Penguasa Membela Perzinaan?[1]
Oleh Hartono Ahmad Jaiz
- Zina ghoiru muhshon (belum pernah nikah) hukumannya didera 100 kali dan dibuang selama setahun.
- Zina muhshon (sudah pernah nikah) hukumannya dirajam (dilempari batu) sampai mati.
- Liwath (homoseks atau lesbian, bersetubuh melalui lubang dubur yang bukan suami isteri) hukumannya dirajam sampai mati, tanpa membedakan muhshon atau ghoiru muhshon.
- Orang yang berzina dengan mahramnya (orang yang haram dinikahi seperti ibunya, isteri ayahnya, saudarinya, bibinya, anak kandungnya, cucunya dan sebagainya) maka hukumannyaadalah hukum bunuh, baik dia sudah pernah menikah maupun belum.
- Menyetubuhi binatang maka kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bunuhlah dia dan bunuh pula binatangnya.
Allah Ta’ala berfirman:
سُورَةٌ أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا
وَأَنْزَلْنَا فِيهَا ءَايَاتٍ بَيِّنَاتٍ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ(1)الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ
اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ(2)الزَّانِي لَا
يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا
إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ(3)
(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan, dan Kami wajibkan
(menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan
2. di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatnya.
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya, mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat;
7. dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
Laki-laki yang berzina tidak akan mengawini melainkan perem
puan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak akan mengawininya melainkan laki-laki yang
10. berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang yang mukmin. (QS An-Nur/ 24:1,2,3).
Penjelasan
1. Al-Qurthubi berkata: Keutamaan surah ini mengandung hukum-
hukum menjaga kehormatan diri dan nama baik (keluarga). Umar ra pernah mengirim surat kepada penduduk Kufah:
علموا نساءكم سورة النور
`Ajarkanlah kepada perempuan-perempuanmu surah an-Nur.` Aisyah ra (juga) pernah berkata:
لاتنزلوا النساء الغرف ولاتعلموهن الكتابة وعلموهن سورة النور والغزل
Janganlah kamu tempatkan perempuan-perempuan di dalam kamar-
kamar saja dan tidak kalian ajari menulis, ajarilah mereka surah an-Nur dan (ajari) menenun.[2]
2. Pada ayat kedua, Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang
yang berzina, baik perempuan maupun laki-laki yang sudah aqil
baligh, merdeka dan ghoiru muhshon (belum pernah nikah), wajib
didera seratus kali, dera (jilid/ cambukan/ pukulan) sebagai hukuman atas dosa dan maksiat yang telah diperbuatnya itu.
Yang dimaksud dengan muhshon ialah perempuan yang pernah
mempunyai suami yang sah, atau laki-laki yang pernah mempunyai isteri yang sah. (Yang belum pernah menikah disebut ghoiru muhshon).
Bagi orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT dan hari akhirat, tidak dibenarkan bahkan dilarang
menaruh belas kasihan kepada pelanggar-pelanggar hukum itu, yang
mengakibatkan tidak Menjalankan ketentuan yang telah jelas digariskan
di dalam Agama Allah bagi pelanggar-pelanggar (pezina) tersebut.
Di dalam menegakkan hukum, cukuplah jadi contoh
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah bersabda:
وَايْمُ اللَّهِ لَوْ سَرَقَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Demi Allah, seandainya Fatimah
binti Muhammad mencuri, pasti saya potong tangannya. (HR An-Nasa’i
).
Departemen Agama Republik Indonesia
memuat hukuman rajam bagi pezina muhshon (yang sudah pernah nikah dan
hubungan badan suami isteri) di dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya. Kitab Tafsir resmi Depag (kini Kemenag- Kementerian Agama) itu menegaskan:
Hukuman dera hendaklah dilaksanakan oleh yang berwajib dan
dilakukan di tempat umum, sehingga dapat disaksikan oleh orang-
orang banyak, dengan maksud supaya orang-orang yang menyaksikan
pelaksanaan hukuman dera itu mendapat pelajaran, sehingga mereka
benar-benar dapat menahan dirinya dari berbuat zina.
Adapun pezina-pezina muhshon, baik perempuan maupun laki-laki,
hukumannya ialah dilempar dengan batu sampai mati, yang menurut istilah di dalam Agama kita Islam dinamakan “rajam”.
Juga hukuman rajam ini dilaksanakan oleh yang berwajib di tempat
umum yang dapat disaksikan oleh orang banyak. Hukum rajam itu
didasarkan atas sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mutawatir.
Diriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Ali,
Jabir bin Abdillah, Abu Said Al-Khudri, Zaid bin Khalid dan Buraidah
Al-Aslamy, bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Maa’iz, telah
dijatuhi hukuman rajam atas pengakuannya sendiri bahwa ia berzina,
begitu pula dua orang perempuan dari Bani Lakhm dan bani Ghamid telah
dijatuhi hukuman rajam, atas pengakuan keduanya bahwa dia berzina.
Hukuman itu dilakukan di hadapan umum. Beginilah hukuman perbuatan zina
di dunia. (lihat Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama RI, 1985/ 1986, juz 18,
hal 730-731).
Di dalam Hadits, Allah berfirman:
الشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوهُمَا الْبَتَّةَ نَكَالًا مِنْ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ. (أحمد )
Orang laki-laki tua dan orang perempuan tua apabila berzina,
rajamlah oleh kamu sekalian mereka itu sampai mati sebagai suatu
siksaan dari Allah, sedang Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(HR Ahmad).
Hukuman zina
Lelaki zina yang belum pernah menikah (ghoiru muhshon) didera 100
kali dan dibuang selama setahun. Sedang perempuan zina ghoiru
muhshon (belum pernah nikah) cukup didera 100 kali tanpa diusir
dari negerinya, karena akan mengakibatkan kerusakan bagi drinya, menurut Abu Bakar J
abir Al-Jazairi dalam kitabnya, Minhajul Muslim.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera. (QS An-Nur/ 24:2).
Perkataan Ibnu Umar:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ وَغَرَّبَ وَأَنَّ
أَبَا بَكْرٍ ضَرَبَ وَغَرَّبَ وَأَنَّ عُمَرَ ضَرَبَ وَغَرَّبَ .
(الترمذي)
Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendera dan membuangnya. Abu Bakar
telah mendera dan membuangnya. Dan Umar pun mendera dan membuang
nya. (HR At-Tirmidzi)
Jika pelaku zina itu budak (hamba sahaya), maka didera 50
kali, tetapi tidak dibuang.
Jika pelaku zina itu lelaki atau perempuan muhshon (telah
pernah menikah secara sah dan bersetubuh, lalu melakukan zina)
maka dirajam yaitu dilempari batu sampai mati.
Nabi pernah merajam wanita Ghamidiyyah dan Ma’iz serta pernah
merajam dua orang Yahudi. (dalam Hadits shahih). (Lihat Abu Bakar J
abir Al-Jazairi, Minhajul Muslim, Darul Fikr, halaman 434).
Anggota badan yang dipukul/ didera
Ulama sepakat bahwa anggota badan yang harus dijauhkan dari
pukulan adalah wajah, aurat (kemaluan) dan tempat-tempat yang
membahayakan jiwa apabila terkena pukulan. Ibnu Athiyah meriway
atkan bahwa hal ini telah disepakati oleh ulama tetapi mereka
masih berbeda pendapat tentang anggota selain itu.
Seyogyanya orang yang didera itu
dilepaskan pakaiannya dan dipukul dalam keadaan berdiri, kecuali
hukuman menuduh zina (didera 80 kali) maka waktu dipukul tanpa
dilepaskan pakaiannya dan tanpa dibuang kapas atau bulu yang ada di
pakaiannya. Sedang
perempuan harus dibiarkan pakaiannya dan dipukul dalam keadaan
duduk. Dalilnya yaitu riwayat tentang pelaksanaan rajam oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang-orang Yahudi, di mana dalam hadits itu rawinya
berkata: Aku lihat yang laki-laki condong kepada yang perempuan
untuk melindunginya dari lemparan batu. Ini menunjukkan bahwa
yang laki-laki berdiri sedang yang perempuan duduk. _Wallahu
a’lam_. (As-Shobuni, Tafsir Ayat Ahkam, II, 104/ terjemahan).
Cara merajam
Kalau yang dirajam itu lelaki maka
dikenai had (hukuman) rajam, dia berdiri tidak diikat dan tidak digali
lubang untuknya, baik ketetapan zinanya itu dengan bukti ataupun dengan
pengakuan. Ini tempat kesepakatan antara para fuqoha’ (ahli fiqih).
Adapun perempuan maka digali lubang untuknya sampai dadanya ketika
dirajam, apabila ketetapan zinanya itu dengan bukti; agar tidak terbuka
auratnya. Imam Ahmad berkata dalam satu riwayat, tidak digali lubang
untuknya, seperti laki-laki (juga). Orang yang berhak dirajam itu
dikeluarkan ke bumi terbuka, dan saksi-saksi memulai merajamnya, bila
ketetapan zinanya itu karena saksi, sebagai sunnah menurut Jumhur Ulama,
dan wajib menurut Hanafiyah. Imam hadir di sisi perajaman sebagaimana
sekumpulan lelaki muslimin hadir. Dia dirajam (dilempari) dengan batu
yang sedang.[3]
Sementara itu Al-Jazairi menjelaskan:
Yaitu dengan cara digali lubang ke dalam tanah sampai dengan dadanya.
Lalu ia dimasukkan ke lubang itu, dan dilempari (batu) sampai mati, di
hadapan imam atau wakilnya dan jama’ah kaum Muslimin, paling sedikit
berjumlah 4 orang. Berlandaskan surat An-Nur ayat 2. Wanita yang
berzina muhshon (sudah pernah menikah sah dan bersetubuh, lalu ia
berzina) maka diberi hukuman sama dengan laki-laki (dirajam sampai
mati pula), hanya saja ia tetap berpak aian, agar jangan sampai
terbuka. (Abu Bakar J
abir _Minahjul Muslim_, hal 435).
Adapun yang berzina ghoiru muhson (belum pernah nikah) maka
didera 100 kali dan pezina lelaki setelah didera 100 kali lalu
dibuang setahun seperti tersebut di atas.
Penuduh zina yang tidak
bisa mendatangkan 4 saksi maka didera 80 kali. Peminum khamr
didera 80 kali, tetapi Umar pernah mendera peminum khamr 100 kali
karena di bulan Ramadhan, tambahan yang 20 kali itu karena Ramad
han tersebut. Hingga kalau peminum khamr itu merajalela, bisa
ditambah pula jumlah dera-nya. (lihat As-Shobuni, Tafsir ayat
Ahkam).
Orang yang melakukan liwath (homoseks atau lesbian, bersetubuh
melalui lubang dubur yang bukan suami isteri) hukumannya dirajam
sampai mati, tanpa membedakan muhshon atau ghoiru muhshon. Rasu
lullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله
عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مَنْ وَجَدْتُمُوهُ
يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ ,
وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا
الْبَهِيمَةَ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَرِجَالُهُ مُوَثَّقُونَ
, إلَّا أَنَّ فِيهِ اخْتِلَافًا .
Barangsiapa di antara kalian menemukan orang yang melakukan
perbuatan kaum Luth (homoseks), maka bunuhlah (kedua-duanya)
pelaku dan yang diperlakukan homoskes. Dan barangsiapa kalian temukan dia menyetubuhi binatang maka bunuhlah dia dan bunuh pula binatangnya. (HR Imam Ahmad dan empat Imam, rijalnya tsiqot/ terpercaya, hanya saja ada ikhtilaf, perbedaan pendapat/ Subulus Salam, juz 2
).
Orang yang berzina dengan mahramnya (orang
yang haram dinikahi seperti ibunya, isteri ayahnya, saudarinya,
bibinya, anak kandungnya, cucunya dan sebagainya) maka hukumannya adalah hukum bunuh, baik dia sudah pernah menikah maupun belum. Sedang kalau menikahi mahramnya maka hukumnya dibunuh dan diambil hartanya.
عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْبَرَاءِ
عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَقِيتُ عَمِّي وَمَعَهُ رَايَةٌ فَقُلْتُ لَهُ أَيْنَ
تُرِيدُ قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَى رَجُلٍ نَكَحَ امْرَأَةَ أَبِيهِ فَأَمَرَنِي أَنْ
أَضْرِبَ عُنُقَهُ وَآخُذَ مَالَهُ
Dari Yazid Ibnul Bara dari Bapaknya
ia berkata, “Aku pernah bertemu dengan pamanku yang ketika itu sedang
membawa bendera. Aku lalu bertanya kepadanya, “Mau kemana engkau akan
pergi?” ia menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutusku
untuk mendatangi seorang laki-laki yang menikahi isteri bapaknya,
beliau memerintahkan kepadaku untuk memenggal lehernya dan mengambil
hartanya.”(HR Abu Dawud 3865, An-Nasaai, At-Tirmidzi 1373 dan Ibnu Majah 2607, tanpa lafalوَآخُذَ مَالَهُdan mengambil hartanya).
Jenis-jenis mahram
Mahram adalah wanita yang haram
dinikahi. Di Indonesia salah sebut hingga sering disebutnya muhrim,
padahal muhrim artinya orang yang ihram (untuk haji atau umrah). Jadi
sebutan yang benar bagi wanita yang haram dinikahi itu adalah mahram, bukan muhrim.
Mahram (wanita yang haram dinikahi) berdasarkan Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 22, 23, 24.
Mahram terbagi dua, mahram mu’abbad (selamanya), dan muaqqat (dalam batas waktu tertentu).
Mahram mu’abbad terbagi 3: karena keturunan/ nasab, karena mushaharah atau hubungan pernikahan, dan karena susuan.
Mahram dari jalur nasab (keturunan) ada 7:
1.Ibu dan seterusnya ke atas
2. anak perempuan dan seterusnya ke bawah
3. saudara perempuan
4. bibi dari pihak ayah
5. bibi dari pihak ibu
6. anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)
7. dan anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan).
Mahram (haram dinikahi) karena factor sesusuan (rodho’ah). Sesusuan yang diharamkan nikah adalah susuan yang dilakukan lima kali atau lebih sebelum bayi berumur lebih dari dua tahun.
Hal
(pernikahan) yang diharamkan karena factor hubungan sesusuan sama dengan
yang diharamkan karena factor nasab/ keturunan. Sehingga setiap
perempuan yang haram dinikahi karena factor nasab (7 jenis tersebut di
atas), sama juga halnya haram karena factor sesusuan. Kecuali ibu
saudara laki-lakinya dan saudara perempuan anak laki-lakinya sesusuan tidak diharamkan.
Larangan itu karena ada firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan.” (QS An-Nisaa’: 23).
Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الرَّضَاعَةَ تُحَرِّمُ ما يَحْرُمُ مِنَ الوِلادَةِ )هَذَا حَدِيث مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ(
Sesungguhnya susuan itu mengharamkan apa yang haram karena kelahiran. (Muttafaq ‘alaih).
Dengan demikian kedudukan murdhi’ah
(wanita yang menysui) seperti kedudukan sang ibu, sehingga ia menjadi
haram (nikah) bagi anak susuannya. Demikian juga setiap perempuan yang
diharamkan bagi anak untuk dinikahi dari pihak ibu secara nasab. Oleh
karena itu, anak susuan haram menikah dengan:
1. Murdhi’ah (wanita yang menyusuinya).
2. ibu dari murdhi’ah
3. ibu dari suami murdhi’ah
4. saudara perempuan murdhi’ah
5. saudara perempuan dari suami murdhi’ah
6. anak perempuan dari anaknya murdhi’ah (cucu murdhi’ah) dan anak perempuan dari cucunya murdhi’ah.
7. saudara perempuan sepersusuan. (Abdul
Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil
‘Aziz, Dar Ebn Ragb, Egypt, cetakan 3 1421H/ 2001 halaman 293-294).
Jumlah penyusuan yang menjadikan haram dinilakhi:
{ لَا تُحَرِّمُ الْمَصَّةُ وَالْمَصَّتَانِ } أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .
Sekali dan dua kali isapan itu tidak menjadikan mahram (HR Muslim).
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا
قَالَتْ كَانَ فِيمَا أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْآنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ
مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ
فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُنَّ
فِيمَا يُقْرَأُ مِنْ الْقُرْآنِ
Dari ‘Aisyah dia berkata: “Dahulu
dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah
sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima
kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat,
dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu.” (HR Muslim – 2634)
Sebelum lebih dari umur dua tahun.
Penyusuan yang menjadikan mahram adalah dalam umur dua tahun. Firman Allah Ta’ala:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ [البقرة/233]
233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS Al-Baqarah: 233).
Dalam hadits dijelasan:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُحَرِّمُ مِنْ الرِّضَاعَةِ إِلَّا مَا
فَتَقَ الْأَمْعَاءَ فِي الثَّدْيِ وَكَانَ قَبْلَ الْفِطَامِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ
الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَغَيْرِهِمْ أَنَّ الرَّضَاعَةَ لَا تُحَرِّمُ إِلَّا مَا كَانَ دُونَ
الْحَوْلَيْنِ وَمَا كَانَ بَعْدَ الْحَوْلَيْنِ الْكَامِلَيْنِ فَإِنَّهُ
لَا يُحَرِّمُ شَيْئًا وَفَاطِمَةُ بِنْتُ الْمُنْذِرِ بْنِ الزُّبَيْرِ
بْنِ الْعَوَّامِ وَهِيَ امْرَأَةُ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ
Dari Umu Salamah berkata; Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Persusuan tidak bisa menjadikan
mahram, kecuali (susuan) yang mengenyangkan dan terjadi sebelum
disapih.” (HR At-Tirmidzi – 1072) Abu Isa –At-Tirmidzi– berkata;
“Ini merupakan hadits hasan sahih dan diamalkan para ulama dari kalangan
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang lainnya; bahwa
persusuan tidak menjadikan mahram kecuali pada bayi di bawah dua tahun.
Jika telah berlangsung waktu dua tahun, tidak menjadikan mahram.
Fathimah binti Al Mundzir bin Zubair bin ‘Awwam adalah istri Hisyam bin
‘Urwah.”
Mahram karena mushaharah (besanan, hubungan pernikahan) ada 4:
1. Ibu dari isteri, begitu sudah ada akad dengan isteri, walau belum berhubungan badan, sudah langsung ibu isteri itu jadi mahram.
2. anak perempuan dari
isteri yang sudah digauli. Bila isteri belum digauli walau sudah akad,
kemudian cerai atau meninggal maka anak perempuannya bukan mahram, jadi
boleh dinikahi.
وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي
حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ
تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ [النساء/23]
anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak
berdosa kamu mengawininya (QS An-Nisaa’: 23).
3. Isteri anak, ia
langsung haram dinikahi (oleh mertua) bila telah ada akad dengan anak
(walau belum digauli kemudian anak cerai atau meninggal).
4. Isteri ayah,
langsung haram dinikahi oleh anak bila sudah ada akad nikah dengan bapak
(walau belum digauli kemudian cerai atau bapak meninggal).
Wanita-wanita yang diharamkan sementara
1. Haram menikahi dengan menggabungkan
dua perempuan sesaudara (dalam waktu bersama). Juga haram menggabungkan
seorang perempuan dengan bibinya (dari ayah ataupun ibu) baik senasab
maupun sesusuan. Namun bila salah satunya meninggal atau dicerai maka
menjadi halal.
2. perempuan dalam masa ‘iddah (masa tunggu karena cerai ataupun suaminya meninggal), hingga ‘iddahnya berakhir.
3. perempuan yang ditalak tiga, kecuali
setelah dinikahi oleh lelaki lain kemudian cerai dan selesai masa
‘iddahnya, maka baru halal dinikahi oleh suami pertama.
4. perempuan yang sedang ihram hingga berakhir ihramnya.
5. Perempuan Muslimah haram dinikahi lelaki kafir, kecuali pria tersebut masuk Islam.
6. Perempuan kafir –selain kitabiyah
(yahudi atau nasrani) yang muhshonah (menjaga diri)–, maka haram bagi
seorang Muslim hingga perempuan itu masuk Islam.
7. Isteri orang lain dan perempuan dalam
masa ‘iddah, kecuali budak wanita miliknya. (Lihat Mukhtashar al-Fiqh
Al-Islami oleh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, bab mahram).
8. Wanita pezina kecuali telah bertobat.
Tidak boleh seorang lelaki menikahi wanita pezina, sebagimana tidak
boleh wanita baik-baik nikah dengan laki-laki pezina, kecuali
masing-masing telah bertobat.
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا
زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ
أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ [النور/3]
Laki-laki yang berzina tidak
mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik;
dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
oran-orang yang mukmin. (QS An-Nur: 3). (lihatAbdul Azhim bin
Badawi Al-Khalafi, Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz, Dar Ebn
Ragb, Egypt, cetakan 3 1421H/ 2001 halaman 295).
Dilarang menolong terhukum
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ يَرْفَعُهُ {
مَنْ حَالَتْ شَفَاعَتُهُ دُونَ حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ فَقَدْ ضَادَّ
اللَّهَ فِي أَمْرِهِ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ .
Barangsiapa pertolongannya dapat menghalangi pelaksanaan hukuman
(had) dari hukuman-hukuman (yang ditentukan oleh) Allah maka
benar-benar ia telah melawan Allah mengenai perintahNya. (HR Ahmad dan lainnya, dari
Ibnu Umar ra, sanadnya jayyid, bagus).
Haramnya memberi pertolongan terhadap hukuman ditegaskan dalam hadits:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ
شَأْنُ الْمَرْأَةِ الَّتِي سَرَقَتْ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ الْفَتْحِ فَقَالُوا مَنْ
يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُتِيَ بِهَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ فِيهَا أُسَامَةُ
بْنُ زَيْدٍ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ
أُسَامَةُ اسْتَغْفِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَمَّا كَانَ الْعَشِيُّ
قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاخْتَطَبَ
فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا
سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ
أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَإِنِّي وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ
أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا ثُمَّ
أَمَرَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقُطِعَتْ يَدُهَا
Bahwa sesungguhnya pernah terjadi orang-orang Quraisy menaruh
perhatian terhadap seorang perempuan dari suku Makhzumiyah yang
melakukan pencurian, lalu mereka bertanya: Siapakah yang akan
menyampaikan ihwal perempuan itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Kemudian
mereka menjawab: Tidak ada yang berani menghadapnya kecuali
Usamah bin Zaid kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Usamah menyampai
kan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam maka wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berubah warna (artinya marah), maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya:
Apakah engkau akan memberi pertolongan terhadap hukuman (had) Allah?
Kemudian beliau berdiri menyampaikan sabdanya: “Adapun sesudah itu
(amma ba’du) maka sesungguhnya yang merusak orang-orang (terdahulu)
sebelum kalian hanyalah karena apabila di kalangan mereka itu ada orang
yang terhormat mencuri maka mereka membiarkannya, dan apabila ada
di kalangan mereka orang lemah yang mencuri maka mereka tegakkan
hukuman atasnya. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad
mencuri pasti kupotong tangannya. (HR Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha).
Keadaan yang kontradiksi
Kepemimpinan masa kini (tulisan ini sejak zaman Presiden Abdurrahman
Wahid alias Gus Dur, kemudian setelah
Gus Dur dilengserkan oleh DPR dan MPR karena kasus duit/ dana lalu
diganti oleh Presiden Megawati Soekarno Putri, dan kini SBY Soesilo
Bambang Yudhoyono untuk periode yang kedua kalinya), boro-boro
menegakkan hukuman zina, justru perzinaan
dibiarkan, bahkan diselenggarakan, bahkan dijaga rapi. Saya malu
memiliki presiden yang bertitel Kyai Haji namun tidak menegakkan
hukum Allah, justru membiarkan kemaksiatan, dosa terbesar urutan
ke 3 yaitu zina itu berlangsung. Justru yang dia prihatinkan
adalah ketika dia belum meresmikan kemusyrikan, yang sebulan
kemudian benar-benar dia resmikan, dan bahkan dia datang ke
upacara perayaannya dengan mengucapi salam selamatnya pula, walau
mengaku tidak fasih dengan ucapan perayaan agama kemusyrikan itu.
(Lihat judul Gus Dur Merusak Pemahaman Islam, dan Plintat-Plintut
Demi Dunia, dalam buku Bila Kyai Dipertuhankan, Membedah Sikap Beragama NU karya Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, 2001 M.).
Sarana-sarana yang mendekatkan zina pun dibiarkan memenuhi
atmosfir negeri ini. Dari tayangan-tayangan resmi, swasta, aneka
majalah, tabloid, koran, mingguan, film, CD, dan sebagainya lebih-lebih internet yang
merangsang perzinaan dibiarkan. Panti-panti pijat, diskotek,
tempat karaoke yang menjurus kepada perzinaan dan peredaran
barang haram narkoba pun dibiarkan
tumbuh subur. (kalau narkoba masih ada upaya untuk digrebeg dan
sebagainya, walau tetap beredar, tetapi kemesuman, pelacuran dan
sebagainya seakan dibiarkan). Majalah Play Boy yang merupakan
ikon kepornoan pun dibiarkan terbit dan beredar sejak Pemerintahan
residen SBY, walau kemudian terbit di Bali. Jadi tidak ada perhatian
tentang rusaknya akhlaq masyarakat. B
ahkan, tidak ada gerak hati sama sekali, walau diserukan
berita bahwa bayi-bayi dalam kandungan yang digugurkan (dibunuh
sebelum lahir) ada 2 juta janin dalam setahun di negeri ini. Itu
sebagian besar adalah hasil zina. Padahal zina dan pembunuhan itu
adalah dosa besar tertinggi nomor 3 dan nomor 2 setelah kemusyri
kan, namun tetap tak didengarkan oleh para penguasa. Boro-boro
prihatin. Malahan penggede negeri ini prihatin ketika dia belum
sempat meresmikan dan mengabsahkan kemusyrikan.
Allah pun membuka cemar jati diri mereka. Yaitu ketika ada
orang yang divonis dengan hukuman had yaitu rajam, maka mereka
ramai-ramai berupaya keras untuk membebaskannya. Benar-benar yang
diamalkan oleh para penguasa negeri ini dan para penentang hukum
Allah adalah upaya yang telah dikecam oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ يَرْفَعُهُ {
مَنْ حَالَتْ شَفَاعَتُهُ دُونَ حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ فَقَدْ ضَادَّ
اللَّهَ فِي أَمْرِهِ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ .
Barangsiapa
pertolongannya dapat menghalangi pelaksanaan hukuman (had) dari
hukuman-hukuman (yang ditentukan oleh) Allah maka benar-benar ia
telah melawan Allah mengenai perintah-Nya. (HR Ahmad dari Ibnu Umar
ra).
Kondisi sekarang tidak tambah baik,
walaupun sudah diperingatkan oleh Allah swt dengan bencana bertubi-tubi
di mana-mana. Justru ketika ada dua berita bersmaan, yang satu Aa Gym
(da’i terkemuka dari Bandung) menikah lagi untuk isteri kedua, dan
berita yang satunya, Ketua Golkar Bidang Kerohanian dan anggota DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), Yahya Zaini, dikabarkan berkumpul kebo/ zina
dengan penyanyi dangdut Maria Eva selama 4 tahun, kemudian video
mesumnya beredar, ternyata yang jadi perhatian besar justru yang
poligami, dan Presiden SBY langsung memanggil tiga menterinya untuk
lebih mengetatkan larangan poligami dan memperluas jangkauannya, bahkan
agar untuk umum maunya. Sementara itu perzinaan yang sangat memalukan
disertai pengguguran kandungan alias pembunuhan bayi dalam kandungan
dibiarkan saja. Zina dan membunuh janin seakan bukan soal, padahal itu
dosa terbesar nomor 3 dan nomor 2 setelah Syirik.
Karena begitu longgarnya hingga
perusakan moral berlangsung di mana-mana pun tidak diapa-apakan, maka
belakangan justru Maria Eva yang sebenarnya telah tercemar itu tadi
belakangan justru dikabarkan mau mencalonkan diri sebagai kepala daerah
di satu kabupaten di Jawa Timur.
Dengan kenyataan seperti itu, mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari tingkah mereka yang
melawan Allah ‘Azza wa Jalla itu dan laknatNya. Amien ya Rabbal ‘alamien.
[1] Masalah ini kami ungkap di Buku Wanita antara Jodoh, Poligami, dan Perselingkuhan;
namun karena merupakan masalah yang perlu diketahui masyarakat secara
luas, sedang kasus perzinaan pun tidak berkurang, maka kami angkat pula
di sini. Semoga dimaklumi.
[2] Tafsir Al-Qurthubi 12:158.
تفسير القرطبي ج: 12 ص: 158
سورة النور مدنية بالإجماع بسم
الله الرحمن الرحيم مقصود هذه السورة ذكر أحكام العفاف والستر وكتب عمر رضي
الله عنه إلى أهل الكوفة علموا نساءكم سورة النور وقالت عائشة رضي الله
عنها لاتنزلوا النساء الغرف ولاتعلموهن الكتابة وعلموهن سورة النور والغزل
[3] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, Kementerian Waqaf Kuwait, Juz 22.
كَيْفِيَّةُ الرَّجْمِ : 4 –
إذَا كَانَ الْمَرْجُومُ رَجُلًا أُقِيمَ عَلَيْهِ حَدُّ الرَّجْمِ ,
وَهُوَ قَائِمٌ وَلَمْ يُوثَقْ , وَلَمْ يُحْفَرْ لَهُ , سَوَاءٌ ثَبَتَ
زِنَاهُ بِبَيِّنَةٍ أَوْ بِإِقْرَارٍ , وَهَذَا مَحَلُّ اتِّفَاقٍ بَيْنَ
الْفُقَهَاءِ . أَمَّا الْمَرْأَةُ فَيُحْفَرُ لَهَا عِنْدَ الرَّجْمِ إلَى
صَدْرِهَا إنْ ثَبَتَ زِنَاهَا بِبَيِّنَةٍ ; لِئَلَّا تَتَكَشَّفَ
عَوْرَتُهَا . وَقَالَ أَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ : لَا يُحْفَرُ لَهَا ,
كَالرَّجُلِ . وَيُخْرَجُ مَنْ يَسْتَحِقُّ الرَّجْمَ إلَى أَرْضٍ فَضَاءٍ ,
وَيَبْتَدِئُ بِالرَّجْمِ الشُّهُودُ إذَا ثَبَتَ زِنَاهُ بِشَهَادَةٍ ,
نَدْبًا عِنْدَ الْجُمْهُورِ وَوُجُوبًا عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ .
وَيَحْضُرُ الْإِمَامُ عِنْدَ الرَّجْمِ كَمَا يَحْضُرُ جَمْعٌ مِنْ
الرِّجَالِ الْمُسْلِمِينَ , وَيُرْجَمُ بِحِجَارَةٍ مُعْتَدِلَةٍ .
(ألموسوعة الفقهية ج 22 ).
(nahimunkar.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer