Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Jika
ada orang yang tidak jujur dalam ujian, karena mencontek atau diberi
bocoran gurunya. Bagaimana status ijazahnya? Apakah dia tidak boleh
melanjutkan kuliah karena tidak jujur? Bagaimana dia bisa bekerja? Dan
bagaimana nasib penghasilannya?
Jawaban:
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Pertama, mencontek atau semua kecurangan dalam ujian termasuk dosa besar. Karena perbuatan semacam ini termasuk penipuan (al-Ghisy). Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Siapa yang menipu kami (umat Islam), maka dia bukan bagian dari kami.” (HR. Muslim 101 dan yang lainnya).
Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyatakan sikap tabriah (berlepas diri) terhadap perbuatan menipu.
Yang ini menunjukkan bahwa tindakan menipu termasuk dosa besar.
Kedua, mengingat kecurangan dalam
ujian termasuk dosa besar, kewajiban yang harus dilakukan para pelaku
kecurangan adalah bertaubat kepada Allah. Memohon ampun dan betul-betul
menyesali perbuatannya. Dia merasa sedih atas tindakan pelanggaran yang
dilakukannya. Sehingga dia malu untuk menunjukkan hasil nilainya.
Meskipun nilai dalam ijazahnya sangat bagus, sepeserpun dia tidak merasa
bangga. Karena itu bukan murni hasil karyanya.
Karena itu sungguh aneh ketika
ada orang yang merasa bangga dengan nilai ujian, atau gelar, padahal
semuanya dia dapatkan bukan karena hasil karyanya. Ada yang membeli
(beli gelar profesor, doktor), ada yang dilakukan dengan cara menipun,
dst. Besar kemungkinan, orang semacam ini sama sekali tidak sadar bahwa
tindakannya adalah penipuan.
Ketiga, status ijazah dan pekerjaan
Pendapat yang lebih kuat dalam
masalah ini, dibedakan antara menipu dalam ujian dengan pekerjaan yang
diperoleh dengan ijazahnya. Menipu dalam ujian merupakan perbuatan dosa
dan maksiat yang wajib ditaubati. Sementara pekerjaan yang diperoleh
dengan ijazahnya kembali kepada keahlian dan amanahnya dalam bekerja.
As-Suyuthi dalam al-Itqan mengatakan,
As-Suyuthi mengatakan,
الْإِجَازَةُ
مِنَ الشَّيْخِ غَيْرُ شَرْطٍ فِي جَوَازِ التَّصَدِّي لِلْإِقْرَاءِ
وَالْإِفَادَةِ فَمَنْ عَلِمَ مِنْ نَفْسِهِ الْأَهْلِيَّةَ جَازَ لَهُ
ذَلِكَ وَإِنْ لَمْ يُجِزْهُ أَحَدٌ وَعَلَى ذَلِكَ السَّلَفُ
الْأَوَّلُونَ وَالصَّدْرُ الصَّالِحُ وَكَذَلِكَ فِي كُلِّ عِلْمٍ وَفِي
الْإِقْرَاءِ وَالْإِفْتَاءِ خِلَافًا لِمَا يَتَوَهَّمُهُ الْأَغْبِيَاءُ
مِنِ اعْتِقَادِ كَوْنِهَا شَرْطًا
Ijazah dari guru bukanlah syarat
bolehnya membacakan buku atau menyampaikan kajian. Siapa yang merasa
dirinya memiliki kemampuan menyampaikan ilmu, dia boleh menyampaikan
kajian, meskipun tidak ada seorangpun yang memberikan ijazah kepadanya.
Inilah yang dipahami para ulama salaf masa silam dan generasi orang
soleh. Ini berlaku untuk semua kajian dan memberikan fatwa. Tidak
seperti yang disangka oleh orang bodoh, yang berkeyakinan bahwa itu
adalah syarat (Al-Itqan fi Ulum Al-Quran, 1/355).
Barangkali keterangan Suyuthi
inilah yang menjadi dasar para ulama dalam membedakan antara menipu
ketika ujian dan pekerjaan yang diperoleh dengan ijazah ujian itu.
Sebagaimana hal ini pernah ditanyakan kepada Imam Ibnu Baz, beliau ditanya:
Ada orang yang mendapat pekerjaan
dengan menggunakan ijazah sekolah, sementara dulu dia menipu ketika
ujian untuk mendapatkan ijazah ini. Namun sekarang dia bisa bekerja
dengan sangat bagus dengan mandat dari atasannya. Apakah gajinya halal
atau haram?
Beliau menjawab,
لا حرج
إن شاء الله، عليه التوبة إلى الله مما جرى من الغش، وهو إذا كان قائماً
بالعمل كما ينبغي فلا حرج عليه من جهة كسبه ؛ لكنه أخطأ في الغش السابق،
وعليه التوبة إلى الله من ذلك
Tidak ada masalah dengan gajinya,
insyaaAllah. Dia wajib bertaubat kepada Allah terhadap dosa penipuan
yang telah dia lakukan. Dan jika dia bisa bekerja dengan baik, tidak
masalah dengan kerja yang dia lakukan. Hanya saja dia berdosa karena
penipuan yang dia lakukan di masa silam. Dan dia wajib bertaubat kepada
Allah (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 17:124).
Hal yang sama juga disampaikan Syaikh Muhammad Hasan ad-Duduw
Ketika ditanya tentang status pekerjaan yang diperoleh dengan ijazah hasil ujian yang diiringi penipuan, beliau mengatakan,
إن عليه
أن يتوب إلى الله سبحانه وتعالى من الغش في الامتحانات، وعليه أن يحسن
عمله، وإذا كان يستطيع القيام بالمسؤولية التي عهدت إليه فيمكن أن يستمر في
وظيفته وأن يتقنها، ولا يجوز له التغيب عن العمل إلا في فرض كفاية آخر،
فعليه أن يتقن عمله وأن يؤديه على الوجه الصحيح
Dia wajib bertaubat kepada Allah
dari penipuan yang dia lakukan ketika ujian. Dan dia wajib bekerja
dengan sebaik mungkin. Jika dia mampu melaksanakan tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya, dia boleh melanjutkan tugas pekerjaannya dan
berusaha bekerja dengan teliti. Dia tidak boleh bolos bekerja, ekcuali
dalam kesempatan yang bisa ditangani orang lain tanpa kehadirannya. Dia
wajib bekerja dengan sempurna, dan menunaikan tugasnya dengan sebaik
mungkin.
Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/27898
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer