Segala puji bagi Rabb yang menurunkan
Al Qur’an yang penuh keberkahan. Shalawat dan salam kita panjatkan
kepada sayyid ibni Adam (penghulu seluruh manusia) yaitu Nabi Muhammad,
keluarga, dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik hingga akhir zaman.
Begitu indah dan menyejukkan hati jika
kita dapat terus merenungkan firman Allah, Al Qur’an Al Karim, daripada
menyibukkan diri dengan hal yang sia-sia. Saat ini kita akan melanjutkan
tafsir Surat Al Mulk, ayat 22-24. Di samping itu, kita akan gali
faedah-faedah berharga di dalamnya. Semoga berguna bagi hati yang selalu
ingin merenungkan Kalamullah.
Allah Ta’ala berfirman,
أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمْ مَنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (22) قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ (23) قُلْ هُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (24
“Maka apakah orang yang berjalan
terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah
orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus? Katakanlah:
“Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. Katakanlah:
“Dia-lah Yang menjadikan kamu berkembang biak di muka bumi, dan hanya
kepada-Nya-lah kamu kelak dikumpulkan”.” (QS. Al Mulk: 22-24)
Antara Mukmin dan Kafir, Berjalan Tegak di Jalan yang Lurus dan Berjalan Telungkup di Atas Wajah
Pada surat Al Mulk ayat 22, Allah Ta’ala
membuat permisalan untuk orang kafir dan orang beriman. Orang kafir
dimisalkan dengan orang yang berjalan lalu menelungkupkan wajahnya.
Tentu saja wajahnya tidak tegak. Ia pun tidak mengetahui bagaimana ia
berjalan, bagaimanakah ia melihat. Sudah barang tentu, ia akhirnya
tersesat. Lalu seperti inikah dikatakan mendapatkan petunjuk yang lebih
baik dari orang yang berjalan tegak di jalan yang lurus?!
Yang dimaksud jalan yang lurus adalah
jalan yang begitu jelas, terang benderang. Jalan itu sendiri adalah
jalan yang lurus, tidak ada yang belok sama sekali.
Penjelasan tadi adalah permisalan di dunia.
Begitu pula hal ini terjadi di akhirat. Orang beriman akan dibangkitkan
dalam keadaan berjalan tegak di jalan yang lurus. Ia akan menuju surga
yang penuh kebahagiaan. Sedangkan orang kafir akan dibangkitkan dengan
berjalan di atas wajah mereka di neraka Jahannam. Sungguh, Allah Ta’ala berfirman,
حْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ (22) مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ (23) وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ (24) مَا لَكُمْ لَا تَنَاصَرُونَ (25) بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ (26)
“(kepada malaikat diperintahkan):
“Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka (yang
semisal dengan mereka, -pen) dan sembahan-sembahan yang selalu mereka
sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka
akan ditanya: “Kenapa kamu tidak tolong menolong ?” Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.” (QS. Ash Shoffaat: 22-26)[1]
Qotadah rahimahullah mengatakan,
هذا في الآخرة يحشر الله الكافر مُكِبّاً على وجهه ، والمؤمن يمشي سوياً
“Inilah keadaan di akhirat. Allah akan
mengumpulkan orang-orang kafir dalam keadaan telungkup di atas wajah
mereka. Sedangkan orang beriman akan berjalan tegak lurus.”[2]
Intinya, keadaan yang dijelaskan dalam
ayat di atas boleh jadi di dunia, dan boleh jadi di akhirat. Di dunia
orang kafir dalam keadaan tersesat karena jalan hidup mereka dimisalkan
dengan orang yang jalan sambil menelungkupkan wajahnya. Sedangkan di
akhirat, orang kafir juga berjalan dengan menelungkupkan wajahnya menuju
neraka. Hal ini berbeda dengan keadaan orang beriman.
Ya Allah, anugerahkanlah pada kami sebagaimana keadaan orang-orang yang beriman yang berjalan tegak lurus di akhirat kelak.
Bagaimana Orang Kafir Bisa Berjalan di Atas Wajah Mereka?
Hal ini diterangkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةَ أَصْنَافٍ صِنْفٌ مُشَاةٌ وَصِنْفٌ رُكْبَانٌ وَصِنْفٌ عَلَى وُجُوهِهِمْ ». فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَمْشُونَ عَلَى وُجُوهِهِمْ قَالَ « إِنَّ الَّذِى أَمْشَاهُمْ عَلَى أَرْجُلِهِمْ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُمْ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَمَا إِنَّهُمْ يَتَّقُونَ بِوُجُوهِهِمْ كُلَّ حَدَبٍ وَشَوْكٍ »
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Pada hari kiamat kelak manusia akan dikumpulkan dalam tiga
kelompok besar; ada kelompok yang berjalan, ada kelompok yang
berkendaraan dan ada kelompok yang berjalan dengan wajah-wajah mereka.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka berjalan
dengan wajah-wajah mereka?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Dzat yang
menentukan mereka berjalan dengan kaki mampu untuk menentukan mereka
berjalan dengan wajah-wajah mereka, dan mereka yang berjalan dengan
wajah akan hati-hati ketika melewati tempat yang menonjol atau tempat
yang berduri.” (HR. Ahmad 2/354. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya –hasan lighoirihi-)
Juga disebutkan dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبَغْدَادِىُّ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ قَتَادَةَ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ – رضى الله عنه – . أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ يُحْشَرُ الْكَافِرُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ « أَلَيْسَ الَّذِى أَمْشَاهُ عَلَى الرِّجْلَيْنِ فِى الدُّنْيَا قَادِرًا عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ » . قَالَ قَتَادَةُ بَلَى وَعِزَّةِ رَبِّنَا
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah
bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad Al
Baghdadi, telah menceritakan kepada kami Syaiban dari Qatadah, telah
menceritakan kepada kami Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
sesungguhnya seseorang yang bertanya, “Wahai Nabi Allah, bagaimana orang
kafir bisa dikumpulkan dengan berjalan di atas kepalanya pada hari
kiamat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah
Dzat yang menjadikan (orang kafir) berjalan dengan kakinya ketika di
dunia, Maha Kuasa untuk menjadikan dia berjalan dengan wajahnya pada
hari kiamat?” Qatadah berkata, “Ya, Demi keagungan Rabb kami”. (HR.
Bukhari no. 4760 dan Muslim no. 2656)
Amat Sedikit yang Mensyukuri Nikmat Pendengaran, Penglihatan dan Hati
Pada ayat ke-23, Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ
“Katakanlah: “Dia-lah Yang menciptakan kamu”. Maksudnya, Allah menciptakan kalian setelah sebelumnya adalah sesuatu yang tidak ada. Kemudian setelah itu,
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. Semuanya ini digunakan untuk berpikir dan mengetahui. Namun sayangnya,
قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“(Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur”.
Maksudnya, sangat sedikit sekali ketiga nikmat tadi digunakan untuk
melaksanakan ketaatan, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan
Allah.[3]
Syukur Nikmat bukan dengan Maksiat
Ayat ke-23 menunjukkan bahwa wajib bagi
setiap hamba untuk bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan, baik
nikmat pendengaran, penglihatan dan hati. Syukur ini diwujudkan dalam
iman dan ketaatan kepada Allah.[4] Ini berarti mensyukuri nikmat bukanlah dengan maksiat. Sebagaimana para ulama katakan,
الشكر ترك المعاصي
“Yang dinamakan syukur ialah dengan meninggalkan maksiat.” Inilah yang dikatakan oleh Mukhollad bin Al Husain rahimahullah.[5]
Begitu pula dikatakan oleh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir, sebagian penduduk Hijaz berkata, Abu Hazim rahimahullah mengatakan,
كل نعمة لا تقرب من الله عز وجل، فهي بلية.
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.”[6]
Seseorang dinamakan bersyukur ketika ia
memenuhi 3 rukun syukur: [1] mengakui nikmat tersebut secara batin
(dalam hati), [2] membicarakan nikmat tersebut secara zhohir (dalam
lisan), dan [3] menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang
diridhoi Allah (dengan anggota badan).
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ
“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan.”[7]
Kita Semua Akan Kembali pada Allah
Dalam ayat 24, Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ
“Katakanlah: “Dia-lah Yang menjadikan kamu berkembang biak di muka bumi”.
Maksudnya, Allah membangkitkan kalian dan menyebarkan kalian di
berbagai penjuru negeri dengan perbedaan dalam bahasa, warna kulit,
bentuk rupa. Namun akhirnya,
وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Dan hanya kepada-Nya-lah kamu kelak dikumpulkan”. Maksudnya, setelah terpisah dan terpecah-pecah, akhirnya Allah mengumpulkan kembali.[8]
Ayat ini menunjukkan adanya hari berbangkit dan hari pembalasan.[9] Hari inilah yang diingkari oleh orang-orang musyrik dan orang-orang yang menyimpang.
Semoga Allah selalu memberi taufik agar setiap waktu kita bisa diisi dengan merenungkan ayat-ayat Allah.
Hanya Allah yang beri taufik.
Diselesaikan di pagi yang penuh berkah di Panggang-GK, 15 Rajab 1431 H (28/06/2010)
Artikel www.rumaysho.com
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 14/77, Muassasah Qurthubah.
[2] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 8/323, Al Maktab Al Islami.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/78.
[4] Aysarut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi, hal. 1392, Maktabah Adhwaul Manar, cetakan pertama, 1419 H.
[5] ‘Iddatush Shobirin, Ibnul Qayyim, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq
[6] Hilyatul Awliya’, Abu Nu’aim Al Ashbahani, 1/497, Mawqi’ Al Waroq
[7] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 11/135, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
[8] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/78.
[9] Lihat Aysarut Tafasir, hal. 1392.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer