LARANGAN PENGKHUSUSAN PUASA HARI JUM’AT


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin




Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa alasan dilarangnya pengkhususan hari Jum'at untuk berpuasa ? Apakah termasuk juga puasa pengganti (pembayaran hutang puasa) ?

Jawaban.
Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

"Artinya : Janganlah kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum'at, kecuali jika berpuasa sehari sebelum atau setelahnya" [Ditakhrij oleh Muslim : Kitabush Shaum/Bab Karahiatu Shiyam Yaumul Jum'ah Munfaridan (1144)]

Hikmah dalam larangan pengkhususan hari Jum'at dengan puasa adalah bahwa hari Jum'at merupakan hari raya dalam sepekan, dia adalah salah satu dari tiga hari raya yang disyariatkan ; karena Islam memiliki tiga hari raya yakni Idul Fitri dari Ramadhan, Idul Adha dan Hari raya mingguan yakni hari Jum'at. Oleh sebab itu hari ini terlarang dari pengkhususan puasa, karena hari Jum'at adalah hari yang sepatutnya seseorang lelaki mendahulukan shalat Jum'at, menyibukkan diri berdoa, serta berdzikir, dia serupa dengan hari Arafah yang para jama'ah haji justru tidak diperintahkan berpuasa padanya, karena dia disibukkan dengan do'a dan dzikir, telah diketahui pula bahwa ketika saling berbenturan beberapa ibadah yang sebagiannya bisa ditunda maka lebih didahulukan ibadah yang tak bisa ditunda daripada ibadah yang masih bisa ditunda.

Apabila ada orang yang berkata, "Sesungguhnya alasan ini, bahwa keadaan Jum'at sebagai hari raya mingguan seharusnya menjadikan puasa pada hari itu menjadi haram sebagaimana dua hari raya lainnya (Fitri dan Adha) tidak hanya pengkhususannya saja".

Kami katakan, "Dia (Jum'at) berbeda dengan dua hari raya itu ; sebab dia berulang di setiap bulan sebanyak empat kali, karena ini tiada larangan yang berderajat haram padanya, selanjutnya di sana ada sifat-sifat lain dari dua hari raya tersebut yang tidak didapatkan di hari Jum'at.

Adapun apabila dia berpuasa satu hari sebelumnya atau sehari sesudahnya maka puasanya ketika itu diketahui bahwa tidak dimaksudkan untuk mengkhususkan hari Jum'at dengan puasa ; karena dia berpuasa sehari sebelumnya yaitu Kamis atau sehari sesudahnya yaitu hari Sabtu.

Sedangkan soal seorang penanya, "Apakah larangan ini khusus untuk puasa nafilah (sunah) atau juga puasa Qadha (pengganti hutang puasa) ?

Sesungguhnya dhahir dalilnya umum, bahwa makruh hukumnya mengkhususkan puasa sama saja apakah untuk puasa wajib (qadla) atau puasa sunnah, -Ya Allah-, kecuali kalau orang yang berhutang puasa itu sangat sibuk bekerja, tidak pernah longgar dari pekerjaannya sehingga dia bisa membayar hutang puasanya kecuali pada hari Jum'at, ketika itu dia tidak lagi makruh baginya untuk mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa ; karena dia memerlukan hal itu.


APAKAH PUASA WISHAL ITU ?

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah puasa Wishal itu? Apakah puasa itu termasuk diperintahkan ?

Jawaban
Puasa wishal adalah apabila seseorang berbuka selama dua hari lalu menyambung (melangsungkan) puasa dua hari secara berturut-turut. Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang perbuatan ini, beliau bersabda :

“Artinya : Barangsiapa yang ingin menyambung puasa maka hendaklah dia menyambung puasa sampai sahur saja” [Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Shaum. Bab Wishal (menyambung puasa) sampai sahur 19670)]

Orang yang menyambung puasa sampai sahur termasuk bab kebolehan, tetapi tidak termasuk dianjurkan, Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menyegerakan berbuka, beliau bersabda.

“Artinya : Tidak henti-hentinya manusia dalam kebaikan selagi mereka menyegerakan berbuka puasa”

Akan tetapi mereka diperbolehkan untuk menyambung puasa sampi sahur saja, tatkala para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah ! sesungguhnya engkau menyambung puasa”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya keadaanku tidak sebagaimana keadaan kalian”[Ditakhrij oleh Al-Bukhari dalam Kitabush Shaum/Bab Barakatus Sahur fie ghairi ijab 1922 dan Muslim dalam Kitabus Shaum/Bab An-Nahyu anil wishal 1102]


HUKUM BERPUASA DI BULAN SYA’BAN

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukumnya berpuasa pada bulan Sya’ban ?

Jawaban
Berpuasa pada bulan Sya’ban adalah sunah, memperbanyak puasa di bulan itu juga merupakan sunah sampai-sampai Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertutur:

“Aku tidak pernah melihat beliau (Nabi) berpuasa lebih banyak daripada di bulan Sya’ban” [Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Shaum, Bab Puasa Sya’ban 1969]
Sebaikny memperbanyak puasa di bulan Sya’ban menurut hadits ini.

Para ulama berkata : “Puasa di bulan Sya’ban sebagaimana sunat rawatib bagi lima shalat fardhu, seolah-olah dia mendahului puasa Ramadhan, maksudnya seakan-akan dia menjadi rawatibnya bulan Ramadhan. Karena itu sunnah puasa di bulan Sya’ban dan sunah puasa enam hari di bulan Syawal seperti rawatib sebelum shalat wajib dan sesudahnya.

Dalam puasa di bulan Sya’ban terdapat manfaat yang lain yakni mempersiapkan diri dan menyiagakannya untuk berpuasa agar dirinya menjadi siap mengerjakan puasa Ramadhan, menjadi mudah baginya untuk menunaikannya.


HUKUM PUASA ASYURA

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukumnya puasa Asyura?

Jawaban.
Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari kesepuluh bulan Muharram, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Saya lebih berhak dengan Musa daripada kalian!, lalu beliau mengerjakan puasa pada hari itu dan memerintahkan muslimin untuk berpuasa padanya” [Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum/Bab Puasa Hari Asyura 2004. Muslim Kitab Syiyam/Bab Puasa Hari Asyura 1130]

Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas Radhiyalahu ‘anhuma yang disepakati keshahihannya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa padanya. Ditanyakan kepada beliau tentang keutamaan puasa hari itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :

“Artinya : Aku mengharap kepada Allah untuk menghapuskan dosa setahun yang sebelumnya” [Diriwayatkan oleh Muslim : Kitab Shiyam/Bab Disukainya berpuasa tiga hari tiap bulan atau puasa di hari Arafah 1162]

Akan tetapi Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesudah itu memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi dengan berpuasa satu hari sebelumnya yakni tanggal 9 Muharram atau satu hari sesudahnya yakni tanggal 11 Muharram.

Atas dasar itu, yang paling utama adalah berpuasa pada hari kesepuluh (10 Muharram) lalu merangkaikan satu hari sebelumnya, atau satu hari sesudahnya. Tambahan di hari kesembilan lebih utama daripada hari kesebelas.

Sebaiknya engkau, wahai saudaraku muslim, berpuasa hari Asyura, demikian juga hari kesembilan Muharram

[Majmu Fatawa Arkanul Islam edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Pustaka Arafah]

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers