Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf
Sebagaimana yang telah kita singgung pada pada tulisan Saatnya Kembali ke Kalender Hijriyyah Kalender Umat Islam, sebelum Islam datang, di tanah Arab telah dikenal adanya sistem kalender berbasis campuran antara bulan (Qomariyyah) dan matahari (Syamsiyyah). Tahun baru mereka selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas (sekitar September).
Nama bulan-bulan dalam kalender Arab adalah : Muharrom, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Jumadal Ula, Jumadal Akhirah, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga setahun ada 354 hari, 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun atau tujuh tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi’ yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzulhijjah.
Untuk menentukan bulan ekstra tersebut terkadang mereka berselisih pendapat sehingga terkadang juga menjadi salah satu pemicu munculnya masalah antara kabilah-kabilah Arab. Namun setelah Islam datang, Allah Ta’ala mengharamkan bulan ekstra tersebut.
Allah Ta’ala berfirman :
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya dirimu dalam bulan yang empat itu. Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Orang-orang yang kafir, disesatkan dengan mengundur-undurkan itu. Mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah haramkan, lalu mereka menghalalkan apa yang diharamkan-Nya. (Setan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. At-Taubah [9] : 36-37)
Nama-nama bulan Arab tersebut disesuaikan dengan kondisi alamiah saat itu atau kondisi sosial bangsa Arab saat itu. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Dan pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafat (kuning). Pada bulan November dan Desember terjadi musim semi (rabi’) sehingga berturut-turut dinamai Rabi’ul Awwal dan Rabi’ul Akhirah. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau “beku”) sehingga dinamai Jumadal Awwal dan Jumadal Akhirah. Kemudian salju mencair (Rajab) pada bulan Maret. Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya’ban (syi’b = lembah), saat manusia turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau mengembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan Ramadhan (pembakaran) dan Syawwal (peningkatan). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang istirahat duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzulqa’dah (qo’id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzulhijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka. Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.[1]
Dalam website resmi Taqwim Ummul Quro, kalender hijriyyah resmi yang digunakan di Arab Saudi, disebutkan bahwa arti nama-nama bulan hijriyyah adalah :
1.         MUHARRAM : bulan pertama pada kalender hijriyyah. Dinamakan dengan Muharrom karena bangsa Arab saat itu mengharamkan perang pada bulan ini.
2.         SHAFAR : dinamakan dengan Shofat karena perkampungan Arab Shifr (kosong) dari penduduk, karena mereka keluar untuk perang. Ada yang mengatakan bahwa dinamakan dengan Shafar karena dulunya bangsa Arab memerangi kabilah sehingga kabilah yang mereka perangi menjadi shifr (kosong) dari harta benda.
3.         RABI’ AWWAL : dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini bertepatan dengan musim semi.
4.         RABI’ TSANI (AKHIR) : dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu mengembalakan hewan ternak mereka pada rerumputan. Dan ada yang mengatakan bahwa dinamakan demikian karena bulan ini bertepatan dengan musim semi.
5.         JUMADA ULA : dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin, dimana air jumud (beku).
6.         JUMADA AKHIRAH (TSANIYAH) : dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin, dimana air jumud (beku).
7.         RAJAB : dinamakan bulan Rajab karena bangsa Arab melepaskan tombak dari besi tajamnya untuk menahan diri dari peperangan.
8.         SYA’BAN : dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu berpencar ke berbagai tempat untuk mencari air.
9.         RAMADHAN : dinamakan demikian karena saat penamaan jatuh pada musim panas.
10.     SYAWWAL : dinamakan demikian karena saat itu unta betina kekurangan air susu.
11.     DZULQA’DAH : dinamakan demikian karena bangsa Arab duduk dan tidak berangkat untuk perang, karena bulan ini termasuk bulan haram yang tidak boleh perang.
12.     DZULHIJJAH : dinamakan demikian karena bangsa Arab melaksanakan ibadah haji.[2]

[1] www.irfananshory.blogspot.com
[2] www.ummulqura.org.sa


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers