Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
http://almanhaj.or.id/content/2606/slash/0
URGENSI SANAD
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan dalam kitab
Aqidah al-Wasithiyyah : "Ahlussunnah menahan lidah dari permasalahan
atau pertikaian yang terjadi diantara para Sahabat Radhiyallahu 'anhum.
Dan mereka juga mengatakan: “Sesungguhnya riwayat-riwayat yang dibawakan
dan sampai kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabat
Radhiyallahu 'anhum (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan ada
juga yang ditambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya (serta ada pula
yang shahih-pen). Riwayat yang shahih. menyatakan, bahwa para Sahabat
Radhiyallahu 'anhum ini ma'dzûrûn (orang-orang yang diberi udzur). Baik
dikatakan karena mereka itu para mujtahid yang melakukan ijtihad dengan
benar ataupun juga para mujtahid yang ijtihadnya keliru.”[1]
Ahlussunah
wal Jama'ah memposisikan riwayat-riwayat ini. Ketiga riwayat ini
bertebaran dalam kitab-kitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua
kejadian dalam sejarah Islam, termasuk kisah pembunuhan Husain bin Ali
Radhiyallahu 'anhuma di Karbala. Sebagian besar riwayat tentang
peristiwa menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif
dan ada juga yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama
ahli hadits yang bersesuaian dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits,
inilah yang wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui apa yang terjadi
sebenarnya. Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat
penting untuk membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.
Sufyan
ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, "Sanad itu senjata kaum muslimin,
jika dia tidak memiliki senjata lalu apa yang dia pergunakan dalam
berperang" Perkataan ini diriwayatkan oleh al-Hâkim dalam kitab
al-Madkhal.
'Abdullah bin Mubârak rahimahullah mengatakan, "Sanad
ini termasuk bagian dari agama. kalau tidak ada isnad, maka siapapun
bisa berbicara semaunya." Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam Muqaddimah kitab Shahih beliau rahimahullah.
Di tempat yang
sama, Imam Muslim raimahullah juga membawakan perkataan Ibnu Sîrin,
"Dahulu, mereka tidak pernah bertanya tentang sanad. Ketika fitnah mulai
banyak, mereka mengatakan, "Sebutkanlah nama orang-orangmu yang
meriwayatkannya" !
KRONOLOGI TERBUNUHNYA HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA
Berkait
dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
mengatakan, "Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husain
Radhiyallahu 'anhu telah memberikan tambahan dusta yang sangat banyak,
sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa
pembunuhan terhadap 'Utsman Radhiyallahu 'anhu, sebagaimana mereka juga
memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin
mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai peperangan,
kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis tentang berita pembunuhan
Husain Radhiyallahu 'anhu, ada diantara mereka yang merupakan ahli ilmu
(ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi Dun-ya dan lain
sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang mereka bawakan ada
yang terputus sanadnya. Sedangkan yang membawakan cerita tentang
peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat banyak"[2]
Oleh karenanya, dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan sanadnya.
RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA
Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, no, 3748 :
حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي حُسَيْنُ
بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ
بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي
حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ
"Aku
diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan : aku
diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari
Muhammad dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan : Kepala
Husain dibawa dan didatangkan kepada 'Ubaidullah bin Ziyâd[3]. Kepala
itu ditaruh di bejana. Lalu 'Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan
pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas
Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang
yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."
Saat itu, Husain Radhiyallahu 'anhu disemir rambutnya dengan wasmah
(tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)"
Kisahnya,
Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma tinggal di Mekah bersama beberapa
Shahabat, seperti Ibnu 'Abbâs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu 'anhuma.
Ketika Muawiyah Radhiyallahu 'anhu meninggal dunia pada tahun 60 H, anak
beliau Yazîd bin Muâwiyah menggantikannya sebagai imam kaum muslimin
atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh pengikut
'Ali Radhiyallahu 'anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu 'anhuma
meminta beliau Radhiyallahu 'anhuma pindah ke Irak. Mereka berjanji
akan membai'at Husain Radhiyallahu 'anhuma sebagai khalifah karena
mereka tidak menginginkan Yazîd bin Muâwiyah menduduki jabatan Khalifah.
Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain
Radhiyallahu 'anhuma di Mekah mengajak beliau Radhiyallahu 'anhu
berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat
seperti Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhuma kerap kali menasehati Husain
Radhiyallahu 'anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah
Husain Radhiyallahu 'anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu,
dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu khawatir mereka
membunuh Husain juga disana. Husain Radhiyallahu 'anhuma mengatakan,
"Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat kesana".
.
Sebagian
riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu 'anhuma mengambil
keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya Muslim bin
'Aqil yang telah dibunuh di sana.
Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara
di pihak yang lain, 'Ubaidullah bi n Ziyâd diutus oleh Yazid bin
Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, 'Ubaidullah
dengan pasukannya berhadapan dengan Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama
keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini
sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain
Radhiyallahu 'anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu,
sementara orang-orang Irak yang membujuk Husain Radhiyallahu 'anhuma,
dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri
meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan
Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu 'anhuma
sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal
lalu dibawa kehadapan 'Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di
bejana.
Lalu 'Ubaidullah yang durhaka[4] ini kemudian
menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas
bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu 'anhum.
Anas Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Singkirkan pedangmu dari mulut itu,
karena aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mencium mulut itu!" Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan,
"Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah
sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal."
Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu 'anhu dinyatakan :
فَجَعَلَ يَقُوْلُ بِقَضِيْبٍ لَهُ فِي أَنْفِهِ
"Lalu 'Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu 'anhu".
Dalam riwayat ath-Thabrâni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'anhu :
فَجَعَلَ
قَضِيْبًا فِي يَدِهِ فِي عَيْنِهِ وَأَنْفِهِ فَقُلْتُ ارْفَعْ
قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ فَمَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي مَوْضِعِهِ
"Lalu dia mulai menusukkan pedang yang
di tangannya ke mata dan hidung Husain Radhiyallahu 'anhu. Aku (Zaid bin
Arqam) mengatakan, "Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut
Rasulullah (mencium) tempat itu".
Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu :
فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَلْثِمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ , قَالَ : " فَانْقَبَضَ
Aku
(Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, "Sungguh aku telah melihat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau
menaruh pedangmu itu." Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.
Demikianlah
kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh, kepala
beliau Radhiyallahu 'anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata,
hidung dan gigi beliau Radhiyallahu 'anhu ditusuk-tusuk dengan pedang.
Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang menyaksikan hal ini meminta kepada
'Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu, karena
mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa hormat
mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan alangkah
sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah Shallallahu 'aiahi wa
sallam, orang kesayangan beliau n dihinakan di depan mata mereka.
Dari
sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini
yang menyatakan bahwa kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma diarak sampai
diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain
Radhiyallahu 'anhuma dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan
tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang
dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid t saat itu sedang berada di Syam,
sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.
Syaikhul
Islam Taimiyyah rahimahullah mengatakan, "Dalam riwayat dengan sanad
yang majhul dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di hadapan
Yazid, kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma dibawa kehadapannya dan dialah
yang menusuk-nusuknya gigi Husain Radhiyallahu 'anhuma. Disamping dalam
cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa cerita ini
bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat yang menyaksikan
peristiwa penusukan ini tidak berada di Syam, akan tetapi di negeri
Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan oleh beberapa orang
menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan 'Ubaidullah untuk membunuh
Husain."[5]
Yazid rahimahullah sangat menyesalkan terjadinya
peristiwa menyedihkan itu. Karena Mu'awiyah berpesan agar berbuat baik
kepada kerabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, saat
mendengar kabar bahwa Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan
melaknat 'Ubaidullah. Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas
'Ubaidullah, sebagai wujud pembelaan terhadap Husain secara tegas.[6]
Jadi
memang benar, Husain Radhiyallahu 'anhuma dibunuh dan kepalanya
dipotong, tapi cerita tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan
kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya dhaif (lemah). Alangkah
banyak riwayat dhaif serta dusta seputar kejadian menyedihkan ini
sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas.
Kemudian
juga, kisah pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan
diberi tambahan-tambahan dusta. Tambahan-tambahan dusta ini bertujuan
untuk menimbulkan dan memunculkan fitnah perpecahan di tengah kaum
muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita dapatkan dalam
kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Minhâjus Sunnah
IV/517 dan 554, 556 :
- Ketika Hari pembunuhan terhadap Husain,
langit menurunkan hujan darah lalu menempel di pakaian dan tidak pernah
hilang dan langit nampak berwarna merah yang tidak pernah terlihat
sebelum itu.
- Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah penyembelihan Husain Radhiyallahu 'anhuma.
- Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebuah perkataan yang berbunyi :
هَؤُلَاءِ وَدِيْعَتِيْ عِنْدَكُمْ
Mereka ini adalah titipanku pada kalian, kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat :
"Katakanlah:"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan" [asy Syûrâ/42:23]
Riwayat
ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah rahimahullah
dengan mengatakan, "Apa masuk di akal, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menitipkan kepada makhluk padahal Allah Azza wa Jalla tempat
penitip yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang mereka anggap
diturunkan Allah Azza wa Jalla berkenaan dengan peristiwa pembunuhan
Husain Radhiyallahu 'anhuma, maka ini juga merupakan satu bentuk
kebohongan. Karena ayat ini terdapat dalam surat as-Syûrâ dan surat ini
Makkiyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini sebelum Ali
Radhiyallahu 'anhu dan Fathimah Radhiyallahu anha menikah.
HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA TERBUNUH SEBAGAI ORANG YANG TERZHALIMI DAN MATI SYAHID
Ini
merupakan keyakinan Ahlussunnah. Pendapat ini berada diantara dua
pendapat yang saling berlawanan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan,
"Tidak disangsikan lagi bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh
dalam keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain
Radhiyallahu 'anhuma merupakan tindakan maksiat kepada Allah Azza wa
Jalla dan rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari para pelaku
pembunuhan dan orang-orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain,
merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya. Husain Radhiyallahu
'anhuma berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat
ditinggikan".[7]
Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah
rahimahullah mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu
'anhuma tidak lebih besar daripada pembunuhan terhadap para rasul. Allah
Azza wa Jalla telah memberitahukan bahwa bani Israil telah membunuh
para nabi tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu
lebih besar dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu
pula pembunuhan terhadap 'Ali Radhiyallahu 'anhu (bapak Husain
Radhiyallahu 'anhuma) lebih besar dosa dan musibahnya, termasuk
pembunuhan terhadap 'Utsman juga Radhiyallahu 'anhu.
Ini
merupakan bantahan telak bagi kaum Syi'ah yang meratapi kematian Husain
Radhiyallahu 'anhuma, namun, tidak meratapi kematian para nabi . Padahal
pembunuhan yang dilakukan oleh bani Israil terhadap para nabi tanpa
alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga menunjukkan
bahwa mereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada Husain Radhiyallahu
'anhu.
Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai
hadits palsu. Misalnya, riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan, pembunuh Husain Radhiyallahu
'anhu akan berada di tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan
siksa setengah siksa penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat
dengan rantai dari api neraka, ditelungkupkan sampai masuk ke dasar
neraka dan dalam keadaan berbau busuk, penduduk neraka berlindung dari
bau busuk yang keluar dari orang tersebut dan dia kekal di dalamnya.
Syaikhul
Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah mengomentari riwayat ini dengan
mengatakan, "Hadits ini termasuk di antara riwayat yang berasal dari
para pendusta".
MENYIKAPI PERISTIWA KARBALA
Menyikapi
peristiwa wafatnya Husain Radhiyallahu 'anhuma, umat manusia terbagi
menjadi tiga golongan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, "Dalam
menyikapi peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma, manusia
terbagi menjadi tiga : dua golongan yang ekstrim dan satu berada di
tengah-tengah.
Golongan Pertama : Mengatakan bahwa pembunuhan
terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma itu merupakan tindakan benar.
Karena Husain Radhiyallahu 'anhuma ingin memecah belah kaum muslimin.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيْدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ
"Jika
ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian berada
dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah jama'ah kalian,
maka bunuhlah dia" [8]
Kelompok pertama ini mengatakan bahwa
Husain Radhiyallahu 'anhuma datang saat urusan kaum muslimin berada di
bawah satu pemimpin (yaitu Yazid bin Muawiyah) dan Husain Radhiyallahu
'anhuma hendak memecah belah umat.
Sebagian lagi mengatakan
bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma merupakan orang pertama yang
memberontak kepada penguasa.. Kelompok ini melampaui batas, sampai
berani menghinakan Husain Radhiyallahu 'anhuma. Inilah kelompok
'Ubaidullah bin Ziyâd, Hajjâj bin Yusûf dan lain-lain. Sedangkan Yazid
bin Muâwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun tidak menghukum
'Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.
Golongan
Kedua : Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhu adalah imam yang
wajib ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali dengan
perintahnya; tidak boleh melakukan shalat jama'ah kecuali di belakangnya
atau orang yang ditunjuknya, baik shalat lima waktu ataupun shalat
Jum'at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan idzinnya
dan lain sebagainya. [9]
Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul
di Irak. Hajjâj bin Yûsuf adalah pemimpin golongan pertama. Ia sangat
benci kepada Husain Radhiyallahu 'anhuma dan merupakan sosok yang
zhalim. Sementara kelompok kedua dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi 'Ubaid
yang mengaku mendapat wahyu dan sangat fanatik dengan Husain
Radhiyallahu 'anuhma. Orang inilah yang memerintahkan pasukannya agar
menyerang dan membunuh 'Ubaidullah bin Ziyad dan memenggal kepalanya.
Golongan
Ketiga : Yaitu Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak sejalan dengan
pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua.
Mereka mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam
keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal
Jama'ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.
Ahlussunnah
mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhuma bukanlah pemberontak. Sebab,
kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mau
memberontak, beliau Radhiyallahu 'anhuma bisa mengerahkan penduduk Mekah
dan sekitarnya yang sangat menghormati dan menghargai beliau
Radhiyallahu 'anhuma. Karena, saat beliau Radhiyallahu 'anhuma di Mekah,
kewibaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada
masa itu di Mekkah. Beliau Radhiyallahu 'anhuma seorang alim dan ahli
ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan menghormatinya. Karena
beliaulah Ahli Bait yang paling besar.
Jadi Husain Radhiyallahu
'anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh karena itu, ketika dalam
perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin 'Aqîl
dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu 'anhuma berniat untuk kembali ke
Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu 'anhuma ditahan dan dipaksa
oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan 'Ubaidullah bin
Ziyâd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu 'anhuma tewas terbunuh dalam
keadaan terzhalimi dan mati syahid.
SETAN MENYEBARKAN BID'AH
Syaikhul
Islam mengatakan[10], "Dengan sebab kematian Husain Radhiyallahu
'anhuma, setan memunculkan dua bid'ah di tengah manusia.
Pertama
: Bid'ah kesedihan dan ratapan para hari Asyûra (di negeri kita ini,
acara bid'ah ini sudah mulai diadakan-pen) seperi menampar-nampar,
berteriak, merobek-robek, sampai-sampai mencaci maki dan melaknat
generasi Salaf, memasukkan orang-orang yang tidak berdosa ke dalam
golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar
dimasukkan, padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil
dosa sedikit pun. Pihak yang berdosa adalah yang terlibat langsung kala
itu). Mereka sampai mereka berani mencaci Sâbiqûnal awwalûn. Kemudian
riwayat-riwayat tentang Husain Radhiyallahu 'anhuma dibacakan yang
kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah membuka
pintu fitnah (perpecahan) di tengah umat.
Kemudian Syaikhul Islam
rahimahullah juga mengatakan , "Di Kufah, saat itu terdapat kaum yang
senantiasa membela Husain Radhiyallahu 'anhuma yang dipimpin oleh
Mukhtâr bin Abi 'Ubaid al-Kadzdzâb (karena dia mengaku mendapatkan
wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu kaum yang membenci 'Ali dan
keturunan beliau Radhiyallahu 'anhum. Di antara kelompok ini adalah
Hajjâj bin Yûsuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits shahîh dijelaskan,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
سَيَكُوْنُ فِي ثَقِيْفٍ كَذَّابٌ وَمُبِيْرٌ
"Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak"
Orang
Syi'ah yang bernama Mukhtâr bin Abi 'Ubaid itulah sang pendusta .
Sedangkan sang perusak adalah al-Hajjaj. Yang pertama membuat bid'ah
kesedihan, sementara yang kedua membuat bid'ah kesenangan. Kelompok
kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa barangsiapa
melebihkan nafkah keluarganya pada hari 'Asyûra, maka Allah Azza wa
Jalla melonggarkan rezekinya selama setahun itu."
Juga hadits,
"barangsiapa memakai celak pada hari 'Asyûra, maka tidak akan mengalami
sakit mata pada tahun itu dan lain sebagainya.
Kedua : Bida'ah
yang kedua adalah bid'ah kesenangan pada hari Asyura : Karena itu, para
khatib yang sering membawakan riwayat ini - karena ketidaktahuannya
tentang ilmu riwayat atau sejarah - , sebenarnya secara tidak langsung,
masuk ke dalam kelompok al-Hajjâj, kelompok yang sangat membenci Husain
Radhiyallahu 'anhuma. Padahal wajib bagi kita meyakini bahwa Husain
Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid.
Dan wajib bagi kita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan tanpa
melampaui batas dan tanpa mengurangi haknya, tidak mengatakan Husain c
seorang imam yang ma'sum (terbebas dari semua kesalahan), tidak pula
mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain c itu adalah tindakan yang
benar. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma adalah tindakan
maksiat kepada Allah dan RasulNya.
Itulah sekilas mengenai
beberapa permasalahan yang berhubungan dengan peristiwa pembunuhan
Husain Radhiyallahu 'anhuma. Semoga bermanfaat dan memberikan
pencerahan. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menghindarkan
kita semua dari berbagai fitnah yang disebarkan oleh setan dan para
tentaranya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun
XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-761016]
________
Footnote
[1]. Syarhu al'Aqidah al-Wâsithiyyah Syaikh Sholeh al-Fauzan hal.198,
[2]. Minhâjus Sunnah (IV/556)
[3]. Komandan pasukan yang memerangi Husain, pada tahun 60-61 H di Irak di sebuah daerah yang bernama Karbala
[4]. Ia disebut orang durhaka, karena dia tidak diperintah untuk membunuh Husain Radhiyallahu 'anhuma, namun melakukannya.
[5]. Minhâjus Sunnah (IV/557)
[6]. Lihat Minhâjus Sunnah (V/557-558)
[7]. Minhâjus Sunnah (IV/550)
[8]. HR. Muslim, kitabul Imârah
[9]. Minhâjus Sunnah (IV/553)
[10]. IV/554
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.
Jumlah Pengunjung
Blog Archive
-
▼
2011
(1346)
-
▼
December
(135)
- Virus Sepilis Perusak Ayat Masuk ke Program Deradi...
- Akibat Tidak Berhukum dengan Hukum Allah, Terancam...
- Pentingnya Solidaritas Islami dan Menjaga Ukhuwah ...
- Kitab Syi'ah Melaknat dan Mengafirkan Abu Bakar, U...
- Resensi Buku: Akidah Dasar yang Wajib Diketahui Se...
- Merayakan Tahun Baru Sampai Meninggalkan Shalat
- Dilema Cinta Dalam Logika Asmara (Bag. 01)
- Mendekati Imam, Mendekati Surga
- Manusia yang Hidup Terus Setelah Matinya
- Terompet Tahun Baru
- Golongan Terbalik, Bermanis-manis dengan Kafirin, ...
- 3 Pertanyaan Kubur yang Menanti Kita
- Hukum Merayakan Tahun Baru
- Kamuflase Istilah Syariah
- Tragedi Aqidah: Terseret Arus Upacara Agama Lain
- Wahai Saudariku, Imanilah bahwa Jin itu Ada
- Ternyata Hari Jum’at itu Istimewa
- Meluruskan Penakwilan Hadits-Hadits Tentang Khawar...
- Pembagian Catatan Amal
- Saudariku, Jangan Gunakan Lisanmu untuk Melaknat!
- Jangan Bersedih
- Perayaan Natal Berasal dari Ritual Penyembahan Ber...
- Berita dari Dammaj: Syi’ah Rafidhoh Memang Luar Bi...
- Pengertian Ulama
- MUSUH DALAM SELIMUT
- Mengenal Hujan (Selesai)
- (BAGUS) CARA SETTING & TIPS AGAR BISA NGETIK ARAB ...
- Bolehkah shalat istikharah untuk orang lain ?
- Beberapa Tanda Tukang Sihir dan Dukun
- Mengenal Hujan (Bagian 2)
- Memakan Makanan Hari Raya Kafir
- Hukum Menerima Hadiah Natal
- Berdo’a di Antara Dua Khutbah Jum’at
- Hukum Mengambil Foto dengan Kamera
- Sejumlah Hujjah Larangan Ikut Perayaan Natal dan T...
- Bantahan terhadap Fatwa Qaradhawi yang Bolehkan Uc...
- Gereja Semakin Bermunculan, Masjid-Masjid Dihancur...
- Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan ...
- Istriku Bukan Bidadari, Tapi Aku Pun Bukan Malaikat
- Hukum Bulan Madu
- Adab Malam Pertama
- Mengapa penghuni surga minoritas wanita?
- (TANYA JAWAB) CARA MEMANDIKAN &MENGKAFANI JENAZAH ...
- Ini Dalilnya (9): Meluruskan Pemahaman Tentang Bid’ah
- Meraih Ampunan di Hari Jum’at
- Dzikir Setelah Shalat Dengan Suara Keras
- Ketinggalan shalat jum’at
- Akhir Zina adalah Penyesalan
- Berbagai Cara Mendengarkan Radio Rodja
- Sholat taubat
- Wanita Bekerja Di Luar Rumah
- Perbedaan Shalat Isyraq dan Shalat Dhuha
- Mengenal hujan (1)
- Hukum Jualan Televisi
- KIAT SYAR'I DALAM MENOLAK & MELAWAN SYIHIR
- Negara akan Digugat karena Banyaknya Perkosaan di ...
- Halalkah Bekicot dan Keong?
- Berita Ahlus Sunnah Di Negeri Yaman (21 – 28 Muhar...
- (FOTO & PETA) DARUL HADITS DAMMAJ,SHO’DAH (YAMAN) ...
- Suami jatuh Cinta pada Wanita Lain
- Taruhan dan Judi dalam Lomba
- Anak Lewat Depan Orang Sholat
- Hasbunallah wa Ni’mal Wakiil
- Suami Tidak Mampu Memimpin
- Problem Mencuri
- Panduan Tayamum (4), Permasalahan Seputar Tayamum
- Panduan Tayamum (3), Tata Cara Tayamum Praktis
- Kaidah Kaidah Penting Untuk Memahami Asma dan Sifa...
- Hukum Cek Medical Untuk Mengetahui Jenis Kelamin J...
- Kiat Meningkatkan Iman
- Dana Sosial Karyawan
- Hadiah Bersyarat
- Sesama Liberal kok Nyuruh Tobat
- 47 “Jurus Mabok” Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj
- Hukum mengucapkan salam kepada orang kafir
- Berdzikirlah Sebelum Hubungan Intim
- Sunnah-nya Menyembunyikan Amalan
- Fatwa MUI, Seputar Perayaan Natal
- SIKAP SEORANG MUSLIM TERHADAP HARI RAYA ORANG KAFIR
- Apa Tidak Ada Seorang Muslimah Sehingga Engkau Mem...
- Khutbah Shalat Gerhana Syaikh Sholeh Al Fauzan
- Warisan Untuk 1 Istri dan 1 Anak
- Perayaan Menyambut Jamaah Haji
- Cenderung Cinta Padanya
- Nasehat DR Said Aqiel Siradj, MA untuk Ketua PBNU ...
- Tata Cara Shalat Gerhana
- SHALAT GERHANA BULAN DAN GERHANA MATAHARI
- Tidak ada Salafnya
- Plagiator dan Kejahatan Intelektual
- Istirahat Yang Berpahala di Akherat
- Ini Dalilnya (19): Bolehkah Ngalap Berkah pada Sel...
- Apa yang Dimaksud Boros?
- (RAHASIA WANITA TERCANTIK DI DUNIA) TIPS MENJADI I...
- Apa yang Bisa Membuat MURTAD?
- MENGENDALIKAN RASA CEMBURU DALAM RUMAH TANGGA
- Suap Yang Halal
- Cara berinteraksi dengan orang Nashrani
- Kisah Taubatnya Tiga Wanita Syi’ah
- Hukum Mengkhususkan Bulan Muharram Untuk Menyantun...
- Tayamum di Kursi Kendaraan
-
▼
December
(135)