Pertanyaan:
Saya muslimah berjilbab syar’i berusia 27 tahun, dan telah menjalin hubungan dengan seorang lelaki muslim selama 5 tahun. Saya tertarik dengan lelaki tersebut karena akhlak dan ketaatan ibadahnya, tetapi orangtua dan keluarga saya tidak setuju. Sekarang tempat tinggal kami berbeda, dia di Batam dan saya di Saudi Arabia. Saya mohon nasihat kepada Ustadz, bagaimana saya memberi arahan kepada orangtua dan keluarga saya. Atas jawaban yang diberikan saya sampaikan, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang baik.”
Jawaban:
Saudariku, bila Saudari sudah lama berhubungan dengan seorang pria, apalagi sudah 5 tahun, walaupun berjauhan tempat tinggal, alangkah baiknya bila Saudari segera menikah bila hal itu sudah disetujui oleh semua pihak, dengan alasan:
1. Mempercepat pernikahan berarti segera melaksanakan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Mempercepat pernikahan berarti meraih mawaddah (kasih sayang) dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Menjauhi hal yang kurang berkenan bagi agama. Hal itu terjadi bila Saudari sering berhubungan walaupun dengan telepon, surat, atau SMS. Maka tidak mustahil bila terjadi saling berkata yang hal itu kurang berkenan bagi agama, hingga akhirnya terjatuh kepada zina lisan atau yang lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sedangkan hal yang mendekatkan diri kepada yang haram maka hukumnya pun haram. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra`: 32)
Adapun urusan Saudari dengan orangtua, maka ajaklah mereka bicara dengan lemah lembut. Katakan kepadanya bahwa anak lebih baik berhak menentukan pilihannya, tentu bila pilihannya baik agamanya. Jika orangtua kurang setuju, cobalah ajak mereka bermusyawarah, barangkali sesekali waktu mereka mau menerima usulan anaknya, sebab dengan ridha kedua orang tua maka anak akan lebih tenang, demikian juga menantu dan orangtua.
Dari sisi lain, perlu Saudari renungkan alasan orangtua tidak memberi izin. Boleh jadi hal itu ada benarnya walaupun Saudari kurang berkenan dengan kehendak orangtua, karena bagaimana pun juga orangtua mesti tetap mempunyai rasa belas kasihan kepada anaknya. Apalagi wanita, yang mana dia selalu terkait dengan wali, baik sebelum menikah maupun setelah menikah ketika terjadi ketidakcocokan dengan suami.
Jika orangtua menginginkan menantu yang kurang baik agamanya maka hendaklah Saudari tolak dengan lemah lembut pula, sabar menanti, dan tidak boleh kawin lari. Seorang wantia tidak sah untuk menikah tanpa wali dari orangtuanya atau yang mewakilinya.
Wahai Saudari, pilihlah yang lebih banyak maslahatnya sebelum hari penyesalan tiba.
Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 12, Tahun 1, Jumadil Tsaniyah-Rajab 1429 H (Juli 2008).
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
Saya muslimah berjilbab syar’i berusia 27 tahun, dan telah menjalin hubungan dengan seorang lelaki muslim selama 5 tahun. Saya tertarik dengan lelaki tersebut karena akhlak dan ketaatan ibadahnya, tetapi orangtua dan keluarga saya tidak setuju. Sekarang tempat tinggal kami berbeda, dia di Batam dan saya di Saudi Arabia. Saya mohon nasihat kepada Ustadz, bagaimana saya memberi arahan kepada orangtua dan keluarga saya. Atas jawaban yang diberikan saya sampaikan, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang baik.”
Jawaban:
Saudariku, bila Saudari sudah lama berhubungan dengan seorang pria, apalagi sudah 5 tahun, walaupun berjauhan tempat tinggal, alangkah baiknya bila Saudari segera menikah bila hal itu sudah disetujui oleh semua pihak, dengan alasan:
1. Mempercepat pernikahan berarti segera melaksanakan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Mempercepat pernikahan berarti meraih mawaddah (kasih sayang) dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Menjauhi hal yang kurang berkenan bagi agama. Hal itu terjadi bila Saudari sering berhubungan walaupun dengan telepon, surat, atau SMS. Maka tidak mustahil bila terjadi saling berkata yang hal itu kurang berkenan bagi agama, hingga akhirnya terjatuh kepada zina lisan atau yang lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنِ اَلنَّظْرُ وَ زِنَا اللِّسَانِ اَلْمَنْطِقُ وَ النَّفْسُ تَمَنَّى وَ تَشْتَهِي وَ الْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi anak Adam bagiannya dari zina, pasti akan menjumpainya. Maka zinanya mata adalah dengan melihat (yang bukan mahramnya), zinanya lisan adalah bicaranya, dan zinanya jiwa adalah angan-angan dan berkeinginannya, sedangkan farji membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari: 20/283)Sedangkan hal yang mendekatkan diri kepada yang haram maka hukumnya pun haram. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra`: 32)
Adapun urusan Saudari dengan orangtua, maka ajaklah mereka bicara dengan lemah lembut. Katakan kepadanya bahwa anak lebih baik berhak menentukan pilihannya, tentu bila pilihannya baik agamanya. Jika orangtua kurang setuju, cobalah ajak mereka bermusyawarah, barangkali sesekali waktu mereka mau menerima usulan anaknya, sebab dengan ridha kedua orang tua maka anak akan lebih tenang, demikian juga menantu dan orangtua.
Dari sisi lain, perlu Saudari renungkan alasan orangtua tidak memberi izin. Boleh jadi hal itu ada benarnya walaupun Saudari kurang berkenan dengan kehendak orangtua, karena bagaimana pun juga orangtua mesti tetap mempunyai rasa belas kasihan kepada anaknya. Apalagi wanita, yang mana dia selalu terkait dengan wali, baik sebelum menikah maupun setelah menikah ketika terjadi ketidakcocokan dengan suami.
Jika orangtua menginginkan menantu yang kurang baik agamanya maka hendaklah Saudari tolak dengan lemah lembut pula, sabar menanti, dan tidak boleh kawin lari. Seorang wantia tidak sah untuk menikah tanpa wali dari orangtuanya atau yang mewakilinya.
Wahai Saudari, pilihlah yang lebih banyak maslahatnya sebelum hari penyesalan tiba.
Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 12, Tahun 1, Jumadil Tsaniyah-Rajab 1429 H (Juli 2008).
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer