Pertanyaan:
Assalamu’alaikum pak
  1. Apa hukumnya kalo kita menerima hadiah (berupa uang atau lain-lainnya) dari pelaku korupsi yang merupakan sanak keluarga kita sendiri?
  2. Bagaimana kalo kita tau sebuah mobil itu dari hasil korupsi, kita tetap menaikinya (mobil itu mobil sanak keluarga tadi)?
Terima Kasih pak
Dari: Defrian Anhas

Jawaban:
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, sebelumnya kita perlu memahami peta harta haram yang banyak tersebar di masyarakat kita. Secara umum, harta haram bisa kita kelompokkan menjadi dua:
  1. Harta haram karena dzatnya, seperti khamr, babi, bangkai, anjing, darah, dst.
  2. Harta haram karena cara mendapatkannya, meskipun dzatnya halal, seperti uang riba, barang curian, mobil korupsi, sapi suap, dst.
Selanjutnya, untuk harta haram karena cara mendapatkannya, dibagi menjadi dua:
  1. Harta haram yang diambil secara suka rela, saling ridha, atau dengan izin pemilik pertama. Seperti upah wanita pezina, upah artis, hasil judi, atau jual beli barang haram (misal: hasil menjual babi, khamr), dst.
  2. Harta haram yang diambil secara sepihak, dan merugikan pihak lain, tidak saling ridha. Seperti harta hasil curian, harta hasil merampas, hasil menipu, dan semacamnya. (Disimpulkan dari Ahkam Al-Mal Al-Haram, Dr. Abbas bin Ahmad Al-Baz)
Kedua, harta haram yang diambil tanpa kerelaan pemilik yang asli, tidak saling ridha, statusnya tetap haram, meskipun berpindah ke tangan orang lain. Baik diberikan dalam bentuk hadiah atau hibah.
Sebagian ulama menjelaskan dengan dalil, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan tidak pula sedekah hasil korupsi.” (HR. Muslim 224)
Ibnu Hajar mengatakan
دل قوله لا تقبل صدقة من غلول أن الغال لا تبرأ ذمته إلا برد الغلول إلى أصحابه لا بأن يتصدق به إذا جهلهم مثلا والسبب فيه أنه من حق الغانمين فلو جهلت أعيانهم لم يكن له أن يتصرف فيه بالصدقة على غيرهم
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sedekah tidak diterima karena hasil korupsi’ menunjukkan bahwa orang yang korupsi tidak bisa lepas dari tanggung jawab kecuali dengan mengembalikan harta korupsi itu kepada pemiliknya. Bukan dengan mensedekahkannya ketika tidak mengetahui siapa pemiliknya. Sebabnya adalah bahwa harta itu masih milik Al-Ghanimin (pasukan perang yang mendapat ghanimah, pemilik asli). Ketika pemilik asli tidak diketahui, dia tidak boleh bagi koruptor untuk manyalurkan uang itu dengan mensedekahkannya kepada orang lain. (Fathul Bari, 3/278).
Ketiga, harta hasil korupsi termasuk jenis harta haram yang diambil tanpa kerelaan pemilik yang asli. Karena sejatinya harta itu adalah milik rakyat, dan semua orang sepakat tidak ada rakyat yang bersedia hartanya diambil oleh pejabat.
Karena itu, sekalipun telah dilakukan money loundry, atau diserahkan kepada orang lain, harta itu berhak untuk disita dan dikembalikan kepada negara. Bagi penerima yang mengetahui bahwa itu hasil korupsi, dia harus menolaknya.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers