Kalender hijriyyah adalah kalender umat Islam. Semua syariat Islam yang berhubungan dengan hari, pekan, bulan dan tahun, patokannya adalah kalender hijriyyah. Bagaimana kalender hijriyyah ini berawal ? hal ini tidak bisa terlepas dari perjalanan panjang kalender Arab pra Islam.
KALENDER ARAB PRA-ISLAM
Sebelum kedatangan Islam, di tanah Arab dikenal kalender berbasis campuran antara bulan (Qomariyyah) dengan matahari (Syamiyyah). Tahun baru mereka selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas, sekitar September.
Nama bulan-bulan dalam kalender Arab adalah : Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Jumadal Ula, Jumadal Akhirah, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga setahun ada 354 hari, 11 hari lebih cepat dari kelander Masehi yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi’ yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzulhijjah.

PEMURNIAN KALENDER ARAB PRA ISLAM
Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu dibawah pimpinan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka turunlah perintah Alloh agar umat Islam memakai kalender Qamariyyah yang murni dengan menghilangkan bulan nasi’. Hal ini tercantum dalam firman Allah surat at-Taubah ayat 36-37.
Atas dasar ayat ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan dekret bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung pada perjalanan matahari. Meskipun nama-nama bulan dari Muharrom sampai Dzulhijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan yang awalnya selalu jatuh pada musim panas dan Jumadal Ula yang biasanya selalu pada musim dingin, tidak lagi demikian.
Nama-nama bulan yang ada pada kalender Arab pra Islam ini sampai sekarang masih digunakan dalam kalender hijriyyah. Hanya saja mereka tidak memiliki angka tahun. Oleh karenanya mereka menghitung tahun dengan peristiwa besar yang terjadi pada waktu tersebut. Misalnya tahun dimana lahir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikenal dengan istilah tahun gajah. Hal ini karena pada tahun tersebut Abrahah, Gubernur Yaman yang merupakan salah satu wilayah negara Ethipia (Habsyah) menyerbu kota Makkah dengan pasukan gajah. Karena besarnya peristiwa itu, maka tahun tersebut dikenal oleh manusia saat ini dengan tahun gajah. Dan mereka menghitung kejadian dengannya, misalnya terjadi demikian satu atau dua tahun sebelum tahun gajah.
AWAL SEJARAH KALENDER HIJRIYYAH
Sejarah kalender ini berawal dari kalender pra Islam yang telah kita singgung di atas. Kalender pra Islam tersebut tetap disepakati oleh Islam dengan menjadikan satu tahun sama dengan 12 bulan, dan empat diantaranya bulan haram (mulia) yang satu bulannya berkisar antara 29 atau 30 hari.
Adapun nama tahunnya, maka menggunakan patokan peristiwa-peristiwa besar saat itu. Hal ini tetap berlangsung pada pemerintahan Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu selam dua tahun dan enam tahun pertama khilafah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Dan pada tahun keenam pemerintahan beliau, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu membuat sebuah kalender yang dijadikan patokan umat muslimin.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan : “Pada tahun 16 atau 17 atau 18 H, saat pemerintahan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu para sahabat sepakat untuk menjadikan awal kalender Islam dari hijrihnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. ceritanya, suatu ketika disampaikan kepada Umar sebuah kertas perjanjian hutang yang tertulis padanya bahwa jatuh tempo pelunasan hutang tersebut adalah bulan Sya’ban. Maka Umar radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sya’ban kapan ini ? Sya’ban tahun ini, tahun lalu atau tahun yang akan datang ?” kemudian beliau mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah tentang pembuatan kalender sehingga bisa mengetahui waktu pelunasan hutang atau yang lainnya. Maka ada yang mengusulkan : “Buat saja kalender seperti kalender orang Persia!” namun Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyukainya. Ada lagi yang mengusulkan : “Buat saja kalender seperti orang Romawi!” Umar pun tetap tidak menyukainya. Ada yang usul lagi : “Buat kalender dari kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” yang lain mengusulkan : “Dari sejak diutusnya beliau .” Ada yang mengusulkan : “Dari hijrah beliau.” Yang lain mengusulkan :”Dari tahun wafatnya beliau.” Akhirnya khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu cenderung pada menetapkan kalender dengan hijrahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kemasyhuran peristiwa itu dan para sahabat pun sepakat dan menyetujuinya.”[1]
KALENDER UMAT ISLAM
Kalender hijriyyah inilah yang seharusnya digunakan oleh segenap umat Islam di manapun berada, sehingga kaum muslimin bisa kembali pada apa yang dilakukan oleh generasi awal mereka sejak zaman Khilafah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu
Syaikh Abdul Lathif al-Qorni rahimahullah berkata : “Nash-nash telah menunjukkan akan wajibnya menggunakan kalender hijriyyah, diantaranya :
1.         Firman Allah Ta’ala :
Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah, “Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji. (QS. Al-Baqarah [2] : 189)
Sisi pengambilan dalilnya : Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan hilal sebagai tanda awal dan akhir bulan. Dengan terbitnya hilal berarti datang bulan baru dan berakhirnya bulan lama. Hal ini menunjukkan bahwa bulan itu harus berdasarkan peredaran bulan karena berkaitan dengan hilal.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Ta’ala berkata : ”Allah mengabarkan bahwa hilal adalah tanda-tanda waktu bagi manusia. Dan ini berlaku untuk semua urusan, baik dalam hukum yang ditetapkan secara syar’I yang berupa mulai atau sebabnya sebuah ibadah, atau hukum yang ditetapkan oleh manusia. Hukum apapun yang ditentukan waktunya oleh syar’I ataupun hamba, maka yang jadi patokan adalah hilal. Contohnya puasa, haji, waktu ila’ serta iddah …”[2]
2.         Firman Allah Ta’ala :
Sesungguhnya hitungan bulan di sisi Allah, ada 12 bulan dalam kitab Allah pada hari menciptakan langit dan bumi. (QS. At-Taubah [9] : 36).
Sisi pengambilan dalilnya : Sesungguhnya Allah menyifati waktu dengan hilal. Sehingga apabila bulan yang ditentukan dengan peredaran bulan itu sudah mencapai dua belas, maka dinamakan satu tahun.
Fakhruddin ar-Rozi rahimahullah berkata : “Para ulama mengatakan : ‘Berdasarkan ayat ini, maka wajib bagi kaum muslimin dalam waktu jual beli, hutang, haul zakat dan seluruh hukum mereka agar berpedoman dengan hilal, dan tidak boleh untuk berpedoman pada kalender Romawi (Masehi-pent).’”[3]
3.         Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah. Dan apabila kalian melihat hilal maka berhari rayalah. Lalu jika ditutupi atas kalian maka sempurnakanlah.” [4]
Sisi pengambilan dalilnya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan waktu akhir Sya’ban dan masuknya Ramadhan dengan hilal, maka mestinya demikian juga dengan bulan-bulan lainnya.
Semua nash ini secara tegas menunjukkan bahwa yang harus dijadikan patokan adalah kalender hijriyyah, bukan lainnya. Dan sebenarnya menggunakan kalender inilah yang lebih mudah untuk manusia, ditambah lagi bahwa ini disepakati oleh para sahabat dan tabi’in.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah berkata : “Kalender harian dimulai dengan terbenamnya matahari, kalender bulanan dimulai dengan hilal, sedangkan kalender tahunan dimulai dengan hijrahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. inilah yang diamalkan oleh kaum muslimin dan para ulama dalam kibat-kitab mereka.”[5]
BAGAIMANA DENGAN KALENDER MASEHI (GREGORIAN) ?
Sesuatu yang harus dipahami bersama bahwa menggunakan kalender Masehi dibenci, bahkan sebagian ulama melarangnya, kecuali dalam kondisi yang mengharuskan atau sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan beberapa hal berikut ini :
1.         Dengan menggunakan kalender ini berarti akan menghilangkan fungsi kalender Islam (kalender hijriyyah). Dan inilah kenyataan yang ada di tengah kaum muslimin saat ini. Betapa banyak kaum muslimin tidak mengetahui kalender hijriyyah, bahkan bulannya-pun tidak hafal.
2.         Dengan menggunakan kalender Gregorian dan meninggalkan kalender hijriyyah, maka dikhawatirkan akan termasuk dalam sikap wala’ (loyalitas) kepada orang kafir. Minimalnya adalah bentuk tasyabbuh (menyerupai kekhususan) orang kafir.
3.         Nama-nama bulan yang terdapat dalam kalender Masehi adalah nama raja dan dewa orang Yunani dan Romawi.
Bahkan nama dari kalender Masehi sangat kental hubungannya dengan kepercayaan paganisme bangsa Romawi. Hal ini bisa dilihat dari sebagian nama-nama yang dipergunakan, yaitu :
JANUARI
Berasal dari nama Dewa Janus, Dewa bermuka dua, yang satu menghadap ke depan dan yang satunya menghadap ke belakang. Dewa Janus disebut juga sebagai Dewa Pintu.
FEBRUARI
Berasal dari nama Dewa Februus, Dewa Penyucian.
MARET
Berasal dari nama Dewa Mars, Dewa Perang
APRIL
Berasal dari nama Dewi Aprilis, atau dalam bahasa Latin disebut juga Aperire yang berarti “membuka”. Diduga kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga di mana kelompok bunga mulai membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphroditte atau Apru, Dewi Cinta orang Romawi.
MEI
Berasal dari nama Dewi Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia
JUNI
Berasal dari nama Dewi Juno
JULI
Di bulan ini Julius Caesar lahir, sebab itu dinamakan sebagai bulan Juli
AGUSTUS
Seperti juga nama bulan Juli yang berasal dari nama Julius Caesar, maka bulan Agustus berasal dari nama kaisar Romawi, yaitu Agustus.
Bahkan asal-usul kalender ini pun sangat erat dengan agama Kristen. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wikipedia bahasa Indonesia saat mendefinisikan kalender Masehi : “Kalender Masehi adalah kalender yang mulai digunakan oleh umat Kristen awal. Mereka berusaha menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan (tahun 1). Namun unntuk penghitungan tahun dan bulan mereka mengambil kalender orang Romawi yang disebut kalender Julian. Kalender Julian lalu disempurnakan menjadi kalender Gregorian.”
Oleh karena itu, para ulama pun melarangnya. Di antara meraka adalah Syaikh Sholih al-Fauzan hafidhahullah Tatkala beliau menyebutkan bentuk-bentuk loyal kepada orang kafir, beliau berkata : “Menggunakan kalender mereka, terutama kalender yang menyebutkan ritual dan hari raya mereka, seperti kalender Masehi (Gregorian) yang mana kalender ini digunakan untuk memperingati hari natal kelahiran Nabi Isa ‘alaihis salam, yang sebenarnya perayaan itu mereka buat-buat sendiri dan sama sekali bukan ajaran Nabi Isa ‘alaihis salam. maka menggunakan kalender ini berarti ikut serta merayakan syi’ar dan hari raya mereka. Karenanya, hindarilah menggunakan kalender ini. Tatkala para sahabat ingin menentukan kalender pada zaman Umar, mereka tidak menggunakan kalender orang kafir. Mereka membuat kalender sendiri berdasarkan hijrahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihis salam. ini semua menunjukkan atas wajibnya menyelisih orang-orang kafir dalam masalah ini juga masalah lainnya yang merupakan kekhususan mereka.”[6]
Namun apabila dalam kondisi yang terpaksa dan mengharuskan seseorang untuk menggunakan kalender Masehi, maka insya Allah tidaklah mengapa. Karena memang kita sekarang hidup di sebuah zaman yang sangat sulit atau bahkan hampir mustahil untuk tidak menggunakan kalender itu.
FATWA ULAMA
Dan inilah fatwa sebagian ulama seputar hukum menggunakan kalender Masehi :
1.         Fatwa Lajnah Da’imah KSA. Pertanyaan ke-2 dari fatwa nomor 2072.
Pertanyaan :
Bolehkan berinteraksi dengan kalender Masehi dengan orang-orang yang tidak mengetahui kalender hijriyyah, seperti kaum muslimin non Arab atau orang-orang kafir mitra kerja ?
Jawaban :
Tidak boleh bagi kaum muslimin menggunakan kalender masehi karena sesungguhnya hal tersebut merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang Nashara (Nasrani) dan termasuk syi’ar agama mereka. Sebenarnya kaum muslimin, walhamdulillah, telah memiliki kalender yang telah mencukupi diri mereka yang mengaitkan mereka dengan Nabi sebelum Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus ini merupakan kemuliaan yang besar. Namun apabila ada suatu kebutuhan yang sangat mendesak maka boleh menggabungkan kedua kalender tersebut. Wabilahit taufiq.”
2.         Fatwa Fadhilatusy Syaikh Sholih bin Fauzan al-Fauzan hafidhahullah
Pertanyaan :
Apakah menggunakan kalender Masehi termasuk sebagai bentuk wala’ (loyalitas) terhadap Nashara ?
Jawaban :
Tidak termasuk sebagai bentuk loyalitas tetapi termasuk bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan mereka. Para sahabat pun tidak menggunakannya, padahal kalender Masehi telah ada pada zaman tersebut. Bahkan mereka berpaling darinya dan menggunakan kalender hijriyyah. Ini sebagai bukti bahwa kaum muslimin hendaknya melepaskan diri dari kebiasaan orang-orang kafir dan tidak ‘membebek’ kepada mereka. Terlebih lagi kalender Masehi merupakan simbol agama mereka, sebagai bentuk mengagungan atas kelahiran al-Masih dan perayaan atas kelahiran tersebut yang biasa dilakukan pada setiap penghujung tahun (masehi). Ini adalah bid’ah yang diadakan oleh Nashara (dalam agama mereka).
Maka kita tidak ikut andil dengan mereka dan tidak menganjurkan hal tersebut sama sekali. Apabila kita menggunakan kalender mereka berarti kita menyerupai mereka. Padahal kita-dan segala pujian bagi Allah semata –telah memiliki kalender hijriyyah yang telah ditetapkan oleh Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bagi kita di hadapan para sahabat Muhajirin dan Anshar ketika itu. Maka ini sudah cukup bagi kita.[7]
Sumber: Majalah almawaddah, vol. 36 Edisi Khusus Dzulhijjah 1431 H-Muharram 1432 H, November 2010 –Januari 2011
Catatan Kaki:

[1] Al-Bidayah wan Nihayah 4/510-511 dengan sedikit diringkas
[2] Majmu’ Fatawa 25/134
[3] Tafsir Mafatihul Ghoib 16/53
[4] HR. al-Bukhari dan Muslim
[5] Dhiya’ Lami’ hlm. 308) (Istikhdam Tarikh Milady oleh Syaikh Lathif al-Qorni di www.dorar.net/art/223
[6] Al-Wala’ wal Baro’ fil Islam hlm. 12
[7] Al-Muntaqo min Fatawa al-Fauzan XVII/5, fatwa no. 153) Wallohu a’lam


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers