Manusia dalam perjalanannya sebagai hamba Alloh harus memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Seperti orang yang sedang berjalan dengan kendaraannya pada kegelapan malam, maka ilmu sebagai lentera dan rambu yang akan menerangi jalan menuju tujuannya. Semakin dalam ilmunya semakin terang pula jalan yang akan ia lalui. Sebaliknya, semakin jauh ia dari ilmu semakin gelap juga jalan kebenaran baginya. Sedangkan amal adalah motor yang menggerakkannya ke depan.
Semulia-mulia ilmu adalah ilmu mengenal Alloh yaitu ilmu tentang tauhid kepada Alloh, karena mulia atau tidaknya suatu ilmu sesuai dengan sesuatu yang hendak diketahui. Jika hal yang berkaitan dengan mencuri maka kehinaan ilmu itu sesuai pula dengan pekerjaan itu, begitu juga dengan ilmu dunia maka kemuliaannya sesuai pula dengan kedudukan dunia itu sendiri.
Dalam ilmu dien (agama), kemuliaan fiqih karena dengannya diketahui hukum-hukum syari’at, kemuliaan ilmu hadits disebabkan dengannya diketahui segala perilaku Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan ilmu tauhid dengannya kita dapat mengenal Alloh. Adakah yang lebih besar dari Alloh?! Adakah yang lebih besar persaksian dan bukti melainkan bukti dan persaksian tentang Alloh?! Alloh berfirman:

قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً قُلِ اللَّهُ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآَنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آَلِهَةً أُخْرَى قُلْ لَا أَشْهَدُ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Alloh”…. (QS. al-An’am [6]: 19)
Adapun mengenal Alloh ialah dalam tiga hal, yaitu: mengenal Alloh dalam rububiyyah-Nya, mengenal Alloh dalam uluhiyyah-Nya, dan mengenal Alloh dalam nama dan sifat-Nya. Dan itulah tiga tauhid yang wajib diketahui oleh setiap muslim.

Tauhid Rububiyyah
Tauhid rububiyyah ialah mentauhidkan dan mengesakan Alloh dalam perbuatan-Nya. Maka tidak ada pencipta, pemberi rezeki, pemberi manfaat dan mudhorot, pengasih dan penyayang, kecuali Alloh. Dialah satu-satunya Pencipta alam, Pengatur alam semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Maha kuasa atas segala sesuatu yang menggantikan siang dan malam. Semua merupakan perbuatan Alloh.

قُلِ الَّلهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ
وَتُذِ لُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلى كَلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
تُــولِجُ الَّــيْـلَ فِــي النَّــهَا رِ وَتُــولِــجُ الــنَّهَــارَ فِــى الَّيْــلِ وَتُــخْــرِجُ الْــحَيَّ مِــنَ الْمــيِّتِ وَتُخْــرِجُ الْــمَيِّــتَ مِــنَ الْحَــىِّ
وَتَــرْزُقُ مَــنْ تَــشَــآءُ بِــغَيْــرِ حِسَـــابٍ

Katakanlah: “Wahai Alloh yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali Imron [3]: 26–27)
Ketika seorang hamba meyakini ada yang mencipta atau memberi rezeki selain dari Alloh, berarti ia telah berbuat syirik. Perhatikan firman Alloh Ta’ala dalam hal ini:
Inilah ciptaan Alloh, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Alloh…. (QS. Luqman [31]: 11)
Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Alloh menahan rezeki-Nya? (QS. al-Mulk [67]: 21]
Pengenalan seorang hamba kepada tauhid rububiyyah ini merupakan fithroh yang telah digoreskan ke dalam sanubarinya. Bahkan sampai pada hewan dan binatang, tidak ada yang menyangkalnya.
Berkata rosul-rosul mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Alloh, Pencipta langit dan bumi?… (QS. Ibrohim [14]: 10)
Sampai Fir’aun sekalipun memiliki fithroh ini.
Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Robb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata….” (QS. al-Isro’ [17]: 102)
Oleh karena itu, keyakinan terhadap tauhid rububiyyah belum memasukkan seseorang ke dalam Islam. Bukan demi hal itu (tauhid rububiyyah,—red) Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam memerangi Abu Lahab dan Abu Jahal beserta kaum Quraisy. Bukan hal itu pula yang membuat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam terusir dari Makkah, dilempari batu, luka wajahnya?! Poros pertikaian dan inti perselisihan antara para nabi dengan umatnya adalah dalam tauhid kedua yaitu tauhid uluhiyyah.
Tauhid Uluhiyyah
Tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Alloh dalam perbuatan hamba kepada Alloh dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya. Sekiranya Alloh yang mencipta, yang memberi, mengapa yang disembah justru sesuatu yang lainnya?! Sekiranya Alloh yang memberi manfaat dan mudhorot mengapa harus berharap, takut, dan cemas kepada selain-Nya?! Sikap dan perbuatan seperti itu benar-benar tidak adil … sebuah kezholiman yang nyata. Itulah syirik.
Zaid bin Amr bin Nufail, salah seorang penganut ajaran hanif di Makkah, mengomentari sembelihan Quraisy: “Ini kambing, Alloh yang menciptakan, Dia pula menurunkan hujan dan menumbuhkan rumputnya, lalu kalian menyembelihnya untuk selain nama Alloh?!! (1)
Itulah cara berpikir orang-orang musyrik, tidak memposisikan Alloh sesuai dengan kadar dan keagungan-Nya. Celakalah mereka!! Ke mana akal yang telah dianugerahkan oleh Sang Pencipta?! Di mana fithroh yang suci yang ada dalam dada?!! Mereka berkata:
“Mengapa ia menjadikan Ilah (Dzat yang diibadahi) hanya satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (QS. Shad [38]: 5)”
Mereka merasa aneh ketika para nabi memerintahkan untuk mentauhidkan Alloh dalam perbuatan mereka kepada Alloh, bahwa tidak ada do’a, puasa, sujud, dan nadzar kecuali kepada Alloh. Tidak ada yang ditakuti, diharapkan, dan dicintai kecuali hanya Alloh! Tidak ada khusyu’, tawakkal, merendah diri kecuali hanya kepada Alloh!
Tauhid Uluhiyyah Inti Dakwah Para Rosul
Tauhid uluhiyyah disebut juga dengan tauhid ibadah, karena ia mengesakan Alloh dalam ibadah seorang hamba. Tauhid uluhiyyah adalah inti dakwah para rosul, semenjak nabi Nuh hingga nabi akhir zaman. Dan ia jalan dan metode dakwah setiap penyeru kebenaran pada setiap tempat dan zaman.
Alloh berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah thoghut itu”…. (QS. an-Nahl [16]: 36)”
Dalam tauhid inilah berkecamuk peperangan antara para nabi dengan kaumnya, sehingga mereka menjadi dua kelompok yang saling bertikai, satu kelompok Alloh dan satu kelompok setan. Karena tidak mengertinya manusia tentang hakikat penciptaan.
Alloh berfirman:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)”
Berkata Syaikhul Islam: “Ketahuilah bahwa kefakiran seorang hamba kepada Alloh agar ia mengibadahi-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun. Tidak ada percontohan dari kebutuhan tersebut sehingga ia dapat dikiaskan. Akan tetapi dapatlah diserupakan dalam beberapa segi dengan kebutuhan seseorang dengan makan dan minum. Sekalipun antara keduanya terdapat perbedaan yang besar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan rohnya dan ia tidak akan baik hidupnya kecuali dengan Ilah-nya yaitu Alloh yang tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Alloh. Maka, tidak ada ketenangan di dunia kecuali berdzikir kepada-Nya. Ia berletih berpeluh dan akan bertemu dengan-Nya dan tidak ada kebaikan bagi dirinya kecuali harus bertemu dengan-Nya. Sekiranya seorang hamba memperoleh kelezatan dan kebahagiaan selain Alloh, niscaya ia tidak kekal, karena ia akan berpindah-pindah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, dari individu kepada individu yang lain. Dalam satu waktu ia bisa merasa nikmat dengannya akan tetapi pada waktu lain ia tidak lagi merasakan nikmatnya, bahkan kadang-kadang menyusahkan dirinya akibat hubungannya dengan sesuatu tersebut atau keberadaan sesuatu tersebut di sisinya. Adapun Ilah-nya maka ia sangat membutuhkan-Nya pada setiap keadaan dan waktu. (2)
Tauhid Asma’ dan Sifat
Yaitu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Alloh, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, tanpa takwil, ta’thil(3), takyif (4), tamtsil (5).
Alloh berfirman:
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. asy-Syuro [42]: 11)
Dengan mengetahui nama dan sifat Alloh seorang hamba dapat bermu’amalah dengan Alloh dalam ibadahnya. Dan tidak akan sempurna seseorang dalam mengenal Alloh kecuali ia harus menganut madzhab Ahlus Sunnah dalam aqidah terutama tentang tauhid asma’ wa shifat, yang mana sebagai tempat yang sering menggelincirkan kelompok-kelompok di luar Ahlus Sunnah.
Bagaimana ia beribadah dengan baik, sekiranya ia berkeyakinan seperti keyakinan kelompok Jahmiyyah yang mengatakan bahwa Alloh tidak di luar dan tidak di dalam dan seterusnya, mereka samakan Alloh dengan sesuatu yang tidak ada.
Bagaimana ia beribadah dengan baik sekiranya ia mengatakan Alloh tidak bersemayam di atas ‘arsy akan tetapi maksudnya menguasai ‘arsy. Sehingga dengan demikian ia menyatakan bahwa ‘arsy dahulu dikuasai oleh sesuatu lalu baru dikuasai oleh Alloh. Kita berlindung dari apa yang mereka sifati!!
Sedangkan Ahlus Sunnah meyakini dalam masalah nama dan sifat Alloh yaitu meyakini dan menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Alloh dan rosul-Nya dari nama dan sifat-sifat-Nya dengan tidak mentakwilnya dan mentakyif atau mentamtsilnya.
Berkata Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala : “Tidaklah seseorang menyifati Alloh kecuali dengan apa yang disifati oleh-Nya untuk diri-Nya atau apa yang sifati rosul-Nya serta tidak boleh melanggar al-Qur’an dan hadits.” (6)
Semoga Alloh menunjukkan kita ke jalan yang lurus. Amin.
Footnote:
1. HR. Bukhori 3540
2. Majmu’  Fatawa 1/24
3. Ta’thil yaitu menghilangkan makna atau sifat Alloh
4. Takyif yaitu bertanya tentang hakikat dan sifat-Nya dengan kata:  “Bagaimana?”
5. Tamtsil yaitu menyerupakan Alloh dengan makhluk-Nya.
6. Silakan lihat Kitab Tauhid 1/98 edisi terjemah oleh penerbit Darul Haq
Sumber : http://alghoyami.wordpress.com/




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers