Lingkungan atau alam tempat kita berpijak, tempat kita mengais kehidupan di dunia sangat urgen bagi pendidikan dan pembentukan karakter anak. Mengapa hal ini terjadi? Karena pendidikan dan pembentukan karakter anak dimulai dari keluarga, sedangkan ruh dan ethos keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan kondusifitas lingkungan atau alam. Semakin baik nilai keilmuan dan lingkungan yang kondusif atau alam semakin positif pula karakter anak, dan sebaliknya, semakin kurang nilai keilmuan dan kondusifitas lingkungan atau alam, semakin negatif karakter anak yang diperoleh. Jadi, faktor keluarga dan lingkungan saling bersinergi dan saling memberikan pengaruh.
Sebagai contoh, dalam dunia pendidikan misalnya, bermain di alam dapat mengembangkan potensi anak dan menumbuhkan kecerdasan naturalis (intelegensi yang dibutuhkan manusia agar memiliki rasa kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan), di mana anak lebih mudah belajar karena melihat dan mengalami secara langsung. Lebih melekat dan belajar secara efektif. Mampu memancing keingintahuan anak dan melakukan eksplorasi untuk mencari informasi melalui buku, serta membangun minat anak untuk mempelajari lebih mendalam dan menjadi ahli di bidangnya.
Berbeda halnya dengan menjadikan sebuah materi hanya sebatas materi pelajaran yang langsung jadi, yang harus dihafalkan oleh anak didik. Akibatnya, anak didik seringkali menjadikan pelajaran-pelajaran tersebut sebagai momok yang membebani pemikiran mereka.
Namun, yang sangat disayangkan, kerusakan fungsi alam dan melemahnya daya lingkungan akhir-akhir ini semakin parah. Sebenarnya, di negara kita ini memiliki kekayaan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan hidup yang luar biasa. Namun perilaku masyarakat yang salah dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan membuat masyarakat sengsara dan tidak sejahtera. Perilaku masyarakat yang salah telah menyebabkan luas hutan makin menyusut, kawasan tangkapan air makin berkurang, cadangan air tanah makin langka, sementara itu di musim hujan air sungai meluap menimbulkan banjir, tanah longsor dan banyak kerugian lainnya yang diderita masyarakat. Tentunya, sedikit banyak, hal ini berpengaruh terhadap pendidikan dan pembentukan karakter anak.
Bagaimana solusinya?
Di antara solusinya adalah memperbaiki kualitas keluarga, karena keluarga dipandang berperan besar untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap alam, lingkungan dan satwa liar terhadap anak. Ketika keluarga sebagai agent of value mampu menanamkan nilai tersebut maka anak juga dapat bersikap lebih menghargai terhadap alam dan satwa liar.
Kualitas keluarga bisa ditingkatkan degan mengikrarkan bahwa rujukan utama dalam membina rumah tangga adalah islam, maka di antara perwujudannya adalah meyakini bahwa Islam adalah bak mata air yang jernih, sumber belajar akidah, akhlak, adab bermuamalah, dan sumber petunjuk dalam segala hal sebagaimana yang telah Allah tegaskan dalam firman-Nya,
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya,  dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Al An’am: 162-163)
Menjadikan islam sebagai rujukan utama dalam membina keluarga, berarti juga merealisasikan seluruh ajaran-ajaran islam, di antaranya islam sangat menganjurkan kaumnya untuk melestarikan alam atau lingkungan.
Di antara bukti-bukti bahwa islam mengajarkan umatnya untuk menjaga alam sekitar dan lingkungan alam yang kondusif adalah firman Allah,
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”  (A’raf: 56)
Asy Syaukani – rohimahulloh – menjelaskan makna ayat tersebut, “Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan di muka bumi ini (baca lingkungan) dengan bentuk kerusakan apapun, besar ataupun kecil. Di antara contoh kerusakan adalah membunuh, merusak atau menghancurkan rumah-rumah tempat tinggal, menebangi pohon, merusak saluran air, dan di antara bentuk kerusakan di bumi adalah terjatuhnya seseorang dalam kekufuran dan  kemaksiatan” (Fathul Qadir, 1/47)
Bahkan, saat kaum muslimin menaklukkan suatu negeri, mereka di larang untuk menghancurkan rumah-rumah penduduk atau merusak pepohonan yang ada kecuali untuk maslahat tertentu. Al Auza’i berkata, “Abu Bakar melarang pasukan kaum muslimin untuk menghancurkan rumah-rumah penduduk suatu negeri atau menebang pepohonan yang ada” (Tuhfadzul Ahwadzi 5/133)
Bukti yang lain adalah para ulama menyebutkan dalam buku-buku fikih, terlebih khusus di dalam bab berburu, disebutkan bahwa menjadikan burung hanya sebagai sasaran untuk berlatih ketepatan membidik, hal itu dilarang. (Subulus Salam)
Beberapa hal di atas, cukup menjadi bukti bahwa Islam sangatlah menganjurkan kaumnya untuk melestarikan alam atau lingkungan. Merusak lingkungan atau alam berarti telah melanggar perintah Allah, sedangkan pelanggaran pasti berakibat buruk kepada pelakunya, baik langsung maupun tidak langsung.
Bagaimana melestarikan lingkungan?
Untuk melestarikan lingkungan ada lima prinsip yang harus dilakukan dan ditanamkan kepada anak-anak kita, yaitu:
Pertama: Reduce (mengurangi), yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan sampah, hindari penggunaan sumpit bambu, penggunaan kotak makanan Styrofoam dan barang sekali pakai lainnya.
Kedua: Reuse (memanfaatkan kembali), yaitu menggunakan kembali barang-barang yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya.
Ketiga: recycle (daur ulang), yaitu mengolah kembali sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.
Keempat: rethink (menimbang ulang), yaitu menimbang kembali barang-barang yang akan dibeli apakah memang merupakan kebutuhan atau keinginan?
Kelima: repair (memperbaiki), yaitu memperbaiki barang-barang yang rusak agar bisa digunakan lagi.
Bukti kerusakan alam
Akibat paling nyata dari perilaku masyarakat yang salah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan adalah sejumlah daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia dalam keadaan kritis. Menurut data Departemen Kehutanan (2008), sebanyak 39 DAS di Indonesia dalam keadaan kritis, di mana 42% berada di Jawa dan 25% di Sumatra. Kenyataan lain yang mengkhawatirkan adalah lebih dari 70% penduduk Indonesia menggunakan air yang diambil dari sumber yang kemungkinan besar sudah tercemar.
Untuk meningkatkan ketersediaan air bersih bagi masyarakat dibutuhkan dana yang sangat besar. Laporan menyebutkan bahwa pemerintah membutuhkan dana sekitar 60 triliun sampai 2015 untuk meningkatkan kapasitas air minum dari 98.000 m3 menjadi 392.000 m3 per detik guna melayani 80% penduduk. Paling tidak setiap tahunnya harus tersedia dana 7,5 triliun untuk mencicil pembangunan fasilitas infrastuktur air minum yang mencapai 60 triliun tersebut.
Contoh lainnya, laju kehilangan dan kerusakan hutan pada tahun 2000 – 2005 di Indonesia setara dengan 364 lapangan sepak bola/jam. Mengapa ini terjadi? K, setiap hari sampah kertas di seluruh dunia berasal dari 27 ribu batang kayu. Setiap 1 pohon berusia 10 tahun menghasilkan 1,2 kg O2/hari. Bayangkan 27 ribu pohon per hari yang ditebang, berarti ada 32.400 kg O2 yang hilang per hari. Sementara, jumlah pertambahan penduduk dan peningkatan polusi lingkungan bergerak dengan sangat cepat.
Untuk itu, sudah semestinya kita lakukan pendidiakan lingkungan berdasar syariat islam. Kita mulai pendidikan tersebut dari keluarga kita. Dan yang lebih penting, hendaknya kita melakukan tindakan nyata demi menjaga kelestarian lingkungn kita. (***)

Penulis: Agus Abu Aufa, Lc
Rubrik “Fikih Keluarga” Majalah Nikah Sakinah, Vol. 9 No. 10 :: Januari 2011


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

2 Komentar:

  • Telah nampak kerusakan dilaut dan di darat oleh karena ulah tangan manusia. Siapa menanam dia menuai!

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers