama dalam Ushul, yaitu sama-sama Ahlussunnah wal jama’ah, maka
yang ada dalam hal ini adalah saling memberi nasehat.)
8. Dengan akhlaq yang baik seseorang dapat menunaikan hak-hak yang wajib
dan sunnah kepada keluarga, anak-anak, kerabat, teman-teman, tetangga,
customer (pelanggan) dan semua orang yang berhubungan dengannya, karena
berapa banyak hak orang lain yang terabaikan disebabkan oleh akhlaq
yang buruk.
9. Akhlaq yang baik itu membawa kepada sifat adil. Orang yang berakhlaq
baik biasanya tidak melegalisasi semua tindakan dan ia akan menjauhi
sikap keras kepala pada pendapatnya sendiri, karena keduanya itu
mengakibatkan sikap tidak adil dan menzhalimi orang lain.
10. Orang yang berakhlaq baik selalu dalam keadaan tenang dan penuh
dengan kenikmatan dan hatinya tentram sebagai modal bagi kehidupan yang
bahagia. Adapun orang yang berakhlaq buruk selalu dalam keadaan
sengsara, tersiksa lahir batin, selalu dalam pertentangan dengan dirinya
sendiri, dengan anak-anaknya, dengan orang-orang yang berhubungan
dengannya. Hidupnya menjadi terganggu, waktunya sia-sia, tidak
mendapatkan keutamaan-keutamaan dari akhlaq yang baik, bahkan yang ia
dapatkan adalah akibat yang jelek disebabkan akhlaq yang buruk.
Dengan semua ini atau yang semisalnya akan membuat jelas maksud sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar bisa mencapai derajat orang yang
berpuasa dan sholat dengan baik hanya dengan akhlaq yang baik" [5].
[Dinukil dari “A-Mu’in ‘ala tah-shili adabil’ilmi” hal. 61-65]
BEBERAPA CARA MEMPROLEH AKHLAQ YANG BAIK.
Akhlaq yang baik dapat memiliki oleh manusia dengan dua jalan:
1. Sifat dasar yang sudah ada sebelumnya sebagai pemberian dari Allah,
dan pemberian dari Allah ini diberikan kepada orang yang Dia kehendaki.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Asyaj Abdul Qais:
إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمِ اللَّهُ
جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا قَالَ بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا قَالَ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا
اللَّهُ وَرَسُولُهُ
"Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua akhlaq yang dicintai Allah, yaitu
tahan emosi dan teliti.” Asyaj bertanya: “Wahai rasulullah, apakah
kedua akhlaq tersebut karena usahaku untuk mendapatkannya ataukah
pemberian dari Allah?” Beliau menjawab: “Pemberian dari Allah sejak
awal.” Asyaj berkomentar: “Segala puji bagi Allah yang memberiku dua
akhlaq yang dicintai oleh Allah dan RasulNya sebagai sifat dasar.” [6].
2. Dengan cara berusaha untuk mendapatkan akhlaq yang baik.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy t menjelaskan bahwa setiap
perbuatan terpuji, baik yang nampak maupun yang tidak nampak, pasti
dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkannya. Di samping usaha kita, maka
watak dasar sebagai faktor terbesar yang dapat membantu seseorang untuk
memperoleh akhlaq yang baik, dengan sedikit usaha saja bisa tercapai apa
yang ia kehendaki.
Kemudian Syaikh Abdurrahman menjelaskan beberapa sebab untuk memperoleh akhlaq yang baik:
a. Ketahuilah termasuk faktor terbesar yang dapat membantu seseorang
memperoleh akhlaq yang baik adalah dengan cara berfikir tentang
keutamaan-keutamaan akhlaq yang baik. Karena motivasi terbesar untuk
melakukan seuatu perbuatan baik adalah mengetahui hasil dan faidah yang
dapat dipetik darinya, meskipun perkara tersebut suatu perkara yang
besar, penuh dengan tantangan dan kesulitan, akan tetapi dengan
bersakit-sakit dahulu dan bersenang-senang kemudian, maka kesulitan dan
beban yang berat itu akan terasa ringan.
Setiap kali terasa berat bagi jiwa untuk berakhlaq yang baik, segeralah
ia diingatkan dengan keutamaan-keutamaan akhlaq yang mulia dan hasil
yang akan diperoleh dengan sebab kesabaran, maka dirinya akan melunak,
tunduk patuh, pasrah dan penuh harapan untuk mendapatkan segala
keutamaan yang didambakan.
b. Faktor terbesar lainnya dalah faktor kemauan yang kuat dan keinginan
dan tulus untuk memiliki akhlaq yang mulia. Ini adalah seutama-utama
bekal seseorang yang diberi taufiq oleh Allah. Maka semakin kuat
keinginan untuk berakhlaq yang mulia, –insya Allah- akan semakin mudah
untuk mencapainya. [7].
c. Hendaklah seseorang memperhatikan, bukankah akhlaq yang buruk akan
mengaibatkan penyesalan yang mendalam dan kegelisahan akan selalu
menyertainya? di samping pengaruh-pengaruh buruk lainnya. Dengan
demikian ia akan menolak berperilaku dengan akhlaq yang buruk.
d. Melatih diri dengan akhlaq yang baik [8] dan memantapkan jiwa untuk
meniti sarana-sarana yang bisa membawa kepada akhlaq yang baik.
Hendaklah seseorang mengokohkan dirinya untuk siap berbeda pendapat
dengan orang lain, karena orang yang berakhlaq baik pasti akan mendapat
penentangan dari orang banyak, baik dalam pemahaman ataupun dalam
keinginan.
Setiap muslim pasti akan mendapatkan gangguan,baik berupa ucapan ataupun
perbuatan. Maka hendaklah ia tabah dalam menanggung derita.
Perlu diketahui, bahwa gangguan berupa ucapan yang menyakitkan hanya
akan merugikan si pengucapnya, dan seseorang dikatakan tegar jika ia
tidak terpancing dengan ucapan-ucapan yang dimaksudkan untuk memancing
emosinya, karena ia tahu jika ia terpengaruh atau marah berarti ia telah
membantu si pengucap yang menginginkan kerugiannya.
Jika ia tidak peduli, tidak ambil pusing dan bersikap acuh, maka hal itu
akan menjengkelkan hati si pengganggu yang bertujuan hanya menyakiti
hatinya, membuatnya menjadi gusar, gelisah dan cemas. Sebagaimana
manusia itu berusaha menghindari gangguan yang akan menimpa fisiknya,
maka hendaklah ia berusaha pula menghindari setiap gangguan yang menimpa
batinnya, yaitu dengan tidak memberi perhatian kepadanya. [Buku
Al-Mu’in ‘Ala Tah-shiili Adabil ilmi wa Akhlaaqil Muta’limin... hal.
66-68]
e. Termasuk usaha yang paling penting dan paling berpengaruh adalah
berdo’a kepada Allah, meminta agar Dia memberikan taufiq kepada kita
semua dan mengaruniakan kepada kita akhlaq yang baik, dan agar
menghindarkan diri kita semua dari akhlaq yang buruk. Semoga Allah
membantu dan memudahkan kita dalam rangka memperoleh akhlaq yang baik.
... وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ
أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ
أَنْتَ ...
"(Wahai Allah) Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang baik, karena
tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada akhlaq yang baik kecuali
Engkau, dan palingkanlah dariku keburukan, karena tidak ada yang dapat
memalingkan keburukan kecuali Engkau" [9]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah berdo’a dengan do’a sebagai berikut:
اللَّهُمَّ جَنِّبْنِيْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ و الأَدْوَاءِ
"Wahai Allah, jauhkanlah aku dari kemungkaran-kemungkaran akhlaq, dari
kemungkaran-kemungkaran amal, dari kemungkaran-kemungkaran nafsu dan
dari penyakit"
.
Dalam riwayat yang lain:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ
"Wahai Allah, sesungguhnya saya berlindung kepadaMu dari
kemungkaran-kemungkaran akhlaq, dari kemungkaran-kemungkaran amal, dari
kemungkaran-kemungkaran hawa nafsu" [HR. Tirmidzi 5/233, dan dishahihkan
oleh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi 3/184]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdo’a pula:
اللَّهُمَّ كَمَا أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي
"Wahai Allah sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku, maka
baguskanlah akhlaqku". [HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Shahih Jami’ush Shagir 1/280]
PENUTUP
Sementara hanya inilah yang bisa kami kumpulkan untuk para pembaca dari
beberapa literatur, sebenarnya masih ada lagi literatur- literatur lain
yang menunjang dan menyempurnakan risalah ini. Semoga Allah memudahkanku
agar dapat menyempurnakan risalah ini dan lebih memuaskan para pembaca
dalam hal informasi-informasi yang bermanfaat, untuk selanjutnya dapat
dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk dalam kehidupan sehari-hari.
Referensi:
1. Tauhid Perioritas Pertama dan Utama oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, penerbit Darul Haq, Jakarta.
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Makarimul Akhlaq oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,
penyusun Khalid Abu Shalih, Riyadh, K. S. A. cet. I tahun 1417/1996 M
tanpa penerbit.
4. Kitabul Ilmi oleh oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,
penyusun: Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit Dar Ats
Tsuraya –Riyadh-KSA. Cet. I tahun 1417/1996 M
5. Ghayatul Maram
6. Shilatul Akhlaq bil ‘Aqidah wal Iman, oleh Syaikh Sulaiman bin Shalih
Al-Ghusn, penerbit: Daar Al-‘Ashimah-Riyadh-K.S.A. cet. 1415 H
7. Al-Mu’in ala Tahshiili Adabil Ilmi wa Akhlaqil Muta’alimin, oleh
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’dy, penyusun Syaikh Ali bin Hasan
bin Ali bin Abdul Hamid, penerbit: Daar As-Shumaili-Riyadh-K.S.A. Cet. I
tahun 1413 H-1993 M
8. Fiqhul Akhlaq wal Mu’amalaat Bainal Mukminin, oleh Abu Abdullah
Musthafa bin Al-Adawi, penerbit Dar Ibnu Rajab-Mesir, cet. II th. 1419
H-1998 M
9. Al-Akhlaqul Faadhilah, Qawa’id wa Muntalaqaat Liktisabiha, Oleh
Doktor Abdullah bin Dha’ifullah Ar-Ruhaili, cet. I th. 1417 H/1996
M-Riyadh-K.S.A. tanpa penerbit.
10. Shahih Muslim, tahqiq Muhammah Fuad Abdul Baqi’
11. Ad-Du’a Minal Kitab was-Sunnah, oleh DR. Sa’id bin Wahf Al-Qahthani
12. Iqadzul Himam Al-Muntaqa min Jami’il Ulumi wal Hikami lil Hafizh
Ibnu Hajar, oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, penerbit: Dar Ibnul
jauzi-Dammam-K.S.A. Cet. I th. 1412 H/1992 M
13. Mushaf Al-Qur’an dan terjemah maknanya, cetakan Madinah Nabawiyah-K.S.A. th. 1411 H
14. Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maraam, oleh Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman Al-Bassam, penerbit: Maktabah An-Nahdhah Al-haditsah Makkah
Al-Mukarramah –K.S.A. Cet. III th. 1417 H –1997 M.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun V/1422H/2001M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat Buku. “TAUHID Prioritas utama dan pertama” hal. 27-28, oleh
Syaikh Muh. Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, penerbit Darul Haq
Jakarta
[2]. Makarimul Akhlaq oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, hal: 9
[3]. Pembahasan tentang akhlaq kepada sesama makhluq
[4]. Makarimul Akhlaq, hal: 23; Taudhihul Ahkam, hal: 6/222
[5]. Syaikh Ali Hasan berkata: HR. Abu Daud (4798), Ibnu Hibban 1927,
Hakim (I/60), Al-Baghawi (13/81), dari Aisyah, sanadnya terputus. Tetapi
hadits ini memiliki penguat dengan sanad yang hasan, diriwayatkan oleh
Hakim dalam al-Mustadrak 1/60, Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath (lembaran
ke 141/sisi b), dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu . Lih. Ad-Duur
al-Mantsur 2/75 dan at-Tarhib 3/404. Syaikh Sulaiman berkata: HR. Abu
Daud dalam kitab al-Adab, bab fi husnil khuluq 4/252, dan dishahihkan
oleh Al-Albani dalam Shahih Jami’ Shagir
[6]. HR. Abu Daud no. 5225, Ahmad (4/206), Muslim bagian pertama no. 25, 26 dan Tirmidzi no. 2011
[7]. Al-Imam Ibnul Qayyim berkata dalam Al-Fawaid, hal 210-211: “Adapun
akhlaq yang baik, seperti sabar, berani, adil, kesatria, menjaga
kesucian diri, memelihara kehormatan, dermawan, tahan emosi, pemaaf,
tidak mendemdam, tahan derita, mengutamakan orang lain, memiliki harga
diri dari tindakan orang lain, rendah hati, merasa cukup, jujur,
ikhlash, membalas kebaikan dengan kebaikan yang sepadan atau dengan
lebih baik, pura-pura tidak tahu dengan kesalahan orang lain yang tidak
disengaja, tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yan tidak bermanfaat,
celaan hati terhadap orang yang berakhlaq yang buruk. Itu semua muncul
dari kekhusyu’an dan kemauan yang kuat. Allah Subhanahu wa Ta'ala
memberitahukan tentang bumi ini asalnya tenang, kemudian air
mengenainya, maka bergeraklah bumi (menumbuhkjan berbagai tanaman-Red),
lalu berubah menjadi bumi yang indah dan menawan, begitu juga makhluq
akan menjadi indah dan menawan jika mendapatkan taufik dari Allah.
(Dinukil dari buku Makarimul Akhlaq, hal 15
[8]. Al-Imam Ibnul Qayyim berkata dalam kitab Madarikus Salikin 2/300:
“Penyucian jiwa lebih berat dan lebih sulit dibandingkan dengan
pengobatan badan. Barangsiapa menyucikan jiwanya dengan latihan, usaha
keras, dan menyendiri, tanpa ada contoh dari Rasul Shallallahu 'alaihi
wa sallam maka ia seperti orang sakit yang menyembuhkan dirinya dengan
pendapatnya semata. Bisa dibayangkan bagaimana akibatnya jika
dibandingkan dengan pengobatan dokter ?! Sesungguhnya para rasul itu
adalah dokter-dokter hati, maka tidak ada jalan untuk menyucikan dan
memperbaiki hati kecuali melalui jalan dan metode mereka, dengan cara
tunduk dan menyerahkan diri sepenuhnya untuk mengikuti para rasul, hanya
kepada Allah semata kita memohon pertolonganNya. (Dinukil dari
Makarimul Akhlaq hal. 33)
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.
Jumlah Pengunjung
1319412
Blog Archive
-
▼
2011
(1346)
-
▼
September
(104)
- Habib Munzir [Juga] Berdusta Atas Nama Imam Ibnu H...
- Lupa mengerjakan shalat beberapa hari
- Ada Apa Dengan Bank Konvensional?
- Tata cara umrah
- Jilbab… Menutup Aurat Atau Membalut Aurat ???
- Mari Kenali Kaidah Tentang Bid’ah Sebelum Membantah..
- Buah Tauhid,sudah pada diri kita?
- Perkataan 4 Imam Madzhab di dalam Mengikuti Sunnah
- Metode Mendatangkan Hujan (2)
- Ketika lupa tasyahud awal
- Meluruskan Kedustaan Sejarah Versi ‘Syaikh’ Idahra...
- Berdialog Dengan Teroris
- Pasutri Dalam Rumah Tangga Yang Ideal
- Jangan Asal nge-Bom Bung !.. Tidak Semua Kafir Hal...
- sholat jamaah tanpa iqamah
- Lezatnya Ketaatan yang Dipertanyakan
- Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahab...
- Cara Berfacebook yang Syar’i??
- Untukmu…Yang Dirundung Rindu dan Sendu (Bag.2)
- Hukum memakai Toga Sarjana
- Saudariku, Maukah Engkau Menjadi Seorang Ratu?
- uang bank itu riba
- Hukum Tepuk Tangan, Memberi Applause
- Habib Munzir Al-Musawwa Berdusta Atas Nama Imam As...
- Tidak Suka Dengan Sebuah Fatwa Ulama
- Semangat Para Ulama dalam Ibadah
- Apa Kata Imam Syafi’i Mengenai Masalah Mengucapkan...
- Belajar Ilmu Manajemen dan Pemasaran
- Pengumuman Kelulusan UIM 1432 H
- Umrah
- Haramkah Foto?
- Jika Pemerintah Menetapkan Hari Raya Dengan Hisab
- Shalat Istisqa (2)
- Potong rambut wanita
- Merasa keluar kentut waktu shalat
- Tumbal dan Sesajen dalam Pandangan Islam
- Metode Mendatangkan Hujan (1)
- Hukum Tanaman Yang Dipupuk Dengan Kotoran Hewan
- Antara Halal & Haram Ada Syubhat
- Qadha shalat tahajud
- Shalat Istisqa (1)
- Download Video Dan Audio Dari Imam Masjidil Haram ...
- Suci Haidh Sebelum Matahari Tenggelam
- Menggabungkan puasa syawal dengan puasa senin kamis
- Download Video Tanya Jawab: Apakah Kerajaan Saudi ...
- Utang emas
- Menguburkan bagian tubuh
- Celakalah Pelaku Sodomi
- Pasukan dari Kota Aden
- Shodaqoh di hari jumat
- Hukum Membaca surat Yasin di atas kubur
- Hukum Memakai Sepatu Dalam Keadaan Berdiri
- Adakah doa khatam quran?
- Untukmu…Yang Dirundung Rindu dan Sendu (Bag.1)
- HUKUM MEMAKAI/MENYEMATKAN GELAR “HAJI/HAJJAH” DI D...
- Hukum Zakat Emas Perhiasan
- Angkat Tangan dalam Doa
- Bertingkatnya Dosa Zina
- Kesimpulan Hasil Bahasan tentang Nikah Mut’ah
- Dia Tak Mau Bertanggung Jawab
- Bantahan Untuk Setan Berwujud Manusia Yang Membole...
- Apa-Apa Pakai Bismillah
- Mahramkah kakak ipar?
- Kisah Si Kusta, Si Botak dan Si Buta (Seri Kisah A...
- Kisah Seorang Yang Meninggalkan Rokok
- Pembinaan Aqidah Untuk Buah Hati
- Derita Ahwaz Lebih Dahsyat Dari Palestina
- Orang Tua Menginginkan Putrinya di Rumah
- 5 Pelanggaran dalam Pacaran
- Pelajaran dari Ramadhan
- Iman Terhadap Kitab-kitab Suci
- Gaji Pensiunan
- Apakah Punggung Telapak Tangan Termasuk Aurat?
- Keutamaan Basmalah
- Jual Beli Trayek
- Nasikh dan Mansukh
- Adakah Ayat Al Qur'an yang Mansukh?
- Sudah Lama “Ngaji” Tetapi Akhlak Tidak Baik
- Jangan jadi pengemis
- Celakalah Rentenir
- Calo yang suka sogok
- Suap Menyuap
- Mencuri Akses Internet
- Sering terucap namun lalai di lakukan
- Perluasan Masjidil Haram Diluncurkan
- Adab Bertanya Kepada Ahli Ilmu
- Akhlak Mulia Kepada Khaliq dan Makhluq
- Jadwal Sholat Subuh Dipermasalahkan
- Adab Majelis Ilmu
- Keterasingan Sunnah dan Ahlu Sunnah di Tengah Mara...
- Kunci Sukses Bermu'amalah
- Jalan Menuju Kemuliaan Akhlaq
- Wasiat - Wasiat Generasi Salaf
- Larangan Pengkhususan Puasa Hari Jum'at
- Tata Cara Puasa Enam Hari Bulan Syawwal
- Hisab dan Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal
- Membaca Al Quran Sendiri atau Mendengarkan dari Se...
- Kaidah - Kaidah Menuntut Ilmu
- Penjelasan Dalam Al Quranul Karim Mengenai ushul d...
- Ingin Menguasai Bahasa Inggris
-
▼
September
(104)