(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII)

Eksistensi seorang penguasa memiliki urgensi tersendiri. Masyarakat (rakyat) berhajat pada sosok yang memiliki kemampuan dalam mengkoordinasikan laju roda kehidupannya. Dari masyarakat (mujtama’) yang sederhana sampai tingkat yang luas, tidak bisa berjalan tanpa adanya pimpinan.
Penguasa menjadi tumpuan dan titian rakyatnya dalam menciptakan rasa aman dan kesejahteraan sosial. Itu semua akan terwujud ketika pemegang pemerintahan adalah orang yang adil, punya skill manajerial yang handal, dan juga kebijakan yang cerdas. Sehingga tujuan utamanya, adalah bagaimana mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat yang dipimpinnya.
Namun yang sering terjadi adalah fenomena yang memprihatinkan. Ketika penguasa (rejim) yang memerintah berbuat semana-mena terhadap rakyatnya. Rakyat bak lelaki yang menepuk sebelah tangan ketika pinangan ditolak pihak wanita. Mata menerawang kosong, hati kecewa, harapan tinggal mimpi.
Ketika kezhaliman penguasa membabi buta, kekacauan menyebar dengan cepat. Perampokan, pencurian, penjarahan, pemerkosaan menjadi menu halaman media massa.
Dilain pihak penguasa sibuk dengan kepentingan pribadinya. Mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam upaya memadamkan rival-rival politiknya. Rakyat menjerit, apa salah kami, rintihnya! Kenapa pimpinan kami begitu kejam terhadap rakyat? Mengapa? Mengapa mereka cuek dengan konflik-konflik dan krisis-krisis yang memcekik rakyat?
Marilah kita renungkan firman Allâh Ta'ala :
(Qs. al-An’âm/6 : 129)
"Dan demikianlah,
Kami jadikan penguasa zhalim bagi sebagian yang lain,
karena apa yang mereka usahakan."
(Qs. al-An’âm/6 : 129)

Pada ayat di atas, Allâh Ta'ala mengabarkan bahwa Dia membalas orang-orang yang berbuat kezhaliman (aniaya) dengan cara menempatkan sosok yang zhalim menjadi pimpinan mereka.
Qatâdah rahimahullâh berkata,
”Allâh Ta'ala menempatkan manusia berdasar amalannya. Pezina dipuji orang yang berzina dimanapun berada. Demikian juga orang kafir menjadi wali bagi jenisnya. (Makna ayat: Allâh Ta'ala membalas orang zhalim dengan menempatkan orang zhalim atas mereka, melenyapkan mereka dengan golongannya, membalas mereka dengan orang-orang sejenisnya sebagai balasan kezhaliman dan kebengisan yang mereka lakukan).
Kezhaliman yang dilakukan masyarakat kita terlalu beragam (termasuk kita). Kezhaliman terhadap Allâh Ta'ala dengan berbuat syirik, menyepelekan keputusan Rasul-Nya dalam menganalisa inti permasalahan. Zhalim terhadap tetangga (manusia), binatang dan alam semesta. Terlalu banyak untuk dibilang satu per satu.
Karena itu, perlu kita perbaiki diri ini dulu. Jangan cepat mengkambing-hitamkan orang lain. Tuduh diri kita dulu. Introspeksi dengan teliti, pasti akan didapati ternyata kita jauh dari ajaran Islam, dekat dengan kezhaliman.
Kiranya kita perlu mendengarkan nasihat dari seorang ulama abad VIII yang bernama Imam Ibnu Abil Izzi rahimahullâh:
“Kalau rakyat ingin lepas dari kelaliman penguasa yang zhalim,
hendaklah mereka melepaskan (diri) dari (tindakan) kezhaliman terlebih dahulu.”
(Syarah al-’Aqîdah ath-Thahâwiyyah hlm. 381)
sumber:http://majalah-assunnah.com


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers