Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Qunut secara bahasa memiliki beberapa makna, diantaranya,
1. Tunduk dan taat
1. Tunduk dan taat
Allah berfirman,
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ
“Hanya milik Allah segala yang ada di langit dan di bumi, semuanya kunut (tunduk) kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 116).
2. Ibadah shalat
Allah berfirman,
يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Hai Maryam, lakukanlah kunut (shalatlah), sujudlah, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Ali Imran: 43)
3. Diam dan tenangAllah berfirman,
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Berdirilah menghadap Allah (shalat) dengan tenang.” (QS. Al-baqara: 238)Zaid bin Arqam mengatakan, “Dulu kamu mengobrol ketika shalat, sampai turun ayat ini, dan kami diperintahkan untuk diam, dan kami dilarang bicara.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Berdiri lama ketika shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ طُولُ الْقُنُوتِ
Shalat yang paling utama adalah yang panjang qunutnya (berdirinya). (HR. Muslim).
An-Nawawi mengatakan,
المراد بالقنوت هنا القيام باتفاق العلماء فيما علمت
Yang dimaksud qunut adalah lama berdiri ketika shalat berdasarkan sepakat ulama, yang saya ketahui. (Syarh Shahih Muslim, 6/35)
Dan seperti inilah yang dipahami Ibnu Umar. Beliau pernah ditanya tentang makna qunut. Jawab beliau,
ما أعرف القنوت إلا طول القيام
“Saya tidak mengetahui makna qunut, selain memanjangkan bacaan ketika shalat.”
Kemudian Ibnu Umar membaca firman Allah:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا
(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri.. (QS. Az-Zumar: 9)Doa Kunut
Doa kunut yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa kunut yang dibaca ketika shalat witir. Ini berdasarkan hadis shahih dari cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
عن
الْحَسَن بْن عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قال : عَلَّمَنِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي
قُنُوتِ الْوِتْرِ : ( اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِي
فِيمَنْ عَافَيْتَ ، …)
Hasan bin Ali mengatakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengajariku beberapa kalimat doa yang hendaknya aku ucapkan ketika
kunut witir: ‘Allahummahdinii fiiman hadaiit, wa ‘aafinii fiiman
‘aafaiit,….dst.’ (HR. Nasa’i 1746, Abu Daud 1425, Turmudzi 464, dan
dishahihkan Al-Albani. Syuaib Al-Arnauth menilai doa ini sanadnya
shahih).
Berikut teks doa kunut:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ،
وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ،
وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ
تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ،
وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
ALLAHUMMAH-DINII FII-MAN HADAIIT,
WA ‘AAFINII FII MAN ‘AAFAIIT, WA TAWALLA-NII FII MAN TAWALLAIIT WA
BAARIK LII FII MAA A’-THAIIT, WA QINII SYARRA MAA QADHAIIT, INNAKA
TAQDHII WA LAA YUQDHAA ‘ALAIIK, WA INNAHUU LAA YADZILLU MAW-WAA-LAIIT,
WA LAA YA’IZZU MAN ‘AADAIIT, TABAARAK-TA RABBANAA WA TA’AALAIIT
dalam riwayat Ibnu Mandah dalam At-Tauhid terdapat tambahan yang statusnya hasan,
وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ
WA LAA MANJAA MINKA ILLA ILAIIK
Penjelasan Doa Kunut
[اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ]
Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk.
Di awal doa kunut kita memohon
kepada Allah petunjuk. Petunjuk berupa ilmu yang manfaat dan amal
shaleh. Ilmu yang bisa membimbing kita untuk memahami benar dan salah,
bisa membedakan antara jalan lurus dan kesesatan, berikut semangat untuk
mengamalkan mengikuti kebenaran.
“sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk”
Kalimat ini sejatinya adalah
kalimat tawasul. Kita menyebutkan kenikmatan hidayah yang telah Allah
berikan kepada orang lain. Kita memohon hidayah kepada Allah,
sebagaimana Allah telah memberikan hidayah kepada hamba-Nya yang lain.
Semacam ini yang sering
diistilahkan dengan tawassul bi fi’lillah, tawasul dengan perbuatan
Allah, yaitu memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Tawasul semacam ini juga kita lakukan ketika kita membaca shalawat saat
tasyahud,
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد، كما صليت على إبراهيم
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim…”
[وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ]
“berilah aku keselamatan, sebagaimana orang yang telah Engkau beri keselamatan”
Selanjutnya kita memohon keselamatan dari semua penyakit, penyakit badan maupun penyakit hati. Penyakit hati ada 2:
a. Syahwat: semua keinginan untuk
menyimpang dari kebenaran karena dorongan hawa nafsu. Baik karena
motivasi harta, tahta, maupun wanita. Dan bukan termasuk penyakit
syahwat ketika ada orang yang menyalurkan hasrat biologisnya pada jalur
yang halal.
b. Syubhat: semua pemikiran sesat yang masih bercokol di benak
seseorang, sehingga menghalangi dirinya untuk memilih jalan kebenaran.
[وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ]
Jadilah wali bagiku, sebagaimana Engkau telah menjadi wali bagi hamba-Mu yang Engkau kehendaki.
Wali adalah kekasih yang akan
menjadi pelindung, penolong, memperhatikan keadaan orang yang Dia
kasihi. Ketika Allah menjadi wali yang istimewa bagi seorang hamba, maka
Allah akan sangat memperhatikan si hamba ini, mengarahkannya ke jalan
yang lurus, menyelamatkannya dari segala ujian dunia dan akhirat.
Allah berfirman,
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka
dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang
kafir, pelindung-pelindungnya ialah thagut (setan), yang mengeluarkan
mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). (QS. Al-Baqarah:
257)
[وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ]
Berkahilah untukku terhadap apa yang telah Engkau berikan kepadaku
Berkah berasal dari kata birkah
[arab: بركة] : tempat luas yang menampung air. Dari asal kata ini, para
ulama mengatakan, berkah adalah kebaikan yang banyak dan bersifat
terus-menerus.
Kita memohon kepada Allah agar
memberikan kebaikan yang banyak dan berlimpah, dalam nikmat yang telah
Dia berikan kepada kita. Karena sedikit yang berkah, jauh lebih baik
dari pada banyak, namun tidak berkah.
Ketika seseorang tidak diberkahi
hartanya, dia tidak bisa mendapatkan banyak kebaikan dan manfaat dari
hartanya. Kita jumpai ada orang yang hartanya banyak, namun dia terjerat
kasus hukum, tidak bahagia bersama keluarga, selalu merasa kurang,
habis di tangan anaknya, habis hanya untuk jajan dan jajan. Itu contoh
harta yang tidak berkah.
Demikian pula orang yang tidak
diberkahi ilmunya. Sekalipun ilmunya banyak, dia tetap saja seperti
orang bodoh. Tidak ada pengaruh ilmu yang dia pelajari. Beberapa kiyai
yang sudah mengkhatamkan berbagai buku, namun akhlaknya, ibadahnya,
kepribadiannya, tidak jauh berbeda dengan preman.
[وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ]
Lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan
Terkait takdir, ada 2 hal yang perlu dibedakan: (a) Ketetapan Allah dan (b) Sesuatu yang Allah tetapkan.
Ketetapan Allah selalu baik.
Karena ketetapan Allah hanya berputar pada dua prinsip: Keadilan atau
karunia. Berbeda dengan sesuatu yang Allah takdirkan. Ada yang baik dan
yang buruk.
Semua takdir baik, seperti
ditakdirkan menjadi orang mukmin, dilapangkan rizkinya, diberi rasa
aman, bagian dari karunia Allah. Sebaliknya, keadaan buruk yang Allah
tetapkan, sejatinya bagian dari keadilan Allah.
[إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ]
Sesungguhnya Engkau yang menetapkan dan tidak ada yang menjatuhkan ketetapan untuk-Mu
Allahlah satu-satunya Dzat yang
menetapkan segala sesuatu. Karena Dia pemilik kekuasaan yang sempurna.
Tidak ada yang memaksa Allah untuk menetapkan takdir, tidak pula ada
seorangpun yang menjatuhkan keputusan untuk Allah. Karena itulah, dalam
urusan takdir, kita tidak boleh bertanya-tanya, mengapa Allah menetapkan
takdir demikian, apa alasan Allah menciptakan setan yang hanya bisa
merusak.. dst. Allah tegaskan dalam Al-Quran,
لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia tidak ditanya terhadap apa yang Dia lakukan, namun merekalah yang ditanya (atas perbuatan yang mereka lakukan).” (QS. Al-Anbiya: 23)
[وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ]
Sesungguhnya tidak akan terhina orang Engkau jadikan wali-Mu.
Di atas kita telah memohon kepada
Allah, agar Dia menjadi wali kita. Bagian ini kita memuji-Nya, bahwa
tidak akan terhina orang Engkau jadikan wali-Mu.
Dalam doa ini pula kita diajari
bahwa kita hanya akan mencari kemuliaan dari Allah, dengan berusaha
menjadi wali-Nya, dan tidak menjadi musuh-Nya.
Siapakah wali Allah?Allah tegaskan dalam Al-Quran,
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ* الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. ( – )
(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus: 62 – 63)Syaikhul Islam mengatakan,
من كان مؤمناً تقياً، كان لله ولياً
“Siapa saja yang beriman dan bertaqwa maka dia menjadi wali Allah.”Beriman dalam hatinya dan menampakkan pengaruh imannya dalam tingkah lakunya.
Ada orang yang jarang shalat,
suka nenepi di kuburan, gua-gua, rogo sukmo, sampai bisa mengobati dan
membuka praktek pengobatan alternatif, kemudian dia ngaku wali. Kita
benarkan pengakuannya ini, dan kita nyatakan dia wali setan dan bukan
wali Allah. Dia bisa mengobati karena dibantu setan.
[وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ]
Tidak akan mulia orang yang menjadi musuh-Mu.
Siapapun yang menjadi musuh Allah, dia tidak akan mulia di dunia dan akhirat. Dia hanya mendapatkan kehinaan dan kerugian.
مَنْ كَانَ عَدُوّاً لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ
Barang
siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya,
Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang
kafir. (QS. Al-Baqarah: 98)
Ayat ini menunjukkan bahwa semua
orang kafir adalah musuh Allah, dan semua orang kafir berada di posisi
terhina. Namun sayang, banyak orang muslim yang silau dengan prestasi
dunia mereka. Sehingga mereka memandang orang kafir sebagai orang hebat,
layak ditiru peradabannya.
Karena alasan inilah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kita untuk memanggil orang kafir dengan panggilan kehormatan,
dengan panggilan sanjungan, atau yang semakna dengan itu. Beliau
bersabda,
لَا تَقُولُوا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدٌ، فَإِنَّهُ إِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ
‘Jangan kalian menyebut orang munafik: Sayid (tuan), karena jika memang dia tuan, kalian telah membuat marah Rab kalian.’ (HR. Ahmad 22939 dan Abu Daud 4977 dan perawiya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
[تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ]
Maha Mulia Engkau wahai Rab kami, dan Maha Tinggi.
Di penghujung doa kunut, kita memuji Allah Ta’ala dengan dua sifatnya yang mulia,
a. Sifat ‘Tabaruk’,
artinya kita mangkui bahwa Allah-lah ahlul barakah (sumber berkah).
Tabaarakta berarti Engkau ya Allah adalah Dzat yang banyak kebaikannya,
sangat luas dan menyeluruh kebaikannya, mencakup seluruh makhluk
b. Sifat ‘Al-Uluw’; Maha Tinggi. Allah Maha Tinggi Dzat-Nya dan sifat-Nya.
Maha Tinggi Dzat-Nya, artinya
Dzat Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya, dan terpisah dengan
seluruh makhluk-Nya. Karena Allah tersucikan dari keadaan menyatu dengan
makhluk-Nya.
Maha Tinggi sifat-Nya, artinya
Allah memiliki sifat-sifat yang sangat mulia. Sifatnya berada di puncak
kemuliaan. Tidak ada satupun yang kurang maupun yang cacat pada sifat
Allah.
[Disadur dari Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 14/88 – 96].
[وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ]
Tidak ada tempat selamat dari (hukuman-Mu), kecuali dengan bersandar kepada-Mu
Selanjutnya kita juga memuji
Allah, mengakui betapa Maha Kuasanya Allah. Tidak ada satupun
makhluk-Nya yang bisa selamat dari hukuman-Nya atau ujian-Nya, kecuali
mereka yang bersandar kepada Allah.
Dianjurkan Bershalawat Ketika Mengakhiri Kunut
Dianjurkan untuk membaca shalawat
ketika mengakhiri doa kunut. Karena demikianlah yang menjadi kebiasaan
para sahabat di masa silam.
Al-Albani mengatakan,
قد ثبت
في حديث إمامة أبي بن كعب الناس في قيام رمضان أنه كان يصلي على النبي صلى
الله عليه وسلم في آخر القنوت و ذلك في عهد عمر رضي الله عنه رواه ابن
خزيمة في صحيحه
Terdapat hadis yang shahih bahwa
Ubay bin Ka’ab mengimami para sahabat ketika taraweh ramadhan. Dan
beliau membaca shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di
akhir doa kunut. Dan itu terjadi di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu
‘anhu. Hadis ini diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya.
(Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 3/170)
Oleh ustadz Ammi Nur Bait (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer